Friday, June 24, 2005

Ibadah Tanpa Ilmu

Rating:★★★★★
Category:Other
Ibadah Tanpa Ilmu
KH Didin Hafidhuddin

Dalam perspektif ajaran Islam, ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang sangat berharga yang menentukan kualitas seseorang atau suatu bangsa. Suatu bangsa akan menjadi bangsa yang maju, modern, dan berperadaban, manakala masyarakatnya mencintai ilmu, antara lain, ditandai dengan kebiasaan bertanya dan menulis.

Betapa pentingnya suatu pertanyaan untuk membuka ilmu pengetahuan, sampai-sampai Rasulullah SAW menyatakan, ''Ilmu itu ibarat harta yang terpendam, dan kunci untuk menggalinya adalah kesediaan untuk bertanya. Karena itu, bertanyalah kamu sekalian hal-hal yang tidak kamu ketahui. Sesungguhnya dalam proses tanya jawab akan diberikan pahala oleh Allah pada empat kelompok, yaitu: orang yang bertanya, orang yang menjawab, orang yang mendengarkan, dan orang yang mencintai mereka." (HR Abu Nu'aim dari Ali bin Abi Thalib).

Orang yang berkesempatan mencari ilmu, tetapi tidak mau memanfaatkannya, sehingga ia tetap berada dalam kebodohannya, dianggap orang yang paling akan merugi kelak kemudian hari. Hal ini sebagaimana dinyatakan dalam hadis Rasulullah SAW riwayat Ibn Assakir dari Anas bin Malik. Terlebih lagi ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ibadah-ibadah (khusus) yang kita lakukan dalam rangka melaksanakan kewajiban kita pada Allah SWT, seperti shalat, puasa, dan ibadah haji. Karena ibadahnya orang yang bodoh (sama sekali tidak memiliki pengetahuan terhadap apa yang dikerjakannya) bukan saja tidak hanya akan ditolak oleh Allah SWT, tetapi juga dianggap sebagai penyakit agama yang sangat berbahaya.

Apalagi kesalahan yang dilakukannya secara sadar dan sengaja, dan disebarkan kepada orang lain. Misalnya, khutbah Jumat yang dilakukan oleh seorang perempuan dengan mengatasnamakan persamaan gender dan emansipasi dan bacaan dalam shalat yang disertai terjemahannya dengan mengatasnamakan untuk kekhusyukan dan kesyahduan, mencerminkan kebodohan para pelakunya terhadap kegiatan ibadah khusus tersebut. Dalam ibadah-ibadah khusus itu terdapat suatu kaidah yang menyatakan: Ketahuilah olehmu segala yang diperintahkan. Dan jangan mengerjakan kecuali yang diperintahkan tersebut. Tugas kita dalam bidang ibadah adalah sami'na wa atho'na (kami mendengar dan kami menaati) dan ittiba (mengikuti apa yang dicontohkan Rasul).

Dalam hal shalat misalnya, Rasulullah bersabda, ''Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat". Jika seseorang atau sekelompok orang mengerjakan ibadah khusus seperti shalat dengan menambah-nambah sesuatu yang baru yang tidak ada contohnya atau mengurangi sesuatu yang telah ditetapkan, maka dianggap melakukan perbuatan bid'ah yang menyesatkan, sebagaimana dinyatakan dalam HR Imam Bukhori dan Muslim dari Siti Aisyah, Rasulullah bersabda, ''Barangsiapa yang membuat hal-hal yang baru dalam urusan ibadahku ini, maka hukumnya tertolak". Semoga kita semua terus-menerus mau belajar menambah ilmu pengetahuan, sehingga terhindar dari pekerjaan dan ibadah yang dianggap sia-sia dan ditolak oleh Allah SWT, dan membahayakan kehidupan kaum Muslimin secara luas.


11 comments:

  1. alhamdulillah, dapet satu lagi perbendaharaan hadits

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah, artikel ini ternyata bermanfaat

    ReplyDelete
  3. Nah...pengetahuan baru nih...
    Selama ini cuma denger quote "malu bertanya sesat di jalan"
    Ternyata "mau bertanya mulus ke sorga" juga yah?
    Thx for sharing this useful article.

    ReplyDelete
  4. Ini juga berlaku untuk llmu pengetahuan umum juga kan..ya

    Semga iya.. karena di satu sisi ckp banyak hal yg dikorbankan dan terbengkalai karena menuntut ilmu jauh2 dan pernyataan ini ckp menghiburkan dan menguatkan
    .. trims..

    ReplyDelete
  5. Ya, ndra.. Harus terus mencari.
    Juga tentang do'a qunut pada saat sholat subuh, perilaku telunjuk tangan pada saat tahiyat, adzan sebelum shalat jum'at (sekali apa dua kali). Saya sendiri masih belum jelas.

    ReplyDelete
  6. Sepanjang yang saya dapat, qunut ini dinamakan qunut nazilah dan Nabi saw melakukannya ngga hanya subuh saja.Tetapi Nabi saw hanya melakukan qunut itu apabila memohon kebaikan atau malapetaka untuk suatu kaum.Jadi ngga wajib [Riwayat Abu Daud, Daruquthni & Ibnu Khuzaimah]

    Tentang perilaku telunjuk tangan saat tahiyat sebenernya ada dua pendapat.Pendapat pertama menggerakkan dan yang kedua ngga menggerakkan.Tapi yang saya ada haditsnya yaitu yang ini :

    Abu Daud dan Imam Nasa'i meriwayatkan bahwa Nabi saw menggerak-gerakkan jari telunjuknya sambil membaca doa.Haditsnya :

    - "Gerakan jari telunjuk lebih ditakuti syaitan daripada pukulan besi" [HR.Ahmad dan Bukhari]

    - ....kemudian beliau (Nabi saw) duduk dan mengiftirasykan kaki kirinya dan meletakkan tapak tangan kirinya. Dan menjadikan batas siku kanannya di atas paha kanan kemudian menggenggam dua jarinya dan membentuk lingkaran, kemudian mengangkat jarinya dan aku melihat beliau menggerak-garakkannya dan berdoa. [HR. Ahmad, Nasa‘i, Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah dan Al-Bahaqi]

    Tentang adzan shalat jumat saya belum dapet euy :)

    Wallahu a‘lam bis-shawab

    ReplyDelete
  7. alhamdulillah artikel ini pun telah menambah ilmu saya

    terima kasih sudah mau berbagi

    ReplyDelete
  8. Bgm pula dgn ibadah orang yg kelewat pintar, shg saking pintarnya perintah Allah yg sudah jelas berusaha dirasionalkan, dgn dalih konstruksi/dekonstruksi

    ReplyDelete
  9. ini sebenarnya yg aku takuti, jangan sampai ibadahnya ditolak karena menambah hal-hal baru dgn niat agar tambah pahala, tapi ternyata malah salah.

    thanks ndra artikelnya .....jadi tambah hati-hati untuk tidak ikut-ikutan tanpa tahu dulu dasarnya.

    ReplyDelete
  10. Menyikapi Feminisme dan Isu Gender
    Oleh : Dr. Syamsuddin Arif

    Tiga-puluh-lima tahun silam, pada 1970, sebuah acara mewah meriah di Royal Albert Hall, London, tiba-tiba berubah menjadi huru-hara. Sang pembawa acara, Bob Hope, disemproti tinta, dilempari bom tepung, tomat dan telur busuk. Hadirin panik, dewan juri melarikan diri keluar, kontestan menangis, sementara gerombolan demonstran mengamuk sambil meneriakkan yel-yel: “We’re not beautiful, we’re not ugly. We are angry !” Protes keras untuk kontes Miss World Beauty itu dilakukan oleh sejumlah aktivis wanita yang tergabung dalam Women Liberation Movement. Bagi mereka, perhelatan itu tak ada bedanya dengan ‘pasar hewan’.

    Gerakan feminis di Barat, tak dapat dipungkiri, merupakan respon dan reaksi terhadap situasi dan kondisi kehidupan masyarakat di sana. Penyebab utamanya adalah pandangan ‘sebelah-mata’ terhadap perempuan (misogyny), bermacam-macam anggapan buruk (stereotype) yang dilekatkan kepadanya, serta aneka citra negatif yang mengejawantah dalam tata-nilai masyarakat, kebudayaan, hukum, dan politik.

    Sejak zaman dahulu di Barat, bagi tokoh-tokoh seperti Plato dan Aristoteles, diikuti oleh St. Agustinus dan Thomas Aquinas pada Abad Pertengahan, hingga John Locke, Rousseau dan Nietzsche di awal abad modern, citra dan kedudukan perempuan tidak pernah dianggap setara dengan laki-laki. Wanita disamakan dengan budak dan anak-anak, dianggap lemah fisik maupun akalnya. Paderi-paderi Gereja menuding perempuan sebagai pembawa sial dan sumber malapetaka, biang-keladi kejatuhan Adam dari sorga.

    Akibatnya, peran wanita dibatasi dalam lingkup rumah-tangga saja. Mereka tidak dibenarkan ikut campur dalam ‘urusan laki-laki’. (Lihat: John Mary Ellmann, Thinking About Women (New York, 1968) dan Frances Gies dan Joseph Gies, Women in the Middle Ages (New York, 1978).

    Kaum feminis umumnya menganggap Mary Wollstonecraft sebagai nenek-moyang mereka. Lewat bukunya yang terkenal, A Vindication of the Rights of Woman (London, 1792), ia mengecam berbagai bentuk diskriminasi terhadap perempuan, menuntut persamaan hak bagi perempuan baik dalam pendidikan maupun politik. Perempuan harus dibolehkan bersekolah dan memberikan suaranya dalam pemilihan umum (suffrage).

    Wanita tidak boleh lagi menjadi burung di dalam sangkar. Mereka mesti dibebaskan dari kurungan rumah-tangga dan ‘penjara-penjara’ lainnya. Menurutnya, berbagai kelemahan yang terdapat pada wanita lebih disebabkan oleh faktor lingkungan, bukan ‘dari sono-nya’. Laki-laki pun, kalau tidak berpendidikan dan diperlakukan seperti perempuan, akan bersifat dan bernasib sama, lemah dan tertinggal, ujarnya.

    Gebrakan Wollstonecraft menggema ke seantero Eropa dan Amerika. Tercatat tokoh-tokoh semisal Clara Zetkin (1857-1933) di Jerman, Hélène Brion (1882-1962) di Perancis (penulis selebaran La voie feministe dengan subjudulnya yang terkenal, “Femme: ose être !” (Hai perempuan, beranilah menjadi diri sendiri!), Anna Kuliscioff (1854-1925) di Italy (pendiri liga wanita dan jurnal La Difesa delle Lavoratrici), Carmen de Burgos alias ‘Colombine’ (1878-1932) di Spanyol, Alexandra Kollontai (1873-1952) di Russia, dan Victoria Claflin Woodhull (1838-1927), wanita Amerika pertama yang mencalonkan diri sebagai Presiden pada 1872.

    Selain hak pendidikan dan politik, aktivis perempuan juga menuntut reformasi hukum dan undang-undang negara supaya lebih adil dan tidak merugikan perempuan.

    Di lingkungan kerja, mereka mendesak supaya pembayaran gaji, pembagian kerja, penugasan dan segala macam pembedaan atas pertimbangan jenis kelamin (gender-based differentiation) segera dihapuskan. Karyawan tidak boleh dibedakan dengan karyawati. Semuanya harus diberikan peluang, perlakuan dan penghargaan yang sama. Pemerintah diminta mendirikan tempat-tempat penitipan anak.

    Agenda emansipasi selanjutnya ialah bagaimana membebaskan wanita dari ‘penjara kesadaran’nya, mengingatkan wanita bahwa mereka tengah berada dalam cengkeraman kaum lelaki, bahwa mereka hidup dalam dunia yang dikuasai laki-laki (male-dominated world).

    Hanya dengan cara ini, konon, perempuan dapat

    ReplyDelete
  11. askummm...arap mbri tunjuk ajr kpada sy...

    ReplyDelete