Tuesday, March 28, 2006

Kemana Tuhan ?



Assalamu'alaikum,


Tuhan menurut al-Qur'an, adalah hakikat yang mutlak (al-Haqq), sementara semua bentuk ketuhanan yang lain adalah salah (bathil), mereka hanyalah nama. Ia bukanlah suatu bentuk proyeksi pikiran manusia, seperti diduga oleh Feurbach, juga Tuhan bukan produk kebencian orang-orang yang kecewa, seperti kata Nietzsche. Bukan pula sebuah ilusi orang-orang yang masih kekanak-kanakan, seperti pendapat Freud. Juga bukan seperti dugaan Marx, suatu candu masyarakat, suatu hiburan yang dipersembahkan demi keuntungan pribadi.

Tuhan menurut al-Qur'an adalah Dia yang selalu hidup (al-Hayy al-Qayyum), yang melampaui batasan tata ruang dan waktu, Yang Pertama (al-Awwal) dan Yang Akhir (al-Akhir), Yang Nyata (al-Zhahir) dan Tersembunyi (al-Bathin). Hakekat Tuhan yang pasti adalah tidak dapat diketahui, karena Ia melampaui semua pengertian.

Berulang kali al-Qur'an menyebut bahwa Tuhan selalu hadir dan dekat, bahkan dalam kenyataannya lebih dekat dari urat leher manusia. Apa maksudnya ? Tentu, ini bukan berarti pengertian fisik Tuhan yang berada atau dekat, meskipun dalam kenyataannya dekat dengan manusia. Ini mengimplikasikan, seperti ditunjukkan oleh konteks itu, bahwa Tuhan selalu sadar dan memperhatikan gerak hati dan tindakan-tindakan luar manusia, dengan harapan bahwa manusia akan menahan diri dari tujuan-tujuan yang tidak disukai oleh Penciptanya.

Seiring berputarnya waktu, bergantinya zaman dan semakin pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, banyak tuhan-tuhan baru yang tercipta. Manusia tidak lagi mengenal atau bahkan enggan mengenal Tuhan dengan "T" besar. Setiap keputusan yang dibuat dalam kehidupannya selalu menomer sekiankan Tuhan dan menomer satukan dirinya.

Teolog kontroversial Jerman, Hans Kung dalam bukunya Does God Exist ?, menceritakan kisah yang menunjukkan kesombongan hati sejumlah ilmuwan sekular. Ketika ditanya apakah ia meyakini adanya Tuhan, seorang pujangga dan tokoh filsafat besar mengatakan: "Tentu tidak, saya adalah seorang ilmuwan". Sedangkan filsafat al-Qur'an tentang alam semesta akan mendorong seorang ilmuwan menjawab, "Ya, tentu, meskipun saya adalah seorang ilmuwan".

Muhammad Iqbal dengan tepat sekali mengingatkan bahwa pengetahuan ilmiah yang tidak mempertinggi dan tidak dikaitkan pada agama adalah iblis. Ia menulis, "Akal yang diceraikan dari cinta adalah durhaka (seperti iblis), sedangkan akal yang disiram dengan cinta pastilah memliki sifat ketuhanan". Dan inilah yang akhir-akhir ini seringkali kita lihat atau dengar di lingkungan sekitar kita, tentang seseorang yang dianggap berilmu tetapi ilmu itu digunakan untuk melawan atau memutar balikkan perintah Tuhan sebagai Sang Pencipta alam semesta.

Semua ciptaan di alam semesta ini semisal malaikat, langit, semut dan bahkan petir adalah penting untuk secara spiritual, dalam arti bahwa ciptaan-ciptaan itu pun menyerukan pujian kepada Tuhan dalam kondisi yang melampaui pengertian manusia (QS 17:44). Walaupun begitu, semua alam semesta ini dijadikan untuk dimanfaatkan oleh manusia.

Pemanfaatan ini adalah untuk mempertinggi tujuan penciptaan manusia yang sebenarnya, yaitu untuk melaksanakan ibadah kepada Tuhan sesuai dengan surat Adz Dzaariyaat 56, "Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". Tuhan sendiri tidak memerlukan balasan berupa pemberian dari manusia atas diciptakannya mereka beserta alam semesta ini (QS 51:57), karena Tuhan-lah Dzat yang selalu hidup (al-Hayy al-Qayyum) dan berdiri sendiri tanpa bantuan siapapun atau apapun (QS 2:255). Sehingga apabila seorang manusia dalam seumur hidupnya selalu beribadah pun tidak akan menambah keagungan Tuhan itu sendiri, melainkan memberikan keuntungan dan kebaikan terhadap manusia itu sendiri secara lahir dan bathin, untuk di dunia dan terlebih lagi untuk di akhirat.

Sedangkan manusia sendiri mempunyai banyak kelemahan. Disebutkan dalam al-Qur'an, manusia adalah mahluk yang enggan dan kikir (QS 17:100), mahluk yang paling banyak bantahannya (QS 18:54), sangat sedikit dalam mensyukuri nikmat (QS 7:10), tidak sabar dan suka berkeluh kesah (QS 70:19-20), suka melampaui batas dan merasa kaya (QS 96:6). Disebutkan lagi, manusia adalah mahluk yang mencintai kehidupan dunia dan tidak memperdulikan akibat dari perbuatan mereka di hari akhir (QS 76:27) dan lain sebagainya. Maka terlihat jelas, manusia-lah yang membutuhkan Tuhan dan bukan sebaliknya. Manusia akan selalu membutuhkan Tuhan dalam segala aspek kehidupannya agar menjadi insan yang lebih baik.

Kebebasan manusia, akal dan cabang-cabangnya yang lain, begitu juga alam semesta yang besar ini, haruslah digunakan bukan semata-mata demi kenikmatan tetapi sebagai suatu bentuk beribadah. Dengan cara ini, dimensi spiritual terdalam semua mahluk yang dimanfaatkan manusia untuk beribadah akan mendatangkan keserasian dalam tujuan dan tatanan penciptaan, bukan lagi kekacauan.

Oleh karena itu, sudah saatnya setiap kita, manusia, saya dan anda, semakin memahami konsep Tuhan seperti yang dijelaskan dalam al-Qur'an dan selalu melibatkan Tuhan dalam setiap ruas kehidupan kita. Bukan untuk keuntungan Tuhan, tapi demi kita, manusia itu sendiri.


Manusia dilahirkan
dari rahim seorang ibu
yang mengandungnya selama 9 bulan.
Kemana Tuhan ?

Manusia tumbuh besar dan dewasa
Melihat dunia yang baru untuknya
dan terpesona dengan keindahannya
Lalu kemana Tuhan ?

Manusia bercanda tawa
Manusia bergembira ria
Menjadi manusia bertahta
Kemana Tuhan ?

Manusia diberi akal
untuk mencerna setiap ciptaan
yang tak tertandingi setiap insan
Lalu kemana Tuhan ?

Ketika seorang manusia tersungkur
dalam lembah kesedihan yang dalam
mencari makna hidup yang keras
Tak terhitung airmata yang terkuras
Sekali lagi, kemana Tuhan ?

Manusia lalu bertambah tua
Uban tumbuh di setiap ruas kepala
Tanpa tahu harus kemana berlari
sampai akhirnya ajal menanti
tanpa bekal amal yang berarti

Tuhan pun datang
dan Dia bertanya,
Fa-aina tadzhabuun ?
kemana kamu sekalian hendak pergi?

Lalu sang hamba pun tersungkur lagi
melihat azab yang telah menanti...


Wassalamu'alaikum






Monday, March 27, 2006

Paham Syirik Modern Serbu Pondok Pesantren

Rating:★★★★★
Category:Other

Oleh: Adian Husaini *)


Pada Hari Kamis (16/3/2006), seorang Ustad dari Persatuan Islam (Persis) datang ke rumah saya membawa sejumlah makalah dan majalah yang sangat mengagetkan. Betapa tidak? Makalah-makalah itu merupakan tulisan sejumlah tokoh liberal di Indonesia yang diberikan dalam acara pelatihan “Penguatan Pemahaman Keagamaan dan Keberagamaan di Kalangan  Tokoh Pesantren BKSPPI di Jawa Barat” yang diselenggarakan oleh International  Center for Islam and Pluralism (ICIP) di Pesantren Darul Muttaqien, Parung, 1 Maret 2006. Sedangkan Majalah yang dibawa itu bernama Al-WASATHIYYAH.

Majalah ini cukup mewah. Baru terbit pertama kali. Judul sampulnya adalah ‘BELAJAR MULTIKULTURALISME DARI PESANTREN’.  

Yang membuat mata terbelalak adalah bahwasanya majalah ini diterbitkan atas kerjasama  international  Center for Islam and Pluralism (ICIP) dan Badan Kerjasama Pondok Pesantren Indonesia (BKSPPI). Tokoh-tokoh dari kedua lembaga itu selama ini dikenal oleh umat Islamsebagai pihak yang sangat berseberangan dalam pemikiran Islam.

ICIP yang dipimpin oleh Dr. M. Syafii Anwar adalah lembaga yang selama ini dikenal gigih menentang fatwa MUI tentang sekularisme, liberalisme, dan pluralisme agama (sipilis). Sementara tokoh-tokoh BKSPPI (seperti KH Kholil Ridwan, KH Didin Hafidudin, dan sebagainya) adalah pendukung-pendukung gigih fatwa MUI tersebut. Sejak duduk di bangku kuliah di IPB, saya mengenal tokoh-tokoh BKSPPI, terutama KH Shaleh Iskandar (alm), KH Tubagus  Hasan Basri dan sebagainya, sebagai sosok yang gigih mengawal aqidah umat dan memperjuangkan aspirasi Islam. 

Tetapi, di majalah Al-Wasathiyyah ini Syafii Anwar duduk sebagai penanggung jawab. Jajaran pimpinan lainnya adalah:  Syafiq Hasyim (Pemimpin Umum), A. Eby Hara (Pemimpin Redaksi), Farinia Fianto (Wakil Pemimpin Redaksi), Ahmad Fuad Fanani (Redaktur Pelaksana). Di jajaran Redaktur Ahli, duduk KH Husein Muhammad,  KH Muhyidin  Abdussomad, KH Didi Hilman dan Alpha Amirrachman. 

Dalam jajaran tokoh liberal- pluralis di Indonesia, nama Syafii Anwar sudah sangat masyhur. Dia termasuk penentang utama fatwa MUI tentang ‘sipilis’ dan kesesatan Ahmadiyah. Sebagai contoh, pada 29 Juli 2005, Syafii ikut dalam kelompok ‘Aliansi Masyarakat Madani’, yang menyatakan keprihatinan atas larangan dan tudingan sesat terhadap Ahmadiyah. Selain Syafii Anwar, hadir dalam forum itu Abdurrahman Wahid, Dawam Rahardjo, Johan Effendi (Indonesian Conference Religion and Peace-ICRP), Pangeran Jatikusuma (Penghayat Sunda Wiwitan), Romo Edi (Konferensi Wali Gereja Indonesia-KWI), Pdt Weinata Sairin (Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia-PGI). Hadir juga tokoh agama Kong Hu Cu, Anand Krishna, para aktivis Jaringan Islam Liberal. Acara itu juga dihadiri wakil dari anggota Ahmadiyah, YH Lamardi yang mengaku tidak bisa melakukan apa pun kecuali hanya diam.

Bersama para cukong dari LSM-LSM asing seperti The Asia Foundation dan sejenisnya, Syafii juga rajin menggelar acara diskusi dan seminar tentang Pluralisme Agama. Dalam seminar di Jakarta Media Center, 29 November 2005, yang mengambil tema “Masa Depan Pluralisme di Indonesia”,  Syafii Anwar, menggunakan istilah Gerakan Salafi Radikal untuk menyebut kelompok-kelompok Islam seperti MMI, Hizbut Tahrir, Laskar Hizbullah, Laskar Jundullah, Darul Islam, Laskar Jihad, Ikhwanul Muslimin, Hammas, dan sebagainya.  Frase “dan sebagainya” menunjukkan, bahwa cap Islam radikal bisa dilebarkan kepada organisasi Islam apa saja yang tidak mau menerima paham Pluralisme Agama. 

Dalam makalahnya yang berjudul “The State, Shari’a and The Challenge of Pluralism in Post Suharto Indonesia”, Syafii menulis empat kriteria gerakan Salafi Radikal, yaitu (1) cenderung memperjuangkan ‘peradaban Islam tekstual’, (2) memperjuangkan formalisasi syariat Islam pada semua aspek kehidupan, (3) cenderung memperjuangkan agenda anti-pluralisme, (4) memiliki persepsi yang keliru tentang jihad, (5) memiliki kepercayaan yang kuat tentang teori konspirasi dan muslim adalah korban konspirasi Yahudi, Kristen, dan Barat.     

Syafii menulis, “Considering the fact that emergence of RSM (Radical Salafi Movement) groups and  heir actions has created serious problem to the Indonesian Society, a group of young muslim intellectuals established the so-called JIL (Jaringan Islam Liberal).” Syafii mengistilahkan kelompok-kelompok yang memperjuangkan Islam Liberal di Indonesia sebagai Progressive-Liberal Islam (PLI), seperti Paramadina, LkiS, P3M, Lakpesdam NU, Jaringan intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM), International Center for Islam and Pluralism (ICIP) dimana Syafii sebagai Direkturnya, dan sebagainya.

Ia dengan tegas menulis, bahwa setelah era Soeharto, maka yang terjadi adalah pertarungan  antara RSM dan PLI. Pada akhir makalahnya, ia menulis: ‘’Although I am still optimist with the future of Islam in Indonesia, it is important to state here   that the Indonesian government has to protect the Indonesian Muslims from the threat of religious conservatism and radicalism.

Jadi, dalam hal ini, posisi Syafii dan ICIP sudah sangat begitu jelas di mana dia berada dalam percaturan pemikiran di Indonesia. Dia jelas-jelas agen, aktor, dan pelaku intelektual penyebaran paham pluralisme agama di Indonesia, dengan dukungan penuh LSM-LSM asing. Dengan menjual ‘isu radikalisme’ Islam, Syafii berhasil meraup dana milyaran dari cukong-cukong asing tersebut,  eskipun hal itu harus disertai dengan meruntuhkan aqidah dan syariat Islam melalui penyebaran paham Pluralisme Agama, yang jelas-jelas merupakan paham syirik modern, karena menerima kebenaran semua agama. (Uraian serius tentang paham ini, bisa dilihat, misalnya, buku Dr. Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama (Jakarta:GIP, 2005).

Pluralisme Agama memang sebuah ‘agama baru’ yang berpotensi sebagai senjata pemusnah massal agama-agama, sehingga pada tahun 2000, Paus Yohanes Paulus II juga mengeluarkan dekrit ‘Dominus Jesus’ yang menentang paham ini. Sebuah buku yang sangat tebal dan serius  dalam memberikan kritik terhadap paham ini juga sudah ditulis oleh seorang pendeta Dr. Stevri Indra Lumintang berjudul “Theologia Abu-Abu” (Malang: Gandum Mas, 2004). Menurut Stevri, "Theologia abu-abu (Pluralisme) yang kehadirannya seperti serigala berbulu domba, seolah-olah menawarkan teologi yang sempurna, karena itu teologi tersebut mempersalahkan semua rumusan Teologi Tradisional yang selama ini dianut dan sudah berakar dalam gereja. Namun sesungguhnya Pluralisme sedang menawarkan agama baru...’’ (hal. 18-19).

Dicatat dalam buku ini, bahwa Teologi Abu-Abu adalah posisi teologi kaum pluralis. Karena teologi yang mereka bangun merupakan integrasi dari pelbagai warna kebenaran dari semua agama, filsafat dan budaya yang ada di dunia. Alkitab dipakai hanya sebagai salah satu sumber, itu pun  dianggap sebagai mitos. Dan perpaduan multi kebenaran ini, lahirlah teologi abu-abu, yaitu teologi bukan hitam, bukan juga putih, bukan teologi Kristen, bukan juga teologi salah satu agama yang ada di dunia ini…

Namun teologi ini sedang meracuni, baik agama Kristen, maupun semua agama, dengan cara mencabut dan membuang semua unsur-unsur absolut yang diklaim oleh masing-masing agama.

Sedangkan MUI dalam fatwanya juga menjelaskan: “Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu, setiap pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga.”

Karena itu, tegas fatwa MUI: “paham sekularisme, pluralisme dan liberalisme agama adalah  bertentangan dengan ajaran Islam dan haram bagi umat Islam untuk mengikutinya.”

Entah bagaimana, paham yang jelas-jelas sangat destruktif bagi semua agama ini malah disebarkanluaskan ke pesantren-pesantren. Ironisnya, BKSPPI yang menaungi ribuan pesantren di Indonesia dan harusnya menjadi pelindung aqidah umat,  justru menjalin kerjasama dengan lembaga dan tokoh-tokoh yang jelas-jelas selama ini aktif dalam melakukan penghancuran terhadap aqidah dan syariah Islam.

Lembaga ICIP juga aktif menyebarkan pemikiran Nasr Hamid Abu Zayd di Indonesia. Tahun 2004, ICIP menerjemahkan dan menerbitkan buku Nasr Hamid dengan judul “Hermeneutika Inklusif: Mengatasi Problematika Bacaan dan Cara-cara Pentakwilan atas Diskursus Keagamaan”. Nasr Hamid dikenal dengan pendapatnya bahwa al-Quran adalah produk budaya (muntaj tsaqafi).

Dalam pengantar buku terbitan ICIP itu, redaksi ICIP menulis pendapat Nasr Hamid tentang Al-Quran, bahwa menurut  Nasr Hamid, Al-Quran diwahyukan kepada Muhammad dan memasuki ruang sejarah dan ia menjadi subyek untuk aturan-aturan (qawanin) dan hukum-hukum sosiologis dan historis. Di sinilah kemudian Al-Quran menjadi terhumanisasi (muta’annas),  mengejewantahkan elemen-elemen, ideologis, politis, kultural yang partikular dari masyarakat Arab abad 7 M...

Abu Zayd percaya bahwa Al-Quran itu dibentuk oleh situasi sosial, sebuah ruang kontestasi ideologis dalam mana subyek-subyek bebas (individu, roup, dan klas), berebut satu sama lainnya untuk tujuan politik dan ekonomi. Brangkat dari sini, pemahaman yang benar terhadap Al-Quran menurutnya adalah dengan cara mensituasikannya di dalam sebuah konteks dominasi Quraisy.’’ (hal. viii-ix).

Nasr Hamid Abu Zayd menulis buku Al Imam al-Syafii: wa ta’sis al-Idulujiyah al-Wasithiyah, yang menyerang habis-habisan Imam al-Syafii. Buku ini banyak dikutip para penyerang al-Quran dan Imam Syafii di Indonesia. 

Karena berbagai pendapatnya yang ‘membongkar’ hal-hal yang mendasar dalam Islam, pada 14 Juni 1995, Mahkamah al-Isti'naf Kairo menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad. Sementara itu, Front Ulama al-Azhar yang beranggotakan 2.000 orang, meminta pemerintah turun tangan: Abu Zayd mesti disuruh bertaubat atau --kalau yang bersangkutan tidak mau-- ia harus dikenakan hukuman mati. Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan yang sama:  Abu Zayd dinyatakan murtad dan perkawinannya dibatalkan. 

Sebenarnya, secara ilmiah, berbagai kelemahan pendapat Nasr Hamid juga sangat mudah dibuktikan. Sayangnya, banyak kalangan liberal yang memuja Nasr Hamid tanpa kritis. Pendapat-pendapatnya dikutip hanya untuk melegitimasi hawa nafsu untuk mendekonstruksi
Al-Quran. 

Menyimak kiprah ICIP yang aktif menyebarkan paham-paham destruktif terhadap aqidah Islam, sebenarnya terlalu jelas untuk melihat, dimana sebenarnya posisinya berada. Sangat aneh jika ICIP yang berideologi liberal, penyebar paham syirik modern (Pluralisme Agama) justru berambisi untuk memaksakan pendapatnya ke pondok-pondok pesantren. Namun, semua itu bisa dipahami dari sisi kepentingan bersama antara lembaga seperti ICIP dengan para cukong yang saat ini sangat aktif ingin mengubah Islam –bukan hanya umat Islam. Dalam istilah David E. Kaplan: “Washington is plowing tens of millions of dollars into a campaign to influence not only Muslim societies but Islam itself.” (David E. Kaplan, Hearts, Minds, and Dollars, www.usnews.com, 4-25-2005).

Jadi, saat ini, AS dan sekutunya memang sedang berusaha keras untuk –bukan hanya mengubah umat Islam– tetapi juga mengubah Islam itu sendiri. Jika kita melongok website www.asiafoundation.org (sampai 24 Maret 2006) masih terpampang judul pembuka website:
REFORMASI PENDIDIKAN DAN ISLAM DI INDONESIA.

Jadi, yang ingin diubah oleh mereka adalah Islam. Mereka ingin membentuk ‘Islam yang baru’, sesuai dengan pandangan hidup (worldview) Barat. Karena pondok pesantren dan insitusi pendidikan Islam adalah benteng terakhir umat Islam, maka tidak heran, jika kalangan itulah yang menjadi sasaran utama untuk diobok-obok habis-habisan. Sebagaimana terjadi di era  kolonialisme klasik, ada saja dari kalangan umat Islam yang tergiur untuk menjual agama dengan dunia, rela menjadi pengasong ide-ide destruktif ke jantung-jantung umat Islam. Na’udzubillahi mindzalika. (Depok, 24 Maret 2006)


Sunday, March 26, 2006

Berita duka cita dari mas Dedy Subandi


Assalamu'alaikum,


Teman-teman, pada tanggal 26 Maret kemarin saya mendapat sms dari mas Dedy Subandi yang isinya, "Mohon doa atas keselamatan dan kelancaran persalinan anak kami (operasi cesar), semoga menghasilkan yang terbaik. Amin." [Dedy&Neny].

Dan pada tanggal 27 Maret, beliau mengirim sms kembali ke saya yang isinya, "Alhamdulillah operasi sudah selesai. Kondisi ibu sehat namun untuk bayi, Allah berkehendak lain. Semoga Muhammad Adyvka menjadi anak surga. Amin"

Tidak mudah memang ketika kita diharuskan untuk bersabar menghadapi cobaan seperti ini, tetapi tangis pun takkan mampu mengembalikan titipan yang telah diambil kembali oleh Sang Pemilik. Tentu Sang Pemilik pun tidak serta merta mengambil tanpa memberikan balasan apabila sang hamba bersabar dalam menghadapi cobaan ini. Inilah balasan yang dijanjikan oleh Allah Sang Pemilik jagat raya beserta isinya :

"Apabila putra seorang hamba meninggal dunia, maka Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, "Kalian telah mencabut nyawa putra hamba-Ku?"

Para malaikat menjawab, "Benar".

Allah berfirman "Kalian telah mencabut nyawa buah hatinya?"

Para malaikat menjawab "Benar".

Allah berfirman, "Apa yang telah dikatakan oleh hamba-Ku?"

Para malaikat menjawab, "Dia memuji-Mu dan mengucapkan lafazh istirjaa' (Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun).

Lalu Allah berfirman, "Bangunkanlah sebuah rumah di dalam surga untuk hamba-Ku itu, dan berilah nama rumah tersebut dengan sebutan Baitul Hamd (Rumah pujian)".
[HR. Tirmidzi, al Janaa'iz juz. I hal.190]


Mas Dedy, saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas kepergian
sang buah hati. Tentu hal itu pastilah sesuatu yang menyedihkan dan
tidak ada orangtua manapun yang tahan untuk tidak bersedih ditinggal
sang jabang bayi secepat itu. Tetapi sekali lagi, manusia tiada daya
dalam mencegah takdir yang telah ditentukan oleh Sang Pencipta Penguasa
jagat raya, Allah Subhana Wa Ta'ala. Semoga Muhammad Adyvka menjadi ahli surga begitu pula dengan kedua orangtuanya. Amin

Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun.......


Wassalamu'alaikum






Friday, March 24, 2006

Bacaan Zikir Setelah Shalat

Rating:★★★★★
Category:Other

Sumber :
Kitab Subulus Salaam
,
Muhammad bin Isma'il ash-Shan'ani
Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam
Indonesia


Seseorang dituntut agar melaksanakan salat seperti salatnya Nabi sesuai dengan sabdanya, "Sholluu Kamaa Roatumuuni Usholli" (salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku sedang salat). Karena beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam mengerjakan zikir jika telah selesai salat, maka kita juga mengerjakannya, meskipun tidak mampu selengkap beliau.

Zikir-zikir yang di baca Nabi saw setiap selesai salat banyak sekali, baik yang diriwayatkan dengan sanad yang dhaif/lemah ataupun yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih (kuat). Adapun zikir-zikir yang diriwayatkan dengan sanad yang shahih itu di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Membaca 'Istighfar' (Astaghfirullah/Aku mohon ampunan kepada Allah 3 kali dan membaca, 'Allahumma antas salaam waminkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroomi' (Ya Allah Engkaulah Dzat Yang Selamat dari kekurangan dan cacat dan dari Engkaulah keselamatan itu, Maha Suci Engkau wahai Dzat Yang Maha Kaya dan Maha Sempurna).

Hal itu sesuai dengan hadis Nabi saw yang diriwayatkan oleh Tsauban ra, dia berkata, "Rasulullah saw apabila selesai salat membaca Istighfar 3 kali dan membaca, 'Allahumma antas salaam waminkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroomi'." (Ya Allah, Engkaulah Dzat Yang Selamat dari kekurangan dan cacat dan dari Engkaulah keselamatan itu, Maha Suci Engkau wahai Dzat Yang Maha Kaya dan Maha Sempurna).

2. Membaca zikir ini: "Laa ilaha illallahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'ala kulli syain qodiir" (Tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa Allah, Tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) dan membaca, "Allahumma laa maani'a limaa 'a'thaita walaa mu'thia limaa mana'ta walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu."

Hal itu sesuai dengan hadis dari al-Mughirah bin Syu'bah ra, bahwasanya Nabi saw membaca zikir setiap selesai salat fardhu, "Laa ilaha illallahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli sya'in qodiir" (Tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa Allah, Tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu) "Allahumma laa maani'a limaa 'a'thaita walaa mu'thia limaa mana'ta walaa yanfa'u dzal jaddi minkal jaddu' (Ya Allah tiada orang yang menghalangi terhadap apa yang telah Engkau berikan dan tiada orang yang memberi terhadap apa yang telah Engkau halangi dan kekayaan orang yang kaya itu tidak akan bisa menyelamatkan dia dari siksa-Mu)" (HR al-Bukhari dan Muslim).

3. Membaca Tasbih 33 kali, Tahmid 33 kali dan Takbir 33 kali, lalu pada hitungan keseratus membaca, "Laa ilaha illallohu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa 'ala kulli syain qadiir."

Hal itu sesuai dengan hadis dari Abu Hurairah ra, dari Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa membaca tasbih (Subhaanallahi) 33 kali, tahmid (Alhamdulillahi) 33 kali dan takbir (Allahu Akbar 33 kali) setiap selesai salat, hitungan tersebut berjumlah 99, dan dia membaca pada hitugan keseratus 'Laa ilaha illallahu wahdahu laa syariikalahu lahul mulku walahul hamdu wahuwa ala kulli sya'in qodiir' (Tiada Tuhan selain Allah, Maha Esa Allah, Tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka diampunilah segala dosa-dosanya, sekalipun sebanyak buih air laut." (HR Muslim, dan pada riwayat yang lain, takbir tersebut sebanyak 34 kali)

4. Membaca zikir/do'a seperti yang diriwayatkan Sa'd bin Abi Waqqash untuk memohon perlindungan kepada Allah SWT dari kekikiran, sifat penakut, umur yang hina/pikun, fitnah dunia dan fitnah kubur.

Dari Sa'ad bin Abi Waqqash ra, bahwa Rasulullah saw memohon perlindungan kepada Allah setiap kali selesai salat dengan bacaan "Allahumma inni a'udzu bika minal bukhli (Ya Allah sesungguhnya aku memohon perlindungan kepada-Mu dari kekikiran) wa a'udzu bika minal jubni (dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari sifat penakut) wa a'udzu bika min an urodda ilaa ardzalil umri (dan aku memohon perlindungan kepada-Mu agar tidak dikembalikan kepada umur yang hina/pikun) wa a'udzu bika min fitnatid dunya (dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari fitnah yang ada di dunia ini) wa a'udzu bika min adzaabil qobri (dan aku memohon perlindungan kepada-Mu dari siksa kubur)." (HR al-Bukhari).

5. Membaca zikir/doa,

"Allahumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatika'.

Hal ini sesuai dengan hadis Muadz bin Jabal, bahwa Rasulullah saw berkata kepadanya, "Aku berwasiat kepadamu wahai Muadz, janganlah Engkau benar-benar meninggalkan setiap kali selesai salat membaca, 'Allahumma a'inni 'ala dzikrika wa syukrika wa husni 'ibadatika' (Ya Allah anugerahkanlah pertolongan kepadaku untuk mengingat-Mu, bersyukur kepada-Mu dan beribadah yang baik kepada-Mu)." (HR Ahmad, Abu Daud dan an-Nasa'i dengan sanad yang kuat).

6. Membaca ayat Kursi, yaitu surah Al-Baqarah ayat 255, "Allahu laa Ilaaha Illa huwal hayyul qoyyuum, laa ta'khudzuhu sinatuw walaa nauum, lahuu maa fis samaawaati wamaa fil ardhi, mandzal ladzii yasyfa'u 'indahuu illa bi idznihi, ya'lamu maa baiina aidiihim wamaa kholfahum, walaa yuhiithuuna bisyain min 'ilmihi illa bimaa syaa'a, wasi'a kursiyyuhus samaawati wal ardho wa laa yauduhu hifdzuhumaa wahuwal 'aliyyul 'adziim' (Allah, tidak ada Tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia, Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus [makhluk-Nya], tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar).

Hal itu sesuai dengan hadis dari Umamah ra, Rasulullah saw bersabda, "Barangsiapa membaca ayat Kursi setiap kali selesai salat, maka tidak akan menghalangi dia masuk surga kecuali dia tidak mati (maksudnya, dia pasti masuk surga)." (HR an-Nasa'i dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban, at-Thabarani menambahkannya 'qulhuwallahu ahad' (yakni dan membaca surah Al-Ikhlash) ).

Semoga bermanfaat.


Seperempat abad



Assalamu'alaikum,


Peristiwa ulang tahun selalu identik dengan perayaan dan segala macamnya. Peristiwa ini pula yang kadang membuat sebagian orang merasa semakin tua.Sebagian ada yang menimbun dosa dan sebagian lagi ada pula yang menebus dosa. Ada juga yang menjadikan peristiwa ini sebagai tolak ukur kedewasaan seseorang.

Diwaktu kita berulang tahun yang ke 7 atau 8, yang ada saat itu kurang lebih perayaan yang dilengkapi dengan kue tart sekaligus lilin-lilin yang jumlahnya sama dengan umur kita saat itu, walau mungkin ada beberapa yang lebih memilih lilin nya satu tapi kue tart nya sejumlah umur kita hehe.

Jangan lupakan kado ! ya, itu pasti yang kita inginkan saat kita berulang tahun ke 7-8 karena saat itu sepertinya ngga afdol kalau ulang tahun kita ngga ada kado. Rasa deg-degan dan cemas disaat membuka kotak kado itulah yang kadang-kadang membuat kita tersenyum sendiri kalau di ingat-ingat. Pokoknya perasaan itu ngga tertandingi deh, karena perasaan cemas dan senang campur menjadi satu.

Ah ya...tanpa terasa tanggal 23 kemarin umurku mencapai seperempat abad. Sungguh
itu waktu yang terasa cukup lama bagiku untuk bisa tetap hidup di dunia. Aku kadang berpikir, apa yah yang sudah aku lakukan selama hidup di dunia selama seperempat abad ini ?. Berbagai macam rintangan dan cobaan hidup pernah aku lalui dari mulai jatuh, bangun, jatuh lagi, bangun lagi dan terus begitu sampai akhirnya aku merasa bahwa sudah saatnya aku bangun untuk seterusnya. Terima kasih untuk teman-teman semua atas ucapan selamat dan berbagai macam doa-doanya untuk saya. Jazakallah khair ya akhi wa ukhti. Semoga Allah memberi balasan yang setimpal juga buat kalian.

"Indra, selamat ulang tahun ya. Semoga ulang tahun ini bisa memicu Indra untuk mencari kehidupan di dunia dan di akhirat nanti serta mewujudkan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Amiin"
[SMS dari ibuku]

Thank you and i love you mom !


Wassalamu'alaikum





Uzlah

Rating:★★★★★
Category:Other

Oleh :

Subagio S Waluyo


Ibnu Athaillah Assukandary dalam Syarah Hikam menyebutkan bahwa dalam diri manusia terdapat bagian yang namanya al-qalbu (hati). Hati ini bisa membuat manusia sejahtera dan bisa pula membuat manusia sakit. Selanjutnya, dia mengatakan bahwa hati ini pula yang membuat tumbuhnya iman, tempat berseminya makrifat kepada Allah SWT, dan berkembangnya rasa keikhlasan.

Berkembangnya rasa keikhlasan manusia sangat dipengaruhi oleh gersang tidaknya hati manusia. Kegersangan hati manusia hanya bisa terobati oleh kedekatan dirinya pada Allah SWT. Bagaimana untuk bisa terus mendekatkan diri kepada Allah SWT? Hanya ada satu cara, yaitu ber-uzlah. Menurut Ibnu Athaillah, yang dimaksud dengan uzlah adalah menghadapkan hati secara terarah khusus kepada Allah SWT. Dengan demikian, menurut dia, hati akan terbebaskan dari masuknya gambaran-gambaran lain selain Allah SWT. Menurut Syekh Zarruq, orang yang ber-uzlah terbagi dalam tiga bagian. Pertama, orang yang ber-uzlah dengan hatinya saja sementara badannya tidak. Kedua, orang yang ber-uzlah badannya saja sementara hatinya tidak. Ketiga, orang yang ber-uzlah baik badan maupun hatinya.

Orang yang ber-uzlah menurut kriteria pertama adalah orang yang dapat memelihara hatinya dari keadaan sekitar dia. Meski hidup di tengah kemaksiatan, ia tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya. Orang yang ber-uzlah menurut kriteria kedua adalah orang yang terpengaruh oleh keadaan sekitarnya meskipun ia tinggal menyendiri. Sedangkan orang yang ber-uzlah menurut kriteria ketiga adalah orang yang benar-benar menjauhkan diri dari keadaan sekitarnya baik fisik maupun hatinya.

Uzlah yang terbaik menurut Ibnu Athaillah adalah uzlah-nya Ahlun Nihayah atau manusia yang berada pada tingkat sempurna. Berdasar penjelasannya, orang yang berada pada tingkat ini, ciri-cirinya lebih dekat dengan pelaku uzlah yang masuk kelompok pertama. Orang yang masuk kriteria pertama ini hidupnya diibaratkan seekor ikan yang hidup di laut. Ikan laut tidak akan terasa asin walaupun ia hidup di air laut yang begitu asin. Begitulah hidup orang yang beriman, sangat dekat kepada Allah SWT. Ia tidak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya yang penuh kemungkaran. Dia justru terus melawan kemungkaran itu.

Dakwah baginya merupakan kewajiban dalam rangka mencegah kemungkaran dan menegakkan yang makruf (QS Ali Imran: 104, 110). Tentu saja dakwah yang dilakukan adalah dakwah yang sesuai dengan perintah Allah SWT dan tuntunan Rasulullah SAW. Dakwah yang mengajak manusia untuk beriman kepada Allah SWT dengan cara memberi hikmah, memberi teladan yang baik, dan memperlakukan manusia dengan rasa kemanusiaan (QS An-Nahl: 125). Dengan dakwah seperti itu, manusia yang mendapatkan dakwahnya dapat melakukan uzlah untuk mencapai tingkat kesempurnaan (uzlah ahlun nihayah). Mudah-mudahan, dengan ber-uzlah kita semua bisa mencapai derajat takwa yang juga sempurna.

Wednesday, March 22, 2006

Buku : Dialog dengan aktifis JIL

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Reference
Author:Adnin Armas M.A
Judul : Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam Liberal
Penulis : Adnin Armas, M.A (*
Penerbit : Gema Insani Press
Resentor : Sufandi Maruih


JIL
alias Jaringan Islam Liberal merupakan kelompok atau komunitas intelektual Islam yang dalam beberapa hal memiliki pemikiran yang liberal dan sekuler atau biasa juga disebut berbeda. Terutama menyangkut pemikiran ke Islaman yang oleh kalangan Islam tradisional atau juga modern diyakini merupakan sesuatu yang sudah baku. Misalnya soal sekularisasi, otentisitas Al Our;an ada tidaknya syariat Islam, termasuk juga soal teologi atau keTuhanan, JIL membongkar keyakinan yang telah diyakini selama ini oleh kaum Muslim pada umumnya dengan pemikiran pemikiran yang liberal.

Dalam bagian lain, JIL terlalu lepas kendali. Ia telah terpengaruh oleh pemikiran kaum Kristen dan orang orientalis yang memang telah lama mendorong sekularisasi. Dan sekularisasi merupakan gagasan yang sentral bagi kelompok Islam Liberal yang dikomandoi oleh Ulil Abshor Abdalla ini. Pemikiran yang dikembangkan kelompok JIL ini memang telah lama dikembangkan oleh orang orientalis Barat dan misionaris Kristen yang kemudian kini dilakukan dalam proses sekularisasi dan liberalisasi Islam. Pembongkaran akar-akar ajaran Islam seperti dokonstruksi Al Qur’an dan tafsirnya merupakan pemikiran yang telah memasuki wilayah sensitive dalam keyakinan Islam. Dan JIL melakukan hal itu.

Demikian antara lain apa yang terungkap dalam buku berjudul Pengaruh Kristen Orientalis terhadap Islam Liberal yang ditulis oleh Adnin Armasm,MA ini. Buku ini menampilkan hasil dialog yang dilakukan oleh penulisnya, Adnin Armas, terhadap para aktivis JIL seperti Hamid Basyaib, Taufiq Adnan Amal dan juga Lutfi As Syaukanie, termasuk Ulil Abshor Abdalla dalam sebuah mailing list.

Selain memuat dialog hal-hal yang sensitive masalah Islam, buku ini juga menampilkan makalah dan wawancara mengenai pemikiran yang pernah dimuat dalam situs kelompok JIL. Agenda masa depan Islam Liberal JIL, teologi untuk negara modern, Islam dan keharusan sekularisasi serta pemahaman Islam kaffah, diungkap tuntas dalam buku panas ini.

Penulisnya sengaja menampilkan semuanya, sehingga pembaca diharapkan dapat memperoleh pelbagai pandangan dan argumentasi yang jelas. Apalagi setelah terbitnya buku wajah Liberal Islam di Indonesia oleh kajian Utan Kayu (2002)

Tidak ada Syariat Islam ?

Seperti diungkapkan dalam buku ini, menyangkut dialogi yang dilakukan penulis dan Luthfi As Syaukanie, bahwa menurut Luthfi tak ada syariat Islam. Saya pribadi ‘ kata Luthfi, menganggap bahwa konsep Syariat Islam tidak ada. Itu adalah karangan orang-orang yang datang belakangan yang memiliki idealisasi yang berlebihan terhadap Islam (sama seperti negara Islam, ekonomi Islam, Bank Islam , dan lain-lain)

Semua hukum yang diterapkan dalam masyarakat pada dasarnya adalah hukum positif. Termasuk hukum yang dibelakukan oleh Nabi. Kalaupun sumber konstitusinya berasal dari Al Qur’an, tambah luthfi, hal ini karena Muhammad adalah seorang Rasul. Dan beliau tidak memiliki konstitusi yang lebih baik yang available pada saat itu selain Al Qur’an..

Pada banyak kasus, delik-delik perundangan yang diterapkan Muhammad dan kawan kawannya malah mengambil semangat hukum adat (urf), termasuk dalam kasus rajam, potong anggota badan secara silang, pembakaran manusia (dalam kasus sodomi) dan denda (diyat, yang diambil dari kondifikasi Romawi dan Nabatean). Hanya sedikit yang beliau ambil dari Al Qur’an.

Mengapa ? karena Muhammad sedang berinteraksi dengan manusia, dengan orang Yahudi dan orang-orang tribal Madinah. Selama hukum merupakan refleksi dari dinamika sebuah masyarakat, maka apa yang dipraktekkan oleh Nabi (yang Anda sebut sunnah fi’liyyah) adalah keputusan manusiawi belaka. Tidak ada sesuatu yang istimewa yang harus dianggap sebagai sesuatu yang ‘unik’ Islami.

Apanya yang unik ? Ibadah haji saja, sebut Luthfi, warisan jahiliyyah, zakat warisan Romawi yang direvisi, sholat warisan Daud yang dimodifikasi, dan dalam sistem ekonomi Rasulullah menyetujui semua praktek ekonomi orang-orang Romawi yang saat itu mendominasi hampir semua urusan administrasi dan tata negara, kecuali riba. (orang orang Romawi atau siapa pun sesungguhnya akan berkeberatan jika riba yang dimaksud adalah transaksi merugikan orang lain).

Penulis buku ini adnin Armas  sangat sepakat dengan pendapat Luthfi assyaukanie diatas, Saudara Luthfi, kata Adnin dalam buku ini. Anda terlalu berani untuk menyimpulkan bahwa tidak ada Syariat Islam. Saya masih belum melihat kukuhnya argumentasi Anda. Tolong disebutkan referensi yang menyatakan syariat itu tidak ada agar kita dapat mendiskusikan referensi itu secara mendalam. Saya melihat Rasulullah SAW bukan hanya manusia biasa seperti kita. Saya juga berpendapat bahwa haji tidak dapat dikatakan warisan jahiliyyah, zakat warisan Romawi yang direvisi, sholat warisan Daud yang dimodifikasi, dan sistem ekonomi Rasulullah SAW menyetujui semua sistem ekonomi Romawi, kecuali Riba.

Saya melihat kata Adnin dalam menanggapi pendapat Luthfi, kalaupun ada sedikit persamaan, hal itu tidak berarti tidak adanya nilai fundamental dan nilai yang mendasar. Memang Rasulullah SAW juga membawa risalah yang pernah disampaikan nabi nabi sebelumnya. Sehingga disini muncul kemiripan. Tetapi tidak sama sekali menafikkan perbedaan yang sangat mendasar. Oleh karena itu, Islam (konsep syahadah dan syariatnya) adalah agama yang baru sama sekali. Bukan tiruan yang diubah sesuaikan. Disini saya ingat usaha orientalis yang ingin mensosialisasikan ide seperti pengaruh Yahudi dan Kristen sedemikian besar sehingga Islam tidak bisa dianggap superioritas dari agama lain.

Kendati mendapat serangan dan kontraversial, kelompok JIL nampak pede sekali. Bahkan dalam bagian akhir buku ini koordinasi JIL, Ulil Abshor, Abdalla optimis bahwa Islam yang diusungnyalah yang akan berkibar di masa depan. Saya semakin optimis, kata Ulil, bahwa Islam liberal ini akan menjadi maazhab ke depan yang segera akan menggantikan madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hambali, Ja’fary dan yang lain.

Adnin menanggapi pendapat Ulil itu dengan mengatakan masa depan Islam hanya pada Islam Liberal. Pernyataan ini terlalu berani. Bagaimana Anda yakin mengatakan hanya kepada sesuatu yang belum terjadi?  Yang jelas dalam buku ini memberikan kejelasan bagi pembaca mengenai pemikiran yang dilomtarkan kelompok JIL dan pada batas mana mereka telah melewati wilayah sensitif syariat Islam. Oleh penulis buku ini, semua itu dibedah dan dikorek dengan tajam melalui dialog interaktif dengan aktifis JIL.


(* Adnin Armas, M.A, menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo tahun 1992 dan melanjutkan ke Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), dalam bidang Filsafat. Memperoleh Sarjana dari International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) bidang Pemikiran Islam (Islamic Thought) dengan tesis berjudul Fakhruddin arRazi on Time pada tahun 2003.

Saat ini beliau adalah kandidat doktor di ISTAC UIAM aktif sebagai peneliti INSISTS (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization). Karya beliau antara lain adalah: Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an; Pengaruh Orientalis terhadap Islam Liberal. Di samping itu beliau sangat aktif menulis artikel-artikel ilmiah di beberapa majalah dan surat kabar di Indonesia.



Saturday, March 18, 2006

"Because I have what I am looking for...my God."

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh: Syamsi Ali
Imam Masjid Islamic Cultural Center of New York


Sekitar pukul 5 sore Senin kemarin, 13 Maret 2006, The Islamic Cultural Center of New York sebenarnya agak sepi. Saya juga sebenanrnya sudah bersiap-siap untuk pulang dan kembali ke kantor perwakilan RI untuk PBB New York. Resepsionis juga telah pulang sehingga kantor di Islamic Center memang telah kosong.

Tiba-tiba security datang ke kantor dan memberitahu jika ada dua orang yang ingin bertanya tentang Islam. Saya katakan, "Tunggu karena saya sudah bersiap-siap untuk berangkat.". Saya pun keluar ke ruang tunggun menemui mereka. Ternyata keduanya adalah gadis belia, kakak beradik. Yang tua bernama Lady Rodriguez berumur sekitar 20 tahun dan adiknya bernama Souly (menurutnya dari kata Soul) berumur sekitar 17 tahun. Keduanya adalah pelajar.

Sambil mempersilahkan duduk dengan tenang, saya memulai dengan pertanyaan-pertanyaan pribadi. Biasanya menanyakan nama, keluarga, sekolah, dll. Lalu dari mana mengenal Islamic Center dan juga pernahkan mendengar Islam sebelumnya, atau buku apa yang dibaca tentang Islam. Yang mengejutkan, ternyata keduanya mengenal Islam hanya dari internet. Bahkan ketika saya Tanya, apakah sudah punya Al Qur'an? Keduanya mengatakan bahwa mereka belum memilikinya, hanya sudah membacanya juga lewat internet.

Yang mengejutkan juga, di saat saya menjelaskan dasar-dasar keimanan (rukun Iman), tiba-tiba mata si Lady berkaca-kaca dan mengucurkan airmata. Ketika saya Tanya, apa gerangan yang menjadikannya menangis? Dijawabnya dengan terbata, "I feel happy." Saya tanya lagi, "Why?." Dijawabnya: "Because I have what I am looking for, my God.". Sementara adiknya hanya tersenyum mendengarkan penjelasan saya dan sekali-sekali mangguk-mangguk.

Saya menjelaskan rukun Iman, rukun Islam, tentu dengan membandingkan konsepsi iman dan ibadah antara Islam dan Katolik. Selain itu juga saya jelaskan tentang konsepsi Islam itu sendiri dalam kehidupan nyata manusia. Bahwa Islam itu adalah kehidupan kita. Dengan aturan Islam itulah kita hidup dengan lebih sehat dan bahagia. Beberapa hal memang saya rincikan, sepertyi pelarangan makan babi, minum Khamar, judi, hubungan tanpa nikah, dll. Tentu saya juga jelaskan bagaimana menjaga hubungan silaturrahim dengan semua pihak, khususnya dengan orang tua dan sanak keluarga.

Tanpa terasa, hampir sejam saya menjelaskan Islam kepada kedua gadis belia ini. Pada akhirnya saya tawarkan jika ada pertanyaan atau hal-hal yang perlu diklarifikasi. Keduanya menggelengkan kepala. Sayapun katakana, "Thank you for coming. Hopefully your have learned something about Islam." Tidak lupa saya katakan: "I will give you some reading materials. Read them carefully, and if you feel that Islam is the right way for you, come back again."

Tapi saya terkejut tiba-tiba Lady sekali lagi meneteskan airmata dan mengatakan, "I am ready." Hampir tidak percaya karena belajar Isalam dari internet tentu banyak misleading. Saya tanyakan jika orang tuanya tahu mengenai niatnya untuk masuk Islam. Lady menjawab, "My mom knows and she respect my decision." Segera saya mencari seorang Muslimah di masjid untuk mengajarnya mengambil wudhu. Rencanya syahadat akan saya bimbing menjelas didirikan shalat magrib sekitar pukul 6 sore itu.

Setelah selesai berwudhu, lebih mengejutkan lagi, ternyata adiknya juga ikut mengambil air wudhu dan menyatakan tekad mengikuti kakaknya masuk Islam. Alhamdulillah, setelah azan magrib sore kemarin, dengan memuji kebesaran Ilahi saya tuntun kedua gadis ini mengucapkan, "Ash-hadu an Laa ilaalah illaLLAH wa Ash-hadu anna Muhammadan rasulullah" disaksikan oleh ratusan jama'ah magrib di Islamic Center dan disambut dengan pekik ALlahu Akbar!

Iqamah untuk shalat magrib dikumandangkan. Lady dan Souly kini menjalankan shalat pertamanya sebagai Muslimah. Doaku mengiringi, semoga kalian berdua dikuatkan dan dituntun selalu ke jalan yang diridhaiNya.


New York, 14 Maret 2006.
(hidayatullah.com)


Thursday, March 16, 2006

Beda definisi "Seni" di Mata Barat dan Islam

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh: Thoriq *
Mahasiswa Syu'bah Syari'ah Islamiyah Al Azhar Mesir.
Tulisan ini dimuat di hidayatullah.com


Para seniman, artis, penyanyi, getol menolak RUU APP. Katanya, dengan RUU ini seni dan kreatifitas tak berkembang. Islam tak melarang seni, kecuali memang ia ketakutan tak bisa lagi 'bertelanjangria'.

Kasus kartun yang melecehkan Rasulullah saw, Satanic Verses Salman Rusdi, film Buruan Cium Gue, rencana majalah Playboy versi Indonesia, kasus Anjasmara 'telanjang', penolakan terhadap RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi yang dilakukan LSM-LSM feminis dan mereka yang mengatakan diri sebagai pekerja seni, serta puluhan kasus serupa yang telah menimbulkan keresahan masyarakat-hingga menyebabkan terjadinya demonstrasi dalam skala internasional, terjadi bisa dikarenakan akibat dari merebaknya ideologi kebebasan berekspresi, yakni paham liberal.

Paham ini, adalah sebuah ideologi "mentah" yang dipaksakan oleh negara-negara besar terhadap dunia ketiga.

Penulis mengatakan mentah karena ideologi ini dibiarkan cair tanpa batasan-batasan yang jelas, tidak heran jika di Barat ada konvoi wanita telanjang di jalan-jalan umum, ada pesta kaum nudis ada partysex, semuanya, berdalih 'kebebasan ekspresi dan seni'.

Mentah, juga karena tidak mungkin diterapkan secara fair karena jika hendak diterapkan secara fair maka mau tidak mau Barat juga harus bisa menerima "kebebasan ekspresi balasan". Walhasil ideologi kebebasan berekspresi versi Barat hanyalah teori di awang-awang, yang tidak bisa diterapkan kecuali dengan senjata dan standar ganda.

Kerusakan moral adalah penyakit serius yang sedang menjangkiti Barat akibat penerapan ideologi mentah ini, maka ketika mereka tidak bisa lagi mengatasi problem. Mau tidak mau, untuk menutupi semua borok, mereka memoles ideologi ini dengan jargon-jargon indah, serta mulai melakukan pemaksaan terhadap negara-negara Muslim untuk mengikutinya. Bahkan ada pihak-pihak yang berani memutar balikkan ayat serta maqasid syari'ah supaya umat Islam ramai-ramai menyambut hiruk-pikuk ideologi ini.

Tentu ideologi produk Barat berbeda dengan Islam. Islam adalah agama "realita", Islam bukanlah agama yang menyuruh umatnya untuk tinggal di kuil-kuil dan terus-menerus melakukan ritual meninggalkan kehidupan dunia, juga bukan ideologi yang mencampakkan penganutnya ke dalam lautan syahwat yang tidak bertepi, yang tidak mengenal halal-haram, tidak mengenal akhlak, serta menyebarkan kerusakan di mana-mana dengan dalih seni.

Islam dan Seni

Islam berinteraksi dengan manusia secara total, jiwa dan raganya, akal dan nuraninya. Jika nutrisi menghidupi badan, pengetahuan menghidupi akalnya, maka seni (al fann) yang menghidupi nuraninya.

Syeikh Yusuf Qardhawi dalam Al Islam wal Fann, hal 11-25, telah menjelaskan sikap Islam terhadap seni. Jika ruh seni adalah perasaan terhadap keindahan maka Al Qur'an sendiri telah menyebutkan "Yang membuat segala sesuatu, yang Dia ciptakan sebaik-baiknya…" (Q.S. As Sajdah:7)

Surat lain menyebutkan, "Sesungguhnya kami telah menciptkan manusia dengan bentuk yang sebaik-baiknya." (QS: At Tiin :4), dan bahkan, seorang mukmin dituntut agar selalu memiliki rasa yang dalam dan peka terhadap keindahan akan ciptaan Allah swt., firman Allah, "Apakah mereka tidak melihat langit di atas mereka, bagaimana kami telah meninggikan dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikit pun." (QS: Qaaf :6).

Dengan ini maka setiap mukmin menyukai keindahan dikarenakan efek dari keindahan Allah swt, yang juga menyukai keindahan, karena Al Jamiil (Yang Maha Indah) adalah salah satu dari nama-nama Allah swt.

Rasulullah saw. juga telah menjelaskan kepada beberapa sahabat yang mengira bahwa kecintaan terhadap keindahan bisa menafikan iman, dan menjadikan pelakunya terperosok dalam kesombongan, sebagiamana diceritakan sebuah hadist. Rasulullah bersabda,"Tidak akan masuk sorga siapa yang di hatinya ada rasa sombog, walau sebesar biji sawi." Maka berkatalah seorang lelaki, "Sesungguhnya ada seorang lelaki menyukai agar baju dan sandalnya menjadi bagus." Maka bersabda Rasulullah saw., "Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan." (HR. Muslim).

Di samping mukjizat aqliyah Al Qur'an sendiri adalah sebuah mukjizat jamaliyah. Sehingga bangsa Arab tunduk, serta tidak bisa menandingi keindahaan bahasanya, sampai sebagian mereka menyebutnya "sihir". Rasulullah sendiri telah bersabda, "Hiasilah Al Qur'an dengan suara kalian." (HR. Muslim).

Jika Islam menyeru umatnya untuk bisa merasakan, menikmati dan mentadaburi keindahan, maka tidak dilarang bagi umatnya untuk mengekspresikan keindahan yang ada dalam benak mereka.

Di masa lalu, para sahabat ra. manfsirkan Al Qur'an dengan syair-syair. Sebagaimana banyak dari para imam, disamping fuqaha' mereka juga mahir dalam bersya'ir, seperti Ibnu Mubarak dan bahkan Imam Syafi'i.

Maka, jika kaum perempuan, para seniman menuduh mengatakan, dengan Islam seni tak berkembang, boleh dikatakan, mereka hanyalah kumpulan orang-orang jahil yang tak benar-benar mengerti tentang Islam.

Batasan dan Tujuan Seni

Jika Islam membolehkan pemeluknya berkreativitas dan mengekspresikan apa yang ada di benak mereka, tentu Islam juga memandu agar kreativitas mereka bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan umat manusia, serta tidak dibiarkan ngloyor tanpa arah yang akhirnya saling tabrak, sehingga menyebabkan timbulnya madharat pada diri manusia sendiri.

Rasulullah bersabda, "Sesungguhnya sebagian dari syair itu hikmah". (HR. Muslim), jika sebagian dari syair adalah hikmah, maka mafhum-nya menyatakan bahwa ada dalam sya'ir hal-hal yang tidak mengandung hikmah atau bahkan berlawanan dengan hikmah itu sendiri, sebagaimana sya'ir-sya'ir yang memuji kebatilan, membanggakan kebohongan, menyeru kemungkaran, membakar syahwat, mengejek Allah swt. dan Rasul saw. dll.

Hanya penyair seperti inilah yang dicela Al Qur'an dan Islam. "Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidaklah kamu melihat bahwasannya mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwasannya mereka suka mengatakan apa yang mereka tidak kerjakan? Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal sholih dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah kedzaliman…"(QS: Asy Syu'ara':224-227).

Karena itu, dalam Islam, puisi dan sastra dalam artian khusus, serta seni dalam artian lebih luas, harus memiliki tujuan dan tugas.

Seni yang sahih adalah seni yang bisa mempertemukan secara sempurna antara keindahan dan al haq, karena keindahan adalah hakikat dari ciptaan ini, dan al haq adalah puncak dari segala keindahan ini. Oleh karena itu Islam membolehkan penganutnya menikmati keindahan, karena hal itu adalah wasilah untuk melunakkan hati dan perasaan.

Seni dalam Islam adalah penggerak nalar agar bisa menjangkau lebih jauh tentang apa yang berada di balik mater. Keindahan adalah salah satu sebab tumbuh dan kokohnya keimanan, sehingga keindahan itu menjadi sarana mencapai kebahagiaan dalam kehidupan. (Dalam Fannanul Muslim wal Ibda', Dr. Barakat Muhammad Murad, Manarul Islam No.353, Vol 30)

Dan sebaliknya Islam melarang penganutnya menikmati dan mengekspresikan tindakan-tindakan yang telah dilarang oleh agama, karena hal itu malah mencampakan para pelakunya kepada hal-hal yang merugikan diri mereka sendiri.

Maka para pekerja seni tidak perlu khawatir kehilangan mata pencarian dan terpasungnya kreatifitas jika RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi kelak disahkan, karena masih banyak ladang selain wilayah "terlarang", karena seni bukanlah sekedar pamer aurat, prektek ciuman di tempat umum, mendendangkan lirik-lirik jorok, eksibisi lukisan telanjang, juga bukan publikasi sajak-sajak porno.

Mengekpresikan keindahan tidak perlu dengan cara nenggak bir ketika membaca puisi. Kreativitas bukanlah sekedar memprodukis film-film tidak mendidik Di sana masih banyak ladang yang belum tergarap, yaitu seni yang membuahkan maslahat bagi kita bersama, yang membuat bangsa ini bermartabat, dan lebih mendekatkan diri kita kepada Allah swt.

Dengan kata lain, kita menginginkan seni yang tidak hanya berkutat pada seni itu sendiri, melainkan seni yang bisa mengantarkan kita menuju ridho-Nya. Karena itu, jika sebagaian kalangan seniman tiba-tiba merasa 'kebakaran' dengan RUU yang seharusnya melindungi martabat semua orang, kita perlu berprasangka buruk. Jangan-jangan, mereka adalah seniman yang sangat takut kehilangan 'ladangnya' atas karya-karya joroknya. Sebab dengan disahkan RUU ini, praktis, mereka tidak lagi bisa 'praktek'.

Karena itu kita terheran-heran, seorang Muslimah, lahir dan besar di kota santri seperti Pasuruan, di mana hidup dilingkungan ulama, justru bangga dengan menari erotisnya dan getol menolak RUU APP. Jangan-jangan, dia memang tak paham Islam, atau takut tak bisa menikmati kekayan dunia, karena tak bisa lagi mencari uang kecuali berlenggak-lenggok dan menari erotis? Wallahu'alam bishowab.

ps: gambarnya emang sedikit ngga ada hubungannya sih, tapi bodo amat ah...


Wednesday, March 15, 2006

Lima Puluhan Ulama dan Tokoh Saudi Nyatakan Dukung Hamas

Rating:★★★★★
Category:Other

eramuslim - Tekanan terhadap perkembangan paska kemenangan Hamas di Palestina masih terus berlangsung dari berbagai arah. Secara mengejutkan, 50-an ulama dan tokoh Saudi Arabia mengeluarkan rekomendasi yang berisi dukungan terhadap Hamas. Mengejutkan karena, sebelum ini sangat jarang kelompok ulama dan tokoh Saudi vokal bersuara dalam urusan politik, meskipun urusan politik luar negeri. Berikut bunyi rekomendasi mereka:

Di antara berbagai bentuk pertolongan Allah kepada umat ini adalah, Allah mengokohkan kaum mukminin dan mujahidin di bumi ini sehingga Kalimatullah menjadi tinggi, panji-panji tauhid berkibar. Sesungguhnya kemenangan yang diraih Hamas di Palestina, yang dilatarbelakangi oleh kaum Muslimin yang melakukan aksi jihad dan perlawanan Islam mengusir penjajah, adalah buah bagi bangsa Palestina yang mujahid dan selalu bersabar, serta melanjutkan perlawanan heroik hingga mempersembahkan pengorbanan nyawa.

Apa yang dilakukan itu telah membangkitkan semangat kebanggaan dan ketinggian iman dalam jiwa kaum Muslimin untuk dapat menghidupkan cita-cita dan meningkatkan mentalitas mereka.

Kami dalam kesempatan ini, menyampakan sejumlah harapan kepada keluarga kami, saudara kami di Palestina khususnya, dan saudara kami kaum Muslimin di seluruh dunia:

1. Kami menyerukan seluruh umat Islam, penguasa maupun rakyat, untuk berdiri bersama pilihan rakyat Palestina, mendukung mereka dengan dukungan materil dan moril. Sesungguhnya langkah seperti itulah yang dituntut dari persaudaraan Islam dan kewajiban untuk memberikan loyalitas serta dukungan kepada kaum Muslimin sebagaimana firman Allah swt, “Dan kaum Mukminin dan Mukminat itu satu sama lain adalah saling melindungi.” Juga sabda Rasulullah saw, “Permisalan kaum Mukminin dalam kasih dan sayang di antara mereka adalah laksana tubuh yang satu. Jika ada salah satu anggota tubuh yang mengeluh sakit, maka seluruh tubuh akan menderita demam dan tidak bisa tidur.”

2. Tidak memberi kesempatan pada musuh-musuh Islam, termasuk Zionis Israel dan sekutunya, serta orang-orang yang ingin menggagalkan usaha Islam dan jihad di bumi Palestina, agar penguasa Palestina terpilih tunduk dan gagal. Sedangkan tidak memberi kesempatan pada musuh-musuh itu tidak bisa terjadi kecuali dengan saling membantu oleh kaum Muslimin terhadap bangsa Palestina, dengan dukungan dan pertolongan serta dengan terintegrasinya kemampuan para pakar ilmu dan pemikiran dengan para pimpinan Islam melalui saling menasihati dan musyawarah. Juga dengan mempersatukan bangsa Palestina, melindunginya dari perselisihan dan perpecahan yang kini banyak melanda masyarakat Islam.

3. Kami menyerukan seluruh kelompok Islam dan organisasi jihad di Palestina agar pada waktu sekarang, berdiri bersama Hamas yang telah dipilih oleh rakyat Palestina, guna menghadap upaya tekanan dan serangan untuk mengubah prinsip perjuangan Hamas.

4. Kami mengetahui bahwa Hamas telah terbukti keberadaannya dan kesuksesannya karena jihad telah menjadi salah satu prinsipnya. Juga karena kejelasan pandangannya terhadap musuh Zionis Israel yang menjajah Palestina. Dan prinsip-prinsip itu pula yang menjadikan mereka sukses dalam pemilu. Kami mendukung mereka dalam hal ini. Karena apa yang dilakukan Hamas selama ini tidak lain merupakan kemenangan yang telah mereka peroleh sebelum kemenangan politik.

5. Kami menyerukan kepada bangsa Palestina agar bersama pimpinannya yang legal, dan bertahan menghadapi ancaman yang dilancarkan musuh Zionis terhadap bangsa Palestina yang Muslim. Ingatlah firman Allah swt, “Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dan dirizkikan dari sisi yang tidak di duga-duga.” Jadikanlah Rasulullah dan para sahabatnya sebagai uswah dalam kesabaran atas penderitaan yang mereka alami di jalan Allah sampai Allah swt membukakan kemenangan atas mereka.

Allah swt Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad saw.

  1. Dr.Ibrahim bin Muhammad Al-Jarrullah, pakar dan penulis
  2. Dr.Ahmad bin Abdullah Az-Zahrani – Mantan Dekan Fakultas Al-Quran di Universitas Islam Madinah.
  3. Syaikh Ahmad bin Abdullah Ali Syaiban – Mantan Menteri Pendidikan dan Pengajaran Saudi.
  4. Dr.Ahmad bin Sa’d bin Gharm Al-Ghamidi – Dosen Fakultas Pengajaran di Al-Bahah.
  5. Syaikh Jamal bin Ibrahim An-Najm – Dosen Al-Ma’had Al-Ilmi
  6. Dr. Syarif Hamzah bin Husain – Dosen Universitas Ummul Qura Makkah
  7. Dr. Hamzah bin Zuhair bin Hafiz – Dosen Universitas Islam Madinah
  8. Dr. Husein Masyhur Al-Hazimi – Dosen
  9. Dr. Khalid bin Utsman As-Sabt – Fakultas Muallimin di Ad-Damam
  10. Khalid bin Ibrahim Al-Falj – Guru di pangkalan udara Riyadh
  11. Dr. Khaled bin Abdurrahman Al-Ajimi – Anggota Forum Pengajaran Unversitas Al-Imam di Riyadh
  12. Dr. Khaled bin Ibrahim Duwaesh – Dosen
  13. Dr. Su’ud bin Abdullah Al-Fanisan – Mantan Dekan Fakultas Syariah di Universitas Al-Imam Riyadh.
  14. Sa’d bin Nashir Al-Ghanam – Menteri Pendidikan dan Pengajaran di Al-Kharaj
  15. Dr. Sulaiman bin Hamd Al-Audah – Dosen Universitas Al-Qashim
  16. Dr. Shalih bin Muhammad Zahrani – Direktur MaDr.sah Tahfizul Quran di Thaif
  17. Dr. Shalih bin Sulaiman Al-Amir – Dosen
  18. Dr. Abdullah bin Muhammad Al-Ghaniman – Dosen Aqidah di Universitas Islam Madinah
  19. Dr. Ali bin Said Al-Ghamidi – mantan dosen dan pengacara
  20. Abdul Aziz bin Marzuq At-Tharifi – Peneliti ilmiyah di Departemen Masalah Islam Riyadh
  21. Dr. Abdullah bin Abdullah Az-Zaid – Mantan Direktur Universitas Islam Madinah
  22. Dr. Abdullah bin Nashir Shubaih – Dosen
  23. Dr. Abdullah bin Abdul Aziz Zaidi – dosen
  24. Dr. Abdullah bn Wakil Syaikh – Dosen
  25. Dr. Iwadh bin Muhammad Al-Qarni – Pengacara dan mantan dosen
  26. Abdul Aziz bin Muhammad Al-Wahibi – Pengacara
  27. Dr. Abdurrahman bin Shalih Mahmud – Dosen Aqidah di Universitas Al-Imam Riyadh
  28. Dr. Abdurrah,an bin Ahmad Madkhali – Dosen Fakultas Pengajara di Jizan
  29. Dr. Ali bin Umar Badihdah – Dosen Universitas Al-Malik Abdul Aziz Jeddah
  30. Dr. Ali bin Hasan Asiri – Dosen Universitas Al-Malik Abdul Aziz Jeddah.
  31. Muhammad bin Ahmad Faraj – Dosen Tamu Universitas Al-Imam Riyadh
  32. Muhammad bin Sulaiman Al-Mas'ud – Hakim di Mahkamah Ammah Jeddah
  33. Dr. Muhammad bin Shalih Al-Ali, Dosen Kebudayaan Islam di Universitas Al-Imam di Al-Ihsa
  34. Dr. Muhsin bin Husain Al-Iwaji – Mantan Dosen
  35. Dr. Muhammad bin Said Qahthani – Dosen Aqidah di Universitas Ummul Qura
  36. Dr. Muhammad bin Hamid Al-Ahmari – Pengamat dan Penulis
  37. Dr. Masfar bin Ali Al-Qahthni – Dosen Universitas Al-Malik Fahd
  38. Dr. Mahdi bin Muhammad Al-Hukmi – Dosen Fakultas Pengajaran Jizan
  39. Dr. Muhammad bin Musa Syarif – Dosen Kebudayaan Islam di Universitas Malik Abdul Aziz Jeddah
  40. Muhammad Hasan Hazimi – Direktur Organisasi Ighotsah di Hazan
  41. Dr. Nashir bin Sulaiman – Direktur situs Al-Muslim
  42. Dr. Nashiruddin Saad Rasyid – Dosen Universitas Al-Malik Suud di Riyadh
  43. Dr. Yusuf bin Abdullah Ahmad – Dosen Fiqih di Universitas Al-Imam Riyadh
  44. Dr. Ibrahim bin Muhammad Syahawan – Dosen Universitas Al-Malik Suud di Riyadh
  45. Dr. Ahmad Rasyid bin Said – Dosen di Universitas Al-Malik Suud di Riyadh
  46. Dr. Muhammad bin Umar Zubair – Mantan Direktur Universitas Malik Abdul Aziz
  47. Dr. Muhammad bin Umar Jumajum – Mantan Dosen
  48. Dr. Abdul Aziz bin Sulaiman Al-Khariji – pengusaha Jeddah
  49. Zuhair bin Abdul Hamid bin Khayath – pengusaha Jeddah
  50. Dr. Ibadurrahman bin Abdullah Syahri – Dosen Ummul Qura
  51. Dr. Saad bin Ali Syahrani – Dosen Ummul Qura

Tuesday, March 14, 2006

Diskusi Kajian Islam dirumahku

Start:     Mar 19, '06
Location:     Rumahku
Assalamu'alaikum,

Hari Minggu ini tanggal 19 Maret jam 4 sore, ada diskusi kajian Islam lagi dirumahku. Pembicaranya seperti biasa yaitu Ustadz Fauzi Nurwahid. Topiknya belum ketemu nih sampai sekarang, ngga tau ilang dimana . Kalo ada yang mau nyumbang usul tentang topiknya boleh kok dan kalo ada yang mau bawa makanan juga lebih boleh lagi hihihi kidding. Ngga perlu bawa apa-apa kok, cukup bawa diri sama keikhlasan untuk mencari ilmu agama. Itu saja.

Ya pokoknya kalau bisa hadir alhamdulillah, yang ngga bisa awas aja !. Tiada kesan tanpa kehadiranmu.

Wassalamu'alaikum

Monday, March 13, 2006

Fakta Sejarah Kontribusi Islam dalam Kemajuan Peradaban Barat

Rating:★★★★★
Category:Other

eramuslim - Peradaban Islam telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi peradaban Barat, namun masih banyak yang mengabaikan kenyataan itu. Sejumlah kurator seni mengungkapkan hal tersebut dalam pameran bertajuk '1001 Inventions: Discover the Muslim Heritage of Our World' yang dibuka pekan ini, diselenggarakan atas kerjasama British Home Office dan Departemen Perdagangan dan Perindustrian.

Pameran ini menampilkan wajah peradaban Islam dan kontribusinya bagi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni pada masa abad kegelapan dalam sejarah Eropa. Beragam inovasi dari peradaban Islam, mulai dari kios-kios dan catur sampai kincir angin dan ilmu memecahkan sandi rahasia-kesemua ilmu itu sangat populer dan cenderung diasosiasikan sebagai hasil peradaban Barat, padahal aslinya ditemukan oleh para ilmuwan dan cendikiawan Muslim.

Berdasarkan lebih dari 3.000 kajian kalangan akademisi, pameran nasional ini menyajikan inovasi-inovasi Islam dalam kurun waktu sepuluh dekade 'sejarah yang hilang' antara abad ke-6 sampai abad ke-16 mulai dari kawasan Cina sampai selatan Spanyol. Proyek pameran peradaban Islam ini diawali di Musium Ilmu Pengetahuan dan Industri Manchester dan akan digelar ke sejumlah kota di Inggris.

Target pengunjung antara lain pada siswa sekolah dan guru-guru mereka. Pameran dilengkapi dengan buku tuntutan dan sumber-sumber yang bisa dicari secara online.

Profesor Salim al-Hassani, yang selama lima tahun ini mengepalai proyek riset penyusunan dan validasi untuk penyelenggaraan pameran ini mengungkapkan, "Jika anda bertanya pada orang-orang kebanyakan tentang darimana kacamata atau kamera atau pulpen berasal, hanya sebagian kecil yang menjawab dari umat Islam."

"Banyak kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan ini yang diterima sebagai fakta di kalangan akademisi, tapi kebanyakan masyarakat luas-karena sifat alamiah sistem pendidikan-sama sekali tidak menyadari darimana sebenarnya semua itu berasal," sambungnya.

Profesor al-Hassani yang menguasai ilmu teknik mekanik, memanfaatkan manuskrip yang berasal dari abad ke-13 untuk membuat rekonstruksi pompa air dan mesin-mesin pengangkut alat berat yang canggih. "Teknologi di balik ilmu mekanik ini sangat luar biasa canggih untuk masa itu dan akhirnya melahirkan mesin-mesin yang sampai saat ini masih digunakan oleh mobil-mobil," ujarnya.

Tema sentral dari pameran inovasi peradaban Islam ini memang untuk saling berbagi ilmu dan budaya antar peradaban dan pengaruh yang ditinggalkannya sampai jaman modern ini. Sebagai contoh, musisi dan perancang busana terkenal dari abad ke-9 bernama Ziryab, yang melakukan perjalanan dari Irak ke Andalusia, Spanyol, adalah tokoh yang memperkenalkan konsep makan tiga kali sehari.

Sementara itu, minat kalifah al-Ma'mum pada bidang astronomi, mendorongnya untuk membangun sejumlah observatorium besar dilengkapi dengan peralatan astronomi yang canggih dan berhasil menemukan analisa-analisa tentang perbintangan yang sangat mengagumkan.

Pihak penyelenggara pameran, Foundation for Science, Technology and Civilisation yang berbasis di Manchester berharap, pameran ini mampu mendorong adanya audit terhadap kurikulum nasional untuk memastikan bahwa kurikulum itu mengakui prestasi-prestasi yang dihasilkan peradaban Islam serta meningkatkan pengetahuan yang luas tentang perpindahan peradaban dari abad ke abad.

"Bagi kebanyakan siswa sekolah, sejarah ilmu pengetahuan hampir tidak tersentuh dan jauh dari jangkauan. Kita perlu mengubah cara kita menjelaskan tentang kemajuan peradaban di sekolah-sekolah kita," kata Yasmin Khan, manajer proyek pameran.

Tahun lalu, pemerintah Inggris menolak upaya yang dilakukan kelompok kerja bidang pendidikan yang mengusulkan agar seluruh sistem pendidikan harus menanamkan 'nilai-nilai yang lebih mencerminkan Islam dan peradabannya.'

Profesor Mark Halstead, seorang dosen pendidikan moral di Plymouth University menyatakan, perlu adanya pelatihan yang lebih baik bagi para guru untuk mengajarkan kurikulum pelajaran tentang kontribusi peradaban Islam.

"Islam perlu diberi tempat yang sama dengan sejarah kelompok lainnya seperti sejarah Romawi dan Yunani kuno. Ketika Eropa hidup dalam abad kegelapan, peradaban Islam justru berkembang pesat, dan kemajuan pada periode ini lebih relevan dengan perkembangan dunia modern sekarang ini dibandingkan dengan pada masa Mesir Kuno dan Aztek," paparnya.

Kisah : Janji Bertemu Di Surga

Rating:★★★★★
Category:Other
Al-Mubarrid menyebutkan dari Abu Kamil dari Ishaq bin Ibrahim dari Raja' bin Amr An-Nakha'i, ia berkata:

"Adalah di Kufah, terdapat pemuda tampan, dia kuat beribadah dan sangat rajin. Suatu saat dia mampir berkunjung ke kampung dari Bani An-Nakha'. Dia melihat seorang wanita cantik dari mereka sehingga dia jatuh cinta dan kasmaran. Dan ternyata, si wanita cantik ini pun begitu juga padanya. Karena sudah jatuh cinta, akhirnya pemuda itu mengutus seseorang melamarnya dari ayahnya.

Tetapi si ayah mengabarkan bahwa putrinya telah dijodohkan dengan sepupunya. Walau demikian, cinta keduanya tak bisa padam bahkan semakin berkobar. Si wanita akhirnya mengirim pesan lewat seseorang untuk si pemuda, bunyinya, "Aku telah tahu betapa besar cintamu kepadaku, dan betapa besar pula aku diuji dengan kamu. Bila kamu setuju, aku akan mengunjungimu atau aku akan mempermudah jalan bagimu untuk datang menemuiku di rumahku".

Dijawab oleh pemuda tadi melalui orang suruhannya, "Aku tidak setuju dengan dua alternatif itu. "Sesungguhnya aku merasa takut bila aku berbuat maksiat pada Rabbku akan adzab yang akan menimpaku pada hari yang besar." [QS Yunus: 15]. Aku takut pada api yang tidak pernah mengecil nyalanya dan tidak pernah padam kobarannya."

Ketika disampaikan pesan tadi kepada si wanita, dia berkata: "Walau demikian, rupanya dia masih takut kepada Allah? Demi Allah, tak ada seseorang yang lebih berhak untuk bertakwa kepada Allah dari orang lain. Semua hamba sama-sama berhak untuk itu." Kemudian dia meninggalkan urusan dunia dan menyingkirkan perbuatan-perbuatan buruknya serta mulai beribadah mendekatkan diri kepada Allah.

Akan tetapi, dia masih menyimpan perasaan cinta dan rindu pada sang pemuda. Tubuhnya mulai kurus dan kurus menahan perasaan rindunya, sampai akhirnya dia meninggal dunia karenanya. Dan si pemuda itu seringkali berziarah ke kuburannya, dia menangis dan mendo'akannya. Suatu waktu dia tertidur di atas kuburannya. Dia bermimpi berjumpa dengan kekasihnya dengan penampilan yang sangat baik. Dalam mimpi dia sempat bertanya:

"Bagaimana keadaanmu? Dan apa yang kau dapatkan setelah meninggal?"

Dia menjawab: "Sebaik-baik cinta wahai orang yang bertanya adalah cintamu. Sebuah cinta yang dapat menggiring menuju kebaikan".

Pemuda itu bertanya: "Jika demikian, kemanakah kau menuju?"

Dia jawab: "Aku sekarang menuju pada kenikmatan dan kehidupan yang tak berakhir. Di Surga kekekalan yang dapat kumiliki dan tidak akan pernah rusak."

Pemuda itu berkata: "Aku harap kau selalu ingat padaku di sana, sebab aku di sini juga tidak melupakanmu."

Dia jawab: "Demi Allah, aku juga tidak melupakanmu. Dan aku meminta kepada Tuhanku dan Tuhanmu (Allah Subha-nahu wa Ta'ala) agar kita nanti bisa dikumpulkan. Maka, bantulah aku dalam hal ini dengan kesungguhanmu dalam ibadah."

Si Pemuda bertanya: "Kapan aku bisa melihatmu?"

Jawab si wanita: "Tak lama lagi kau akan datang melihat kami."

Tujuh hari setelah mimpi itu berlalu, si pemuda dipanggil oleh Allah menuju kehadiratNya, meninggal dunia.


Source :

alsofwah.or.id

Kisah : Taubat sejati

Rating:★★★★★
Category:Other

Imam Malik bin Dinar mengajari kita dalam bagian ini tentang seorang pemuda kecil di waktu haji, dengan bertutur,

"Ketika kami mengerjakan ibadah haji, kami mengucapkan talbiyah dan berdoa kepada Allah, tiba-tiba aku melihat pemuda yang masih sangat muda usianya memakai pakaian ihram menyendiri di tempat penyendiriannya tidak mengucapkan talbiyah dan tidak berdzikir mengingat Allah seperti orang-orang lainnya. Aku mendatanginya dan bertanya, 'mengapa dia tidak mengucapkan talbiyah ?'"

Dia menjawab, "Apakah talbiyah mencukupi bagiku, sedangkan aku sudah berbuat dosa dengan terang-terangan. Demi Allah! Aku khawatir bila aku mengatakan labbaik maka malaikat menjawab kepadaku, 'tiada labbaik dan tiada kebahagiaan bagimu'. Lalu aku pulang dengan membawa dosa besar."

Aku bertanya kepadanya, "Sesungguhnya kamu memanggil yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Dia bertanya, "Apakah kamu menyuruhku untuk mengucapkan talbiyah? "

Aku menjawab, "Ya."

Kemudian dia berbaring di atas tanah, meletakkan salah satu pipinya ke tanah mengambil batu dan meletakkannya di pipi yang lain dan mengucurkan air matanya sembari berucap, "Labbaika Allaahumma labbaika, sungguh telah kutundukkan diriku kepada-Mu dan badan telah kuhempaskan di hadapan-Mu."

Lalu aku melihatnya lagi di Mina dalam keadaan menangis dan dia bekata, "Ya Allah, sesungguhnya orang-orang telah menyembelih kurban dan mendekatkan diri kepada-Mu, sedangkan aku tidak punya sesuatu yang bisa kugunakan untuk mendekatkan diri kepadamu kecuali diriku sendiri, maka terimalah pengorbanan dariku. Kemudian dia pingsan dan tersungkur mati. Akupun mohon kepada Allah agar dia mau menerimanya.

Sumber:
Asyabalunal 'Ulama
(65 Kisah Teladan Pemuda Islam Brilian)
Muhammad Sulthan

Kisah : Saad bin Abi Waqqash dan Ibunya

Rating:★★★★★
Category:Other

Seorang pemuda berusia tujuh belas tahun menceritakan kisah keislamannya. Saad bin Abi Waqqash, nama pemuda itu berkata, "Pada suatu malam, di tahun ini, saya bermimpi seolah-olah tenggelam di dalam kegelapan yang bertumpuk-tumpuk. Ketika saya terbenam di dalam kegelapan itu, tiba-tiba ada cahaya bulan yang menerangiku. Saya kemudian mengikuti arah cahaya itu dan saya dapati di sana ada sekelompok manusia, di antara mereka terdapat Zaid bin Haritsash, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar Ash-Shidiq. Saya bertanya, "Sejak kapan kalian ada di sini?" Mereka menjawab, "Satu jam."

Manakala siang telah muncul, saya mendengar suara dakwah Muhammad saw. kepada Islam. Saya meyakini bahwa saya sekarang berada di dalam kegelapan dan dakwah Muhammad saw. adalah cahaya itu. Maka, saya pun mendatangi Muhammad dan aku dapati orang-orang yang kujumpai dalam mimpi, ada di samping beliau. Maka, aku pun masuk Islam.

Tatkala ibu Sa'ad mengetahui hal ini, dia mogok makan dan minum, padahal Sa'ad sangat berbakti kepadanya sehingga dia merayunya setiap waktu mengharapkannya untuk mau makan walau hanya sedikit, tapi ibunya menolak. Manakala Sa'ad melihat ibunya tetap teguh berpendirian, dia berkata kepadanya, "Wahai ibu! Sesungguhnya saya sangat cinta kepadamu, namun saya lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. Demi Allah, seadainya engkau mempunyai seratus nyawa lalu keluar dari dirimu satu persatu, aku tidak akan meninggalkan agamaku ini demi apapun juga."

Tatkala sang ibu melihat keteguhan hati anaknya, dia pun menyerah lalu kembali makan dan minum meskipun tidak suka. Allah kemudian menurunkan ayat tentang mereka yang artinya, "Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kaum mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik." (Luqmaan: 15)

Maha Benar Allah yang Maha Agung.


Sumber:

Asyabalunal 'Ulama (65 Kisah Teladan Pemuda Islam Brilian)
Muhammad Sulthan.

Friday, March 10, 2006

Buku : Biografi 10 Imam Besar

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Syaikh M.Hasan Al-Jamal
Abu Hanifah sangat mencintai ibunya, ia selalu taat dan berbakti kepadanya, serta tidak pernah sedikitpun menolak perintahnya, walaupun yang diperintahkan itu sangat berat dan tidak mudah dikerjakan. Ia berpendapat bahwa ketaatannya kepada ibunda merupakan bagian dari ketaatan kepada Allah.

Abu Hanifah juga sering mengantar ibunya setiap malam Ramadhan ke Dar Umar bin Dzar, yang jaraknya cukup jauh sekitar tiga mil dari rumahnya, untuk menunaikan shalat tarawih, mendengarkan pelajaran dan ceramah, serta untuk bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Setiap kali Abu Hanifah mendapatkan ujian di medan dakwah dan disiksa cambuk karenanya, Ia selalu berkata; "Demi Allah, bukan pukulan cambuk ini yang menyakitkanku, melainkan cucuran airmata ibundaku yang membuat hatiku terluka"....

*****

Kisah-kisah semacam Abu Hanifah ini banyak kita temui didalam buku ini. Biografi dan kisah para imam yang disebutkan di buku ini adalah, Imam Abu Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam As-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu Hazm, Al-Hasan Al-Bashri, Al-Laits bin Sa'ad, Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Imam Asy-Syaukani.

Mudah-mudahan buku yang diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar tersebut dapat membuat kita menjadi insan yang lebih baik lagi di hadapan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Amin.


Keponakan Juwie lagi




Keponakan Juwie




Thursday, March 9, 2006

Kisah Intelektual Nasr Hamid Abu Zayd, Pengusung tafsir Hermeneutika

Rating:★★★★
Category:Other
Oleh:

Dr. Syamsuddin Arief
PhD dari ISTAC-IIUM Kuala Lumpur,
dan sekarang sedang menulis disertasi PhD kedua
di Departemen Orientalistik Universitas Frankfurt, Jerman


Nama Nasr Hamid Abu Zayd, intelektual asal Mesir yang ‘kabur’ ke Belanda dan kini mengajar di universitas Leiden itu, pertama kali saya dengar dari Profesor Arif Nayed, seorang pakar hermeneutika yang pernah menjadi guru besar tamu di ISTAC Malaysia, sekitar tujuh tahun yang lalu. Perkembangan kasusnya saya ikuti dari liputan media dan laporan jurnal. Misalnya, lewat artikel Stefan Wild, “Die andere Seite des Textes: Nasr Hamid Abu Zaid und der Koran” dalam jurnal die Welt des Islam, no.33 (1993), hlm. 256-261, tulisan Navid Kermani, “Die Affaere Abu Zayd: Eine Kritik an religioesen Diskurs und ihre Folgen” dalam jurnal Orient, no.35 (1994), hlm. 25-49, dan Charles Hirschkind, “Heresy or Hermeneutics: The Case of Nasr Hamid Abu Zayd” dalam American Journal of Islamic Social Sciences (AJISS) vol.12, no.4 (1995).

Terus-terang saya tidak begitu tertarik oleh teori dan ide-idenya mengenai analisis wacana, kritik teks, apalagi hermeneutika. Sebabnya, saya melihat apa yang dia lontarkan kebanyakan –untuk tidak mengatakan seluruhnya– adalah gagasan-gagasan ‘nyleneh’ yang diimpor dari tradisi pemikiran dan pengalaman intelektual masyarakat Barat, yang notabene sekuler dan suka mengolok-olok dan mengutak-atik agama (ittakhadhuu diinahum huzuwa wa la’iba). Kita tidak tahu pasti apa motif-motifnya dan apa tujuan Nasr Hamid Abu Zayd sebenarnya. Itu di luar kemampuan dan kewenangan kita; hanya Tuhan dan dia sendiri yang tahu.

Namun berdasarkan tulisan-tulisan dan statement-nya, kita (khususnya para ulama dan kalangan spesialis kajian Islam) berhak dan berkewajiban memberikan penilaian (benar atau salah), menentukan sikap (menerima atau menolak), mengambil posisi (membela atau menghukum), dan menyatakan itu semua secara kritis dan ilmiah, adil dan tegas. Tidak boleh diam, masa bodoh, pura-pura tidak tahu, atau plin-plan.

Siapa sebenarnya Nasr Hamid Abu Zayd? Ia orang Mesir asli, lahir di Tantra, 7 Oktober 1943. Pendidikan tinggi, dari S1 sampai S3, jurusan sastra Arab, diselesaikannya di universitas Cairo, tempatnya mengabdi sebagai dosen sejak 1972. Namun ia pernah tinggal di Amerika selama dua tahun (1978-1980), saat memperoleh beasiswa untuk penelitian doktoralnya di Institute of Middle Eastern Studies, University of Pennsylvania, Philadelphia. Karena itu ia menguasai bahasa Inggris lisan maupun tulisan.

Ia juga pernah menjadi dosen tamu di universitas Osaka, Jepang. Di sana ia mengajar bahasa Arab selama empat tahun (Maret 1985-Juli 1989). Karya tulisnya yang telah diterbitkan antara lain: [1] “Rasionalisme dalam Tafsir: Studi Konsep Metafor menurut Mu’tazilah” (al-Ittijah al-‘Aqliy fi-t Tafsir: Dirasah fi Mafhum al-Majaz ‘inda al-Mu’tazilah. Beirut 1982), [2] “Filsafat Hermeneutika: Studi Hermeneutika al-Qur’an menurut Muhyiddin ibn ‘Arabi” (Falsafat at-Ta’wil: Dirasah fi Ta’wil al-Qur’an ‘inda Muhyiddin ibn ‘Arabi. Beirut, 1983), [3] “Konsep Teks: Studi Ulumul Qur’an” (Mafhum an-Nashsh: Dirasah fi ‘Ulum al-Qur’an. Cairo, 1987), [4] “Problematika Pembacaan dan Mekanisme Hermeneutik” (Isykaliyyat al-Qira’ah wa Aliyyat at-Ta’wil. Cairo, 1992), [5] “Kritik Wacana Agama” (Naqd al-Khithab ad-Diniy. 1992) dan [6] “Imam Syafi’i dan Peletakkan Dasar Ideologi Tengah” (al-Imam asy-Syafi’i wa Ta’sis Aidulujiyyat al-Wasathiyyah. Cairo, 1992). Kecuali nomor satu dan dua, yang berasal dari tesis master dan doktoralnya, tulisan-tulisan Abu Zayd telah memicu kontroversi dan berbuntut panjang.

Ceritanya bermula di bulan Mei 1992. Abu Zayd mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di fakultas sastra universitas Cairo. Beserta berkas yang diperlukan ia melampirkan semua karya tulisnya yang sudah diterbitkan. Enam bulan kemudian, 3 Desember 1992, keluar keputusannya: promosi ditolak. Abu Zayd tidak layak menjadi profesor, karya-karyanya dinilai kurang bermutu bahkan menyimpang dan merusak karena isinya melecehkan ajaran Islam, menghina Rasulullah Saw, meremehkan al-Qur’an dan menghina para ulama salaf. Abu Zayd tidak bisa menerima dan protes.

Beberapa bulan kemudian, pada hari jum’at 2 April 1993, Profesor Abdushshabur Syahin, yang juga salah seorang anggota tim penilai, dalam khotbahnya di Mesjid ‘Amru bin ‘Ash, menyatakan Abu Zayd murtad.

Pernyataan Ustadz Syahin diikuti oleh para khatib di mesjid-mesjid pada hari jum’at berikutnya. Mesir pun heboh. Harian al-Liwa’ al-Islami dalam editorialnya 15 April 1993 mendesak pihak universitas Cairo agar Abu Zayd segera dipecat karena dikhawatirkan akan meracuni para mahasiswa dengan pikiran-pikirannya yang sesat dan menyesatkan. Pada 10 Juni 1993 sejumlah pengacara, dipimpin oleh M. Samida Abdushshamad, memperkarakan Abu Zayd ke pengadilan Giza. Pengadilan membatalkan tuntutan mereka pada 27 Januari 1994. Namun di tingkat banding tuntutan mereka dikabulkan.

Pada 14 Juni 1995, dua minggu setelah universitas Cairo mengeluarkan surat pengangkatannya sebagai profesor, keputusan Mahkamah al-Isti’naf Cairo menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad dan, karena itu, perkawinannya dibatalkan. Ia diharuskan bercerai dari istrinya (Dr. Ebtehal Yunis), karena seorang yang murtad tidak boleh menikahi wanita muslimah. Abu Zayd mengajukan banding. Sementara itu, Front Ulama al-Azhar yang beranggotakan 2000 alim ulama, meminta Pemerintah turun tangan: Abu Zayd mesti disuruh bertaubat atau-kalau yang bersangkutan tidak mau-maka ia harus dikenakan hukuman mati.

Tidak lama kemudian, 23 Juli 1995, bersama istrinya, Abu Zayd terbang melarikan diri ke Madrid, Spanyol, sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda, sejak 2 Oktober 1995 sampai sekarang. Mahkamah Agung Mesir pada 5 Agustus 1996 mengeluarkan keputusan yang sama: Abu Zayd dinyatakan murtad dan perkawinannya dibatalkan. Dalam putusan tersebut, kesalahan-kesalahan Abu Zayd disimpulkan sebagai berikut:

1. Berpendapat dan mengatakan bahwa perkara-perkara ghaib yang disebut dalam al-Qur’an seperti ‘arasy, malaikat, syaitan, jinn, surga dan neraka adalah mitos belaka.

2. Berpendapat dan mengatakan bahwa al-Qur’an adalah produk budaya (muntaj tsaqafi), dan karenanya mengingkari status azali al-Qur’an sebagai Kalamullah yang telah ada dalam al-Lawh al-Mahfuz.

3. Berpendapat dan mengatakan bahwa al-Qur’an adalah teks linguistik (nashsh lughawi) [Ini sama dengan mengatakan bahwa Rasulullah Saw telah berdusta dalam menyampaikan wahyu dan al-Qur’an adalah karangan beliau].

4. Berpendapat dan mengatakan bahwa ilmu-ilmu al-Qur’an (‘ulum al-Qur’an), adalah “tradisi reaktioner” serta berpendapat dan mengatakan bahwa Syari’ah adalah
faktor penyebab kemunduran Umat Islam.

5. Berpendapat dan mengatakan bahwa iman kepada perkara-perkara ghaib merupakan indikator akal yang larut dalam mitos.

6. Berpendapat dan mengatakan bahwa Islam adalah agama Arab, dan karenanya mengingkari statusnya sebagai agama universal bagi seluruh umat manusia.

7. Berpendapat dan mengatakan bahwa teks al-Qur’an yang ada merupakan versi Quraisy dan itu sengaja demi mempertahankan supremasi suku Quraisy.

8. Mengingkari otentisitas Sunnah Rasulullah Saw.

9. Mengingkari dan mengajak orang keluar dari otoritas “teks-teks agama” [maksudnya: al-Qur’an dan Hadits].

10. Berpendapat dan mengatakan bahwa patuh dan tunduk kepada teks-teks agama adalah salah satu bentuk perbudakan.

Reaksi pro dan kontra bermunculan, dari kalangan intelektual maupun aktivis HAM. Pelbagai media di Barat kontan mengecam keputusan tersebut seraya memihak dan membela Abu Zayd. Opini dunia digiring supaya terkesan seolah-olah Abu Zayd telah dizalimi dan ditindas, bahwa hak asasinya dirampas, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi telah dipasung.

The Middle East Studies Association of North America, misalnya, melalui Komite Kebebasan Akademisnya melayangkan surat keprihatinan kepada Presiden Mesir, Husni Mubarak. Namun keputusan tersebut sudah final, tidak dapat diganggu-gugat dan dicabut lagi.

Menariknya, kalau di Mesir Abu Zayd dikafirkan, di Belanda ia justru mendapat sambutan hangat dan perlakuan istimewa. Rijksuniversiteit Leiden langsung merekrutnya sebagai dosen sejak kedatangannya (1995) sampai sekarang. Ia bahkan diberi kesempatan dan kehormatan untuk menduduki the Cleveringa Chair in Law Responsibility, Freedom of Religion and Conscience, kursi profesor prestisius di universitas itu. Tidak lama kemudian, Institute of Advanced Studies (Wissenschaftskolleg) Berlin mengangkatnya sebagai Bucerius/ZEIT Fellow untuk projek Hermeneutika Yahudi dan Islam.

Pihak Amerika tidak mau ketinggalan. Pada 8 Juni 2002, the Franklin and Eleanor Roosevelt Institute menganugrahkan “the Freedom of Worship Medal’ kepada Abu Zayd sebagai penghargaan atas segala yang telah ia lakukan selama ini. Lembaga Amerika ini menyanjung Abu Zayd terutama karena pikiran-pikiranya yang dinilai ‘berani’ dan ‘bebas’ (courageous independence of thought) serta sikapnya yang apresiatif terhadap tradisi falsafah dan agama Kristen, modernisme dan humanisme Eropa.

Sambutan dan perlakuan istimewa dari kalangan akademis Barat kepada Abu Zayd tidak mengherankan, mengingat pihak pemberi adalah non-Muslim yang anti Islam, sedangkan pihak penerima adalah orang yang telah divonis keluar dari Islam. Juga wajar kalau pikiran-pikiran Abu Zayd ditolak oleh kaum Muslimin di Mesir. Yang mengherankan justru ketika tokoh ini diundang dan disambut meriah di Indonesia, negeri yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, dan ketika gagasan-gagasan liarnya diadopsi dan dipropagandakan secara besar-besaran, buku-bukunya diterjemahkan, lokakarya dan seminar digelar mengenai ide-idenya.

Dan memang dari mahasiswa sampai kalangan cendekiawan tidak sedikit yang kagum dan gandrung pada pemikirannya, tak terkecuali Prof. Dr. M. Amin Abdullah. Dalam sebuah wawancara dengan JIL, Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu mengaku cukup tertarik dengan karya-karya Abu Zayd seperti Naqd al-Khithab ad-Dini yang dinilainya cocok untuk dibahas (diajarkan?) di lingkungan IAIN atau PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam).

Pak Amin dan cendekiawan lainnya di tanah air nampaknya lupa atau sengaja menganggap sepi keputusan Mahkamah Agung Mesir, menganggap keputusan tersebut berlatarbelakang politik dan karenanya tidak valid secara akademis. Padahal, keputusan hukum tersebut diambil berdasarkan fakta-fakta dan hasil kesimpulan penelitian tim dan saksi ahli yang pakar di bidangnya. Jadi keputusan tersebut sah dan mengikat (valid and binding) baik secara hukum maupun secara akademis.

Lebih jauh dari itu, karena dicapai melalui prosedur ilmiah, musyawarah dan kesepakatan para ahli (ulama) di bidangnya, maka keputusan tersebut sesungguhnya merupakan ijma’, bukan lagi pendapat pribadi. Dan itu diperkuat dengan pernyataan sikap alim ulama yang tergabung dalam Jabhat Ulama al-Azhar.

Sebenarnya Abu Zayd masih punya pilihan. Pertama, bertaubat seraya mencabut dan menarik kembali semua pernyataannya, dan kedua, bersikeras dengan posisinya dan mempertahankan semua pendapat dan keyakinannya yang ‘nyleneh’ itu. Namun ia lebih memilih yang kedua, meskipun dengan harga mahal: ia terpaksa melarikan diri dan hidup dalam depresi. Dalam autobiografinya yang baru diterbitkan, Voice of an Exile: Reflections on Islam (Westport, Connecticut/London: Praeger, 2004), Abu Zayd ‘blak-blakan’ mengungkapkan latarbelakang dan sumber inspirasinya. Berikut ini cuplikannya.

Abu Zayd mengakui pengalamannya belajar di Amerika ternyata membuahkan hasil. Di sanalah ia mengenal dan mempelajari filsafat dan hermeneutika. Baginya, hermeneutika adalah ilmu baru yang telah membuka matanya: “My academic experience in the (United) States turned out to be quite fruitful. I did a lot of reading on my own, especially in the fields of philosophy and hermeneutics. Hermeneutics, the science of interpreting texts, opened up a brand-new world for me” (hlm.95). Seperti anak kecil yang baru dapat pistol mainan, ia segera mencari sasaran tembak di sekitarnya.

Kalau pisau hermeneutika bisa dipakai untuk membedah Bibel, mengapa tidak kita gunakan untuk mengupas al-Qur’an. Toh keduanya sama, sama-sama kitab suci. Demikian logika Abu Zayd, Para sarjana Barat (Yahudi maupun Kristen) sejak lama telah menerapkan metode-metode kritis dalam mengkaji Bibel, seperti metode textual criticism, source criticism, form criticism, dan sebagainya. Kenapa tidak kita terapkan dalam mengkaji al-Qur’an?, pikir Abu Zayd. Sebagaimana Bibel, al-Qur’an kan juga produk budaya setempat yang tidak terlepas dari konteks masyarakat, sejarah dan zaman dimana ia lahir dan berkembang.

Di situ tentu ada campur-tangan manusia. Berkata Abu Zayd: “Classical Islamic thought believes the Qur’an existed before it was revealed. I argue that the Qur’an is a cultural product that takes its shape from a particular time in history. The historicity of the Qur’an implies that the text is human. Because the text is grounded in history, I can interpret and understand that text. We should not be afraid to apply all the tools at our disposal in order to get at the meaning of the text.” (hlm.99) Dengan menganggap al-Qur’an sama dengan Bibel, Abu Zayd lantas menurunkan status al-Qur’an sebagai Kalamullah. Baginya, al-Qur’an adalah sebuah teks, tidak lebih dari itu.

Statusnya, menurut Abu Zayd, sama dengan buku-buku lainnya, yang dikarang oleh manusia, terbentuk dalam konteks budaya dan sejarah, dan sebagai wacana, tidak memiliki makna yang tetap dan baku:

“The divine text became a human text at the moment it was revealed to Muhammad. How else could human beings understand it? Once it is in human form, a text becomes governed by the principles of mutability or change. The text becomes a book like any other. Religious texts are essentially linguistic texts. They belong to a specific culture and are produced within that historical setting. The Qur’an is a historical discourse-it has no fixed, intrinsic meaning.” (hlm.97). Pendapat-pendapatnya mengenai hermeneutika, tekstualitas dan historisitas al-Qur’an ini diakuinya adalah ‘oleh-oleh’ hasil mukimnya di Amerika: “I owe much of my understanding of hermeneutics to opportunities offered me during my brief sojourn in the United States.” (hlm.101).

Orang macam Abu Zayd ini cukup banyak. Ia jatuh ke dalam lubang rasionalisme yang digalinya sendiri. Ia seperti istrinya Aladdin, menukar lampu lama dengan lampu baru yang dijajakan oleh si tukang sihir. Semoga kita mendapatkan petunjuk seperti Nabi Ibrahim: fa-lammaa afala, qaala laa uhibbul aafiliin.