Tuesday, June 21, 2005

Buku : Silsilah Hadits Lemah (dhaif) dan Palsu (maudhu)

Rating:★★★★
Category:Books
Genre: Religion & Spirituality
Author:Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Penulis : Muhammad Nashiruddin Al-Albani

Penerbit: Gema Insani Press


Hadits lemah (dha'if) dan palsu (maudhu') bertebaran di sekeliling kita. Dalam ruang kuliah, mimbar pengajian, bahkan dalam kitab-kitab, termasuk kitab tafsir dan syarah hadits. Mungkin kita akan kaget bahwa beberapa di antaranya adalah hadits-hadits yang sangat 'akrab' dengan kita.

Seorang zindiq diketemukan telah memalsu lebih dari 4.000 hadits. Bahkan dari tiga orang pemalsu bisa dipastikan telah keluar puluhan ribu hadits palsu.Pemalsuan hadits-hadits ini bermacam-macam tendensinya. Ada yang bertendensi politis, fanatisme golongan, membela mahzab, dan bahkan ada yang demi mendekatkan diri kepada Allah seperti yang diakui sekelompok firqah. Selain itu, ada pula karena kesalahan tak sengaja atau karena kelemahan dalam mendeteksi hadits yang memang bukan bidang yang dikuasainya. Hal ini terjadi, misalnya, pada sebagian kaum sufi.

Penyebaran hadits lemah (dha’if) dan palsu (maudhu’)telah merasuki berbagai literatur keagamaan seperti sebagian kitab tafsir dan syarah hadits, buletin, buku ilmiah, dan sebagainya. Penggunaan hadits-hadits dha’if dan maudhu’ tersebut menimbulkan kerancuan pemahaman di berbagai unsur umat Islam, baik penguasa, ulama, apalagi masyarakat awam.

Masalah ini memang sangat pelik, karena bisa jadi seorang ulama secara tak sengaja menyertakan hadits dha’if dan maudhu’ dalam karyanya, karena ia bukanlah seorang ahli hadits dengan sengaja karena hendak mencapai tujuan politis, ekonomi, atau fanatisme mazhab.

Yang jelas, solusinya adalah mengembalikan masalah tersebut kepada pakar yang mempunyai otoritas di bidang ini, yakni ulama ahli hadits. Salah seorang dari mereka, Muhammad Nashiruddin al-Albani telah meneliti, membahas dan menulis Hadits-hadits Dha’if dan Maudhu’.

Demi tanggung jawab moral sebagai seorang ahli hadits, demi menghindarkan umat dari pemakaian hadits-hadits dha'if serta maudhu' dan demi kemurnian hadits-hadits itu sendiri, Muhammad Nashiruddin al Albani meneliti, membahas, dan menulis hadits-hadits dha'if serta maudhu' di media massa lalu dikumpulkan menjadi empat buku silsilah.

Sebuah literatur yang penting bagi dunia ilmu pengetahuan dan kehidupan beragama kita sehari-hari.


Catatan dari saya :

Judul asli kitab ini adalah Silisilah al-Ahadits adh-Dha'ifah wal maudhu'ah .Kitab ini kalau secara lengkap ada 4 buku dan masing-masing buku memuat sekitar 500 sampai 1500 hadits dhaif dan maudhu (lumayan bikin kenyang) hehe.Harga satu bukunya antara 50 ribu - 90 ribu karena tiap buku beda-beda tebalnya.Saya sarankan kalau berminat dengan kitab ini, silahkan di cari di emperan Kwitang.Lebih murah pastinya.

31 comments:

  1. MAs Indra...maap ya mau dikritik dikit...soal pemakaian kata Masya Allah...kesannya Masya Allah ditujukan untuk sesuatu perbuatan yang salah.

    DI sini, saya dibilangin kalo Masha Allah yang berarti 'God has willed it', lebih ditujukan untuk sesuatu yang bernada positif...seperti saat saya tahu Mas Indra rajin pengajian, komentarnya jadi gini "Masha Allah, Mas Indra...may Allah bless you with the knowledge, Insha Allah."

    Emang sih di Indo banyak yang ortu bilang kaya gini ke anaknya 'Masya Allah nih anak, badung bener'...nah, apakah kebandelan anak itu karena God willed it...? Jadi kalau besar nanti si anak beneran badung, dont blame it on the rain, ortunya ngedoainnya begitu siih...

    Maap ya Mas Indra, bukan so nuain atau so ngajari lho ^__^ Share dikit aja, kalo ada yang salah maap ya..!

    Wassalamualaikum Warahmatullah

    ReplyDelete
  2. Assalamu'alaikum,

    Sebagai tambahan informasi, ada buku yang tahun lalu saya dapati di toko buku Gunung Agung, judulnya "Koreksi ulang Syaikh Albani", penulisnya: Abdul Basith bin Yusuf Al-Gharib, penerbit: pustaka Azzam. Di dalamnya dibahas status hadits2 yang sebelumnya dikomentari oleh Syaikh Albani tetapi kemudian dikoreksi kembali oleh beliau sendiri:
    - hadits yang tadinya didhaifkan, kemudian dishahihkan,
    - hadits yang tadinya dishahihkan, kemudian didhaifkan,
    - hadits yang tadinya tidak dikomentari, lalu dishahihkan atau didhaifkan.

    Terkadang saya sendiri menjumpai hadits yang didhaifkan oleh seorang ahli hadits, tapi hadits yang sama bunyinya (matannya) ini dianggap hasan atau shahih oleh ahli hadits yang lain. Ini bisa jadi dikarenakan hadits tsb meskipun bermatan sama tapi memiliki dua atau beberapa isnad yang berbeda. Dalam isnad yang satu bisa dijumpai kriteria yang membuatnya dhaif, tetapi sedang dalam isnad lainnya tidak dijumpai kriteria tsb.

    Saya sendiri lebih prefer melihat references dari beberapa ahli hadits sebelum bisa menilai status suatu hadits yang masih diperdebatkan statusnya, kecuali hadits2 yang berstatus muttafaqun 'alaihi, yang tidak ada perbedaan pendapat di atasnya di antara kalangan para ulama.

    Mudah2an ada manfaatnya.

    ReplyDelete
  3. Betul, sebenarnya metode ini adalah yang paling cocok agar tidak terjadi taklid buta terhadap satu ulama saja atau satu mahzab saja.Saya setuju dengan pemikiran dari Syaikh Albani yang sangat tidak terpaku dengan masalah 4 mahzab seperti hanbali, hanafi, syafi'i dan maliki.Berdasar dari pemikiran inilah beliau meneliti kadar shahih suatu hadits, alhamdulillah saya baru saja mendapatkan jilid pertama dari kita beliau Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah atau Silsilah Hadits Shahih.Insya Allah apa yang ada di dalam kitab ini benar shahih adanya.

    Kadang saya pun melihat kadar kemampuan dari seorang muhaddits apakah dia bisa dipercaya dan mendapatkan kepercayaan dimata orang lain atau tidak. Syaikh Albani sudah di anugerahi penghargaan King Faisal International Prize For Islamic Studies tahun 1999. Dan menurut saya, tidak diragukan lagi kemampuannya dalam menyusun kitab-kitab tentang hadits.Walau begitu saya pun tidak menutup mata terhadap muhaddits lain, hanya saja perlu saya teliti kembali apakah seorang muhaddits tersebut benar-benar memenuhi syarat sebagai muhaddits atau tidak.Short biografi tentang Syaikh Albani bisa dilihat disini.Wallahu'alam

    Terima kasih atas info bukunya, insya Allah saya akan coba cari untuk studi perbandingan.

    ReplyDelete
  4. Terima kasih akhi Indra atas komentarnya... :-)

    Saya sebenarnya sangat menghormati Syaikh Al-Albani (rahimahullah) dan saya suka merefer buku2 beliau untuk mengetahui status hadits. Tetapi tahun2 belakangan ini saya jumpai ada orang2 Islam yang hanya bermodal kitab Syaikh Albani (tanpa tahu dasar ushul fiqh yang memadai atau pendapat ulama lainnya) dengan mudah menuduh orang2 Islam lain yang tidak sependapat dengan mereka melakukan hal2 haram, bid'ah (atau bahkan fasiq), tanpa terlebih dahulu melihat argumentasi pihak yang dituduh. Misalnya, soal tarawih 20 raka'at, soal mendengar musik, mengusap muka selepas berdoa, memakai cadar bagi wanita, berkumpulnya laki2 dan perempuan di dalam satu ruangan untuk menghadiri acara2 Islam, etc. Bahkan ada yang sangat anti dengan buku Halal-Haramnya Yusuf Qardhawi dengan dalih hadits2 di dalamnya telah dikritik oleh Syaikh Albani. Mengenai tuduhan2 mereka ini, Yusuf Qardhawi (yang sangat menghormati Syaikh Albani) telah menjawabnya dengan baik dalam edisi2 belakangan buku Halal-Haramnya itu.

    Akibat sikap mudah menjudge ini, di masjid atau di organisasi2 Islam sering timbul konflik permusuhan antara sesama Muslims. Padahal Syaikh Albani, maupun Yusuf Qardhawi, atau para ulama2 lainnya, meskipun berbeda pendapat terhadap satu dan lain, mereka tetap saling menghormati dan menjaga etika dalam berargumentasi. Sayangnya orang2 yang taqlid buta terhadap mereka sudah merasa "berhak menjudge" orang lain yang berbeda, tanpa usaha mencari tahu dasar2 argumentasi pihak yang berbeda.

    Wah, jadi panjang nih komentarnya... jadi kayak share feeling aja... :-)
    Tapi mudah2an bisa ada manfaatnya buat memperluas wawasan kita bersama... Amin.

    ReplyDelete
  5. Terima kasih juga akh Maghfira udah mau sharing, justru saya seneng sharing yang seperti ini : )

    ReplyDelete
  6. Justru inilah yang memang saya hindari. Karena saya mengalami sendiri bagaimana berhadapan dengan dua orang teman saya yang masing-masing berusaha "mati-matian" membela mazhab dan manhaj nya. Masing-masing merasa benar dan mengeluarkan dalil-dalilnya dan satu sama lain saling menuduh menyimpang. Hal-hal inilah yang membuat saya pribadi gerah dengan hal-hal itu, karena yang harus dibela itu adalah Al Qur'an dan As Sunnah, bukan mazhab.

    Oleh karena itu saya pribadi, sangat menghindari hal-hal semacam itu. Seandainya pun saya mengetahui suatu hal itu bid'ah, langsung menuduh pun bukan cara yang tepat. Saya hanya pelajari dalil apa yang dipakai oleh orang itu dan biasanya saya sharing, kalau memang dalilnya kuat dan diakui oleh kalangan muhaditsin, bisa jadi saya pribadi akan menerima.Tetapi bila dalilnya lemah, harusnya hal tersebut tidak menjadi suatu masalah besar, lagipula tugas kita tidak lain hanyalah memberi tahu dan bukan memaksa atau menuduh apalagi sampai mengkafirkan.Tapi maaf, pemikiran saya tertutup rapat kalau soal Islam liberal :)

    Maka dari situ saya berpikir bahwa ilmu-ilmu keislaman semacam ini sangat penting agar tidak terjadi hal-hal seperti itu. Biasanya makin bertambah ilmu seseorang, makin merunduklah ia. Seperti yang anda katakan, "Syaikh Albani, maupun Yusuf Qardhawi, atau para ulama2 lainnya, meskipun berbeda pendapat terhadap satu dan lain, mereka tetap saling menghormati dan menjaga etika dalam berargumentasi". Sikap seperti inilah yang saya rindukan dari seluruh umat Islam...

    Sekali lagi thanks atas sharingnya ya akhi :) , mudah-mudahan Sang Maha Benar selalu menunjukkan jalan yang lurus kepada kita..Amin.

    ReplyDelete
  7. sepakat...! sangat sedih sekali melihat energi umat dihabiskan untuk menyerang satu sama lain. Padahal, ibarat jari-jemari, satu dan lainnya saling melekatkan agar kuat. Kadang masalah kebersihan hati sangat berperan, sehingga bedanya tipis banget antara niat pengen mencari kebenaran dan mencari pembenaran...
    semoga kita termasuk dalam orang-orang yang mau terus belajar mencari kebenaran yang hakiki dari Dien ini, sebagaimana para ulama salafush shalih terdahulu... amiin

    ReplyDelete
  8. mengutip nasihat Muhammad al-Ghazali (kira-kira begini) : "Salah satu masalah umat adalah banyaknya orang yang menghapal hadits, namun tidak terlalu banyak yang mempelajari Al-Qur'an. Akibatnya, banyak yang tertipu dengan hadits-hadits palsu. Kalau kita akrab dengan Al-Qur'an, insya Allah kita bisa dengan mudah melihat hadits-hadits mana saja yang patut dicurigai keshahihannya."

    ReplyDelete
  9. Assalamu'alaikum

    Ikhwah fillah. sy ketika melihat postingan antum, sy jadi ingin juga sharing. Namun di sini sy akan memberikan beberapa tanggapan dari beberapa opini ikhwan disini.
    Saya termasuk orang yg setuju dlm hal jgn langsung menghakimi orang2/ kelompok lain. Tapi, kita sebenarnya harus menelaah perbedaan2 yg terjadi di tubuh umat islam. Apakah perbedaan/perselisihan itu di dlm ruang lingkup yg dimana di situ tdk ada ruang tuk ijtihad ? Klo perbedaan itu didlm hal2 yg sudah qath'i(pasti/absolut) tentu kita tdk boleh berbeda sama sekali, spt dlm hal aqidah. Begitu pun didalam hal/perkara2 yg kebenaran itu dapat dilihat spt sinar matahari, yg kita semua dpt melihat dgn terang & jelas kecuali orang2 yg buta atw pura2 buta. Sudah selayaknya seorang muslim langsung mengikuti kebenaran itu tanpa melihat siapa orang2 yg membawanya.

    bersambung... insya Allah

    ReplyDelete
  10. al akh maghfira : "...Tetapi tahun2 belakangan ini saya jumpai ada orang2 Islam yang hanya bermodal kitab Syaikh Albani (tanpa tahu dasar ushul fiqh yang memadai atau pendapat ulama lainnya) dengan mudah menuduh orang2 Islam lain yang tidak sependapat dengan mereka melakukan hal2 haram, bid'ah (atau bahkan fasiq), tanpa terlebih dahulu melihat argumentasi pihak yang dituduh. Misalnya, soal tarawih 20 raka'at, soal mendengar musik, mengusap muka selepas berdoa, memakai cadar bagi wanita, berkumpulnya laki2 dan perempuan di dalam satu ruangan untuk menghadiri acara2 Islam, etc ..."

    Syukran akh. atas opini antum. Mungkin diatas sy sudah menerangkan beberapa hal. Ttg judging dan menelaah/analisa perbedaan. Namun disini yg perlu di analisa adalah beberapa hal yg antum kemukakan diatas : "...Misalnya, soal tarawih 20 raka'at, soal mendengar musik, mengusap muka selepas berdoa, memakai cadar bagi wanita, berkumpulnya laki2 dan perempuan di dalam satu ruangan untuk menghadiri acara2 Islam, etc ...".
    Sudah seharusnya umat islam apabila ada perselisihan/perbedaan dikembalikan lagi kpd Al Qur'an & As Sunnah ash shahihah. serta pabila tdk ada, kita lihat ijma para shahabat/tabi'in/tabi'ut tabi'in/imam 4 madzhab ahlus sunnah.
    Tuk permasalahan antum diatas alangkah baiknya kita kembalikan kpd Al Qur'an & As Sunnah.
    Spt: sholat tarawih 20 rakaat, bgmanakah dalil2 yg dipakainya ?, masalah alat2 musik (al ma'azif) sudahkah kita meihat kpd al kitabus was sunnah?,dll. Apabila kita sudah tahu bgmana pendapat para ulama ahlus sunnah wal jama'ah mutaqadimu atw mutaakhirin, mana yg lebih rajih dan mana yg lebih marjuh ? Tuk masalah musik silahkan kita baca referensi dari syaikh Albani di dalam kitabnya Silsilah Hadits Shahih Jilid 1, di situ dijelaskan sama syaikh dgn teliti & ilmiah. Atw pada kitabnya yaitu Ar Radd ala Risalat Ibnu Hazm (Kitab yg secara terperinci membahas hukum musik, serta sanggahan terhadap pendapat Ibnu Hazm rahimahullah karena melemahkan hadits di dlm shahih bukhari krn mungathi' (menurut ibnu hazm)...

    bersambung... Insya Allah

    ReplyDelete
  11. Begitu juga dlm perkara mengusap muka selesai berdoa/shalat, Ikhtilat (bercampur baur) antara ikhwan dgn akhwat, memakai cadar bagi wanita, dan perkara2 lainya. Kita harus mengembalikannya kpd Al Qur'an dan As Sunnah ash Shahihah. Siapapun orang yg membawanya. Saya jadi ingat perkataan ustadz sy. " Ikutilah kebenaran siapapun orangnya, jangan mengikuti orang krn kebenaran, tapi kenalilah kebenaran niscaya kamu akan mengetahui orang2 yg berada diatas kebenarannya.".

    Sekali lagi sy mohon maaf apabila ada perkataan yg kurang arif/bijaksana.

    Wassalamu'alaikum

    ReplyDelete
  12. afwan. al akh Akmah. Perkataan antum itu spt orang2 inkarus sunnah. Ketahuilah ya akh. Bahwa Al Qur'an dan As Sunnah itu tdk bisa di pisahkan.

    ReplyDelete
  13. Syukron akh abuhafsh,
    benar yang antum kemukakan,
    bahwa tidak boleh mengambil ruksah dari pendapat ulama terhadap sesuatu yang diperselisihkan, karena pendapat ulama itu bukanlah hujjah, yang menjadi hujjah adalah Alquran dan As sunnah yang shahih, sewajibnya kita mengambil yang dekat dengan Alquran dan As sunnah yang shahih. sebab bila kita menjadikan hujjah salah satu pendapat ulama, terhadap sesuatu yang diperselisihkan, maka sungguh kaidah tarjih menjadi sesuatu yang tidak dapat bermanfaat.

    ReplyDelete
  14. yup. betul akh.
    klo mengambil yg ringan2(yg enak2) aja itu namanya ala manhaj prasmanan. mengambil ilmu agama yg enaknya aja, persis sperti makan di prasmanan, yg enak diambil yg nggak enak di cuekin.

    ReplyDelete
  15. Bismillahirrahmaanirrahiim,
    Assalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,

    Kebetulan saya menjumpai post ini dan numpang komentar sedikit.

    > Seharusnya perbedaan metode dalam penggunaan dalil2 ini tidak harus menyebabkan
    > konflik dalam umat ini.
    >

    Penentuan derajat hadits adalah pembahasan ilmiah yang memiliki aturan-aturannya tersendiri. Yang seringkali menjadi sumber perselisihan adalah ketika ditinggalkannya keilmiahan itu demi taqlid buta. Dengan diskusi ilmiah yang baik dan jujur maka perselisihan dapat ditangani dengan semestinya.

    > Saya merasa sedih ketika melihat tidak sedikit orang2 Islam yang memandang rendah
    > saudara2 mereka yang mengusap wajah mereka selepas do'a seakan2 mereka melakukan
    > bid'ah tercela (yang tidak ada dasarnya sama sekali dalam nash - padahal ini sama sekali
    > tidak benar).
    >

    Disebutkannya suatu riwayat di dalam suatu kitab hadits atau atsar tidak lantas menjadikan riwayat itu sah. Lagi-lagi ini permasalahan ilmiah. Ada sekelompok orang yang berusaha mendisreditkan Syaikh al-Albani dengan menyusun daftar buku dan orang yang mencela Syaikh tanpa melihat kredibilitas dan kualitas celaan itu dari sisi ilmiah. Allahul musta'aan.

    Yang juga menyedihkan adalah ketika seseorang dinasihati agar meninggalkan suatu bid'ah lantas marah dan seringkali "berdalilkan" dengan kebiasaan/tradisi.

    > Misalnya lagi dalam masalah musik, pihak yang mengharamkan dan yang membolehkan
    > setuju bahwa ada satu hadits dalam Bukhari yang mengatakan di akhir zaman akan ada
    > orang2 yang menghalalkan mabuk2an, perzinahan dan permainan alat2 musik. Pihak yang
    > mengharamkan mengatakan ini bukti alat2 musik haram hukumnya. Pihak yang
    > membolehkan berpendapat matan hadits tsb tidak explisitly mengharamkan alat musik tapi
    > haramnya berkaitan dengan konteks maksiat di mana ia digunakan (di mana terjadi
    > mabuk2an dan perzinahan) dan dalam hadits lain Nabi membolehkan permainan alat musik
    > (gendang, rebana) pada occasion yang berbeda.
    >

    Matannya adalah:

    لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ وَالْمَعَازِفَ

    "Akan ada sebagian di antara umatku yang menghalalkan zina (al-hir), sutera (al-hariir), dan minuman keras (al-khamr) serta alat-alat musik (al-ma'aazif)".

    Di sini jelas bahwa hal-hal di atas akan dihalalkan oleh sebagian orang dan hukum semestinya adalah haram.

    Pihak yang menghalalkan alat musik beralasan bahwa hadits itu lemah; biasanya menukil dari Ibnu Hazm rahimahullah. Padahal tidak tepat bahwa hadits itu munqathi' sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafizh al-Iraqi dan Ibnu ash-Shalah.

    Sedangkan pendapat bahwa alat musik diharamkan dalam konteks maksiat juga tidak tepat karena dari daftar tersebut apakah sutra (bagi laki-laki), khamr dan zina hanya haram dalam konteks maksiat atau jika dikumpulkan? Tidak kan.

    Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ighatsatul Lahfaan setelah menyebutkan hadits ma'aazif:

    "Indikator dalam hadits itu adalah alat-alat musik itu adalah seluruh jenis alat-alat musik yang ada. Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama bahasa dalam hal itu."

    > Hadits2 yang mengharamkan alat2 musik, selain drum/rebana, disepakati semua pihak
    > tidak bisa dipakai karena status kedhaifannya.
    >

    Di manakah ada kesepakatan itu? Silakan dilihat buku Tahrim Alaatit Tharb karya Syaikh al-Albani yang menyebutkan hadits lainnya.

    > Tapi biasanya debat berkepanjangan ketika masing2 pihak memberikan argumentasi
    > berdasarkan opini, hikmah apa sebenarnya terhadap pelarangan (atau pembolehan) musik
    > ini. Atau digunakannya personal opinion dari sebagian ulama untuk menentukan hukumnya
    > (selain dari nash Qur'an maupun hadits).
    >

    Sebagai gambaran umum tentang pendapat para ulama dalam

    ReplyDelete
  16. waiyyakum.

    Syukran atas tanggapan balik antum. Oh iya akh maghfira. Ana menulis disini bukan untuk mengajak berdebat/berargumen dgn antum / ikhwan yg lainnya. Ana hanya ingin mencoba mengamalkan perintah Allah dan Rasul-Nya.
    artinya : "Agama adalah nasihat, Agama adalah nasihat, Agama adalah nasihat" [HR.Muslim dari shahabat Tamim Ad Dari rodhiyallahu 'anhu.]

    Musik. ya betul musik. Musik pada zaman sekarang ini memang sudah menjadi hal yang sangat dekat dengan manusia, baik itu anak2, remaja, dewasa maupun orang tua. Tentu sudah sangat dekatnya musik dalam kehidupan sehari-hari sudah sangat biasa/hal yg lumrah (tanpa melihat syariat). Tidak mengherankan pro dan kontra ttg haramnya alat2 musik(kecuali rebana, yg boleh digunakan pd saat walimahan / hari 'ied [muqayyad]) selalu ada saja, yg menerima maupun yg tdk menerima.

    Biasanya yg tdk menerima haram, mereka selalu membawa hujjah(argumentasi) al Imam Ibnu Hazm rohimahullah, krn beliau-lah satu2-nya ulama dari kalangan Salafus Shalih yg dibeberapa karya tulisnya membolehkan musik, dgn alasan riwayat yg berada di dalam shahih al Bukhari (4/30) adalah mungathi'(terputus sanadnya) antara Bukhari dgn perawi yg bernama Hisyam bin Ammar, itulah alasan beliau. Memang setahu saya pribadi, ada 2 hadits yg lemah (ttg pengaharaman musik) di dalam Musnad Ahmad (-insya Allahu ta'ala sy akan tulis di forum ini matan dan 'illatnya, buku tsb sdg di pinjam oleh saudara saya-).
    Namun perlu kita ketahui disini, tidak ada KESEPAKATAN para ulama Salaf ttg lemahnya semua hadits2 yg berkaitan dgn pengharamannya alat2 musik. Yang ada justru sebaliknya para ulama Salaf telah 'ijma ttg haramnya alat2 musik, yg alhamdulillah al akh Ahmad Ridha telah memberikan beberapa dalil2 shahih ttg hal ini. Jazakallahu khairan.

    Yup. yg menolak haramnya alat2 musik itu selalu saja berhujjah dgn hujjahnya Ibnu Hazm, spt halnya yg dilakukan oleh Syaikh Yusuf al Qardawi, maupun orang2 yg mengikuti pendapatnya Ibnu Hazm dlm hal ini.
    Oleh krn itu bagi kita kaum muslimin apabila ada perbedaan dlm semua hal dlm agama lebih baik kita kembalikan kpd Allah dan Rasul-Nya.
    Allah subhanallahu wa ta'ala berfirman :
    artinya : "Hai orang-orang yang beriman, ta'atilah Allah dan ta'atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." [QS.An Nisaa:59].

    Mungkin pd tulisan sy sebelumnya sy sudah memberikan garis besarnya ttg hadits yg dilemahkan oleh Ibnu Hazm. Di kesempatan ini kita akan membahas dgn sedikit penjelasan, apakah benar pendapat Ibnu Hazm tersebut ?. Penjelasan ini sy nukil dari kitab Silsilah al Hadits ash Shahihah wa Syai'un min Fiqhiha wa fawa'diha (Silsilah Hadis Shahih Jilid 1 hadits no.91 penerbit Qisthi Press) karya seorang Muhadditsul ashr syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani rahimahullah.
    Perlu utk diketahui oleh semua orang di sini, sy membawakan pendapat syaikh Albani bukan krn sy ta'ashub/fanatik, kesamaan manhaj atau tuduhan negatif lainnya yg mereka menuduh hanya berdasarkan akal, perasaan mereka. Saya melihat pendapat syaikh Albani, dlm hal ini krn beliau menjelaskan pendapatnya secara ilmu, ilmiah, teliti sehingga dapat menenangkan pikiran dan hati saya dalam mempelajari ajaran agama ini.

    Matan hadits
    ------------------
    artinya : "Benar-benar akan ada kelompok umatku yang menghendaki halalnya zina, sutera, khamr dan alat-alat musik. Dan akan ada masyarakat yang turun di samping gunung yang menjulang, dimana seorang penggembala ternak mereka kembali di sore hari dan datang kepada mereka untuk suatu, namun mereka berkata : 'Kembalilah kepada kami besok pagi.' Kemudian Allah menghancurkan mereka di waktu malam, menimpakan gunung itu kepada mereka dan mengubah rupa lainnya menjadi kera dan babi sampai hari kiamat". [HR.Bukhari didalam Shahih-nya (4/30)

    ReplyDelete
  17. al akh maghfira said :
    "Pihak yang membolehkan berpendapat matan hadits tsb tidak explisitly mengharamkan alat musik tapi haramnya berkaitan dengan konteks maksiat di mana ia digunakan (di mana terjadi mabuk2an dan perzinahan) dan dalam hadits lain Nabi membolehkan permainan alat musik (gendang, rebana) pada occasion yang berbeda."
    Afwan akh. boleh tahu pendapat siapa sajakah ttg hal ini ?. tidak eksplisit ?. dalam konteks maksiat ?
    Saya pikir pendapat tsb adalah Istihsan (menganggap baik) spt pendapat orang2 kebanyakan : " ..yg penting kan tidak mengganggu dlm ketaatan kpd Allah ?!", dll. Yang semua itu hanya berdasarkan akal-akalan & perasaan saja.
    Antum pasti sudah tahu, kaidah ushul fiqh. Matan hadits Bukhari sudah jelas. [lihat fiqhul hadisnya diatas]. Al Ma'azif (alat-alat musik)-> matan hadis itu ttg peng-halalan al ma'azif yg seharusnya haram adalah dalil yg masih bersifat Mutlak (umum-tanpa perincian, berarti SEMUA JENIS ALAT2 MUSIK HARAM). Namun ternyata di dalam hadist shahih yang lain ada pengecualiannya yaitu yg berisi bolehnya memainkan rebana (bukan drum, tdk bisa di qiyaskan) pada saat acara pernikahan / hari raya 'ied. Jadi hadist ini adalah bersifat Muqayyad (mempersempit yg terkait dgn rebana dalam walimahan / hari raya 'ied).

    Sekali lagi akh, afwan jiddan. Barakallahu fiikum.

    ReplyDelete
  18. Syukran A.Ridha dan Abu Hafsh atas masukannya.

    Saya sendiri bukan ahli hadits maupun fiqh, tetapi suka membaca buku2 ataupun tulisan2 yang berhubungan dengannya. Setahu saya (dalam beberapa tulisan yang saya baca mengenai halal/haramnya musik) hadits2 lain yang mengharamkan alat2 musik (kubah/percussion, ghubaira/string) selain yang satu di Bukhari itu (ma'azif) tidak masuk dalam kategori shahih atau pun hasan. Kalau ini dinilai bertentangan dengan pendapatnya Syaikh Albani, saya sendiri tidak tahu pasti perbedaan kriteria yang dipakai masing2 pihak sehingga berbeda dalam menilai derajat hadits2 yang sama.

    Mungkin ini out of topic, tapi saya ingin share feeling mengenai hal ini. Terus terang dulu saya termasuk yang merefer ke buku Albani sebagai reference dalam menilai status hadits, tetapi setelah banyak berdialog dengan mereka yang memiliki pendapat yang berbeda, saya tidak langsung percaya (taqlid buta) begitu saja tanpa mencheck pendapat2 ahli hadits lainnya. Tidak sedikit saya jumpai perbedaan pendapat di kalangan ulama hadits terhadap derajat status hadits. Tapi sekali lagi, biasanya ini tidak dalam hal2 qathi, tapi dalam hal furu'/cabang. Satu contoh yang dulu pernah saya ingat misalnya ketika sujud, apakah kita meletakan kedua tangan terlebih dulu atau lutut terlebih dulu? Albani dalam Sifat Shalat Nabi menulis pendapat yang terkuat adalah yang mengatakan meletakkan tangan lebih dulu dari lutut. Beliau pun mengkritik mereka yang berpendapat bahwa lutut harus diletakan terlebih dahulu (termasuk pendapat Ibnu Qayyum). Tapi keterangan dalam Bulughul Mahram menjelaskan pendapat yang lebih kuat adalah meletakkan lutut terlebih dahulu, dengan alasan unta meletakkan tangan (kaki depan) dahulu daripada lututnya (kaki belakang) ketika duduk, dan Nabi melarang kita melakukan serupa dengan unta. Contoh lainnya, Albani berpendapat bahwa hadits yang membolehkan wanita mengenakan emas adalah dhaif. Sedangkan banyak ulama hadits menilai hadits2 tsb shahih. Dalam penilaian status hadits ini, tidak sedikit pendapat2 yang mengkritik metode yang digunakan Syaikh Albani. Salah satunya (agak keras tone-nya yang satu ini) bisa dibaca di: http://www.masud.co.uk/ISLAM/misc/al50errs.htm
    Begitu pula dalam buku "Koreksi Ulang Syaikh Albani" yang saya sebut dalam posting awal di sini, dipaparkan perubahan2 pendapat beliau terhadap penilaian status hadits2 yang pernah beliau ulas dalam buku2nya. Point saya adalah kita seharusnya tidak menggunakan pendapat Albani sebagai keputusan final, a priori, terhadap derajat suatu hadits dan menolak pendapat ulama2 lainnya untuk menentukan halal atau haram suatu masalah dalam Islam.

    Masalah matan dalam hadits ma'azif (musical instrument) di Bukhari, saya membaca beberapa tulisan (bukan hanya dari Dr.Yusuf Qardhawi saja tetapi juga scholars lainnya, seperti Prof.H.M.Toha Yahya Omar MA, dll, dan mereka tidak selalu merefer argumennya Ibnu Hazm), bahwa alat2 musik ini tidak diharamkan zatnya, seperti mabuk, zina, sutra, tetapi tergantung penggunaannya dalam konteks maksiat. Ketiga hal mabuk, zina, sutra telah banyak nash yang jelas2 explisit melarangnya, termasuk konsensus para ulama, tetapi tidak demikian halnya pada alat musik. Sebagian ulama berpendapat bahwa dasar hukumnya adalah mubah tetapi bisa jadi haram tergantung pemakaiannya (berbeda dengan pendapat sebagian ulama lainnya yang berpendapat bahwa dasar hukumnya haram terkecuali dalam beberapa occasions). Kalau memang zatnya absolutly diharamkan, Rasulullah tidak akan membolehkan digunakannya dalam acara2 yang tidak bertentangan dengan nilai2 Islam, seperti dalam hari raya, pernikahan, dan celebration lainnya, yang dapat dijumpai dalam banyak nash (meskipun demikian masih ada pula orang yang berusaha mendhaifkan semua riwayat dibolehkan musik dalam celebration ini dengan hanya berdasarkan pendapat Albani). Imam Syaukani seperti yang disebut sebelumnya pun menyebutkan bahwa ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal pengharaman za

    ReplyDelete
  19. Jazakallahu khairan.

    Mungkin bagi saya sudah cukup, smp disini. Oh, iya akh. sy bukan memaksakan kpd anda atw ikhwan yg lain yg setuju dgn musik(nasyid dll). Mungkin sy sudah terangkan mengapa sy pribadi mengambil pendapat syaikh Albani dlm kaitan musik ini, yg sy sukai dari penjelasan yg diberikan Albani krn beliau menjelaskan pendapat beliau dgn cara yg ilmiah, teliti dan tdk ta'ashub/fanatik thd pendapat2 ulama ahlus sunnah lainnya.
    Terserah pendapat saudara2-ku muslim lainnya, yg selalu menganggap sy fanatik, taqlid thd syaikh Albani, krn syaikh Albani ulamanya 'mereka'. Yang penting sy sudah menjelaskan mengapa sy mengambil pendapat syaikh albani. Begitu juga tuduhan2 saudara2-ku muslim lainnya kpd sy/yg lain, krn mengambil hujjah yg diberikan ulama2 ahlus sunnah zaman skr, spt syaikh bin baz, syaikh bin al 'utsaimin, murid2 syaikh albani di yordania, ulama2 besar arab saudi (Lajnah daimah...). Mereka menuduh sy sbg orang yg taqlid, fanatik serta tdk mau mengambil pendapat ulama yg bukan dari ulamanya. lahaula wala quwwata illabillah. Namun apabila ulama2 yg memberikan rukhsah thd perkara musik ini, dgn secara ilmiah bisa mempertanggung jawabkan pendapatnya secara ilmiah (dgn mengembalikan kpd Al Qur'an & As Sunnah yg shahih), silahkan saja. Tapi mereka tidak, mereka hanya menjelaskan pendapatnya hanya istihsan, hanya berdasarkan akal dan perasaan saja.

    Yang sy ketahui sbg penuntut ilmu yg dha'if ini, semua ulama2 ahlus sunnah wal jama'ah / 4 madzhab ahlus sunnah baik dari kalangan salaf maupun khalaf, mrk sepakat ttg haramnya musik. Sudah cukup banyak buku2 yg menerangkan ttg hal itu.
    Namun sayang sekali pendapat yg memberikan kelonggaran (-boleh-), mereka tidak mempunyai dalil /hujjah yg kuat, mrk hanya bersifat istihsan (menganggap baik).

    Ok. sy tdk akan lama2 memberikan komentar. sy hanya ingin memberikan gambaran sy thd pendapat syaikh albani. Spt mengenai masalah bersedekap pd saat sholat, syaikh albani di dlm bukunya shifat sholat nabi, mem -bid'ah- kan perbuatan ini. Padahal hal ini termasuk khilafiyah (-dari dahulu hingga skr-) dlm masalah fu'ru spt halnya turun sujud dgn tangan / dgn lutut. dan juga pendapat beliau yg men-sunnah-kan cadar (yg krn pendapat ini, para akhwat diseluruh dunia selalu ber-hujjah dgn pendapat-nya albani, Mereka (akhwat) tsb hanya ingin mengambil yg ringan saja). Cukuplah ttg semua pendapat albani, di kritisi oleh salah seorang ulama besar madinah arab saudi syaikh Abdul Muhsin bin al Abbad Al Badr hafidhahullahu didalam kitab-nya Rifqan Ahlas Sunnah bi Ahlis Sunnah (Bersikap lemah lembut sesama ahlus sunnah). Itulah sedikit ttg pendapat syaikh albani, yg di kritisi oleh ulama ahlus sunnah lainnya.

    Oh iya, perkataan anda yg selalu saja perbedaan dlm masalah peng-hukuman suatu hadits itu shahih atw hasan atw dhai'f. Memang dlm hal ini selalu saja ada perbedaan. Namun utk meng hukumi suatu hadits haruslah dgn cara penelitian (tahqiq) ilmiah mengapa hadits itu dinilai shahih / dha'if. Kadangkala ada satu perawi yg dinilai cacat (jarh) oleh suatu ahli hadits, tetapi dilain pihak ada ahli hadist yg me-rekomendasikan perawi stb (ta;'dil). Itulah luasnya metodologi ilmu musthalahul hadits, al jarh wa ta'dil. Silahkan saja ahlu hadist tsb menilainya shahih, hasan , dha'if dll. TETAPI perbuatannya harus bertanggung jawab. Dgn cara dijelaskan secara ilmu dgn ilmiah. Kalau tdk berdasarkan ilmu (ilmiah /asal-asalan) hendaklah, takut ancaman Nabi didalam hadts mutawatir : Man kadzaba alaiya ... (barang siapa yg berdusta dgn sengaja thd aku dgn menyandarkan suatu hadits yg palsu, maka hendaklah persiapkan dirinya didalam api neraka).

    ReplyDelete
  20. al akh maghfira said :
    "Mengenai masalah bid'ah. Kalau ada seorang Muslim yang mengamalkan suatu amalan yang dinilai Muslim lainnya berdasarkan hadits dhaif sebaiknya jangan langsung kita cap ia melakukan bid'ah (seakan2 mereka membuat2 amalan tanpa ada dasar nash apapun), tanpa baik2 ditanya terlebih dahulu dasarnya. Menurut saya normal saja orang marah kalau belum apa2 sudah dituduh bid'ah karena mereka paham kata bid'ah itu berkonotasi sesat, dan tidak ada orang yang mau dituduh sesat. :-) "

    Utk permasalahan langsung mem-bid'ah-kan suatu perkara, sy pribadi pun tdk setuju, soalnya krn mereka (saudara muslim tsb) kebanyakan masih awam thd agamanya sendiri, mereka beragama dgn berdasarkan apa yg ada di masyarakatnya (adat istiadat), orang tua serta hanya ikut-ikutan kpd kiai-nya, ustadznya, ulamanya, hanya berdasarkan ikut-ikutan/ tdk mengetahui dalil/dalil yg ia pakai bgmana derajat-nya ? (alias Taqlid). Oleh krn itu, sy pribadi mengkritisi sikap dikalangan ikhwan yg lain, yg langsung 'membombardir' saudara2 kita yg masih awam tsb. Tapi kebanyakan ikhwan2 tsb, mereka hanya dilandasi sikap berlebihan (ghuluw) dgn tdk mengetahui bgmana sikap kita dlm kehidupan yg bermasyarakat (berdakwah) (lihat an Nahl:125).
    Sekali sy minta maaf apabila ada perkataan sy yg menyinggung ikhwan yg lain di forum ini. krn sy hanya manusia yg lemah.
    Wassalamu'alaikum.

    ReplyDelete
  21. Oh iya. mungkin utk yg terakhir kalinya. sy ingin mengutarakan beberapa kesimpulan dari diskusi kita di forum ini.
    Mudah-mudahan kita semua, tidak mengambil kesempatan dlm perbedaan dikalangan para ulama, janganlah mentang2 ada beberapa pendapat para ulama yg sama dgn keinginan kita (hawa nafsu kita), kita jadi spt 'berlindung' kpd pendapat ulama tsb, dan apabila ada saudara2 kita yg lain yg meng-kritisi pendapat ulama tsb, kita selalu memberikan jawaban dgn spt 'hormatilah, hargailah' perbedaan pendapat ulama tsb,selama hal itu bukan perkara aqidah), dgn tdk ada usaha untuk mencari pendapat yg rajih (-terkuat-) yg mendekati kebenaran, padahal apabila kita berusaha meneliti pendapat2 yg diberikan ulama2 yg berbeda pendapat tersebut, dgn melihat alasan2 ulama2 tsb apakah alasannya itu ilmiah, teliti dan dapat dipertanggung jawabkan, kita dpt menilainya.
    Contohnya yg simple dlm kehidupan.: Orang2 yg melakukan qunut shubuh secara terus-menerus ber hujjah dgn pendapat Imam Asy Syafi'i dlm dalil yg dipakainya (2 hadits dari Anas bin Malik). Dan kemudian setelah diteliti oleh ulama2 lainnya, ternyata hadist yg digunakan utk melakukan qunut shubuh secara terus menerus ialah lemah, dikarenakan ada perawi yg di Jarh oleh para ulama lainnya, yaitu Abu Ja'far Ar Razi. Setelah diketahui dalil2 yg dipakai oleh orang2 yg melakukan qunut shubuh tsb lemah, apakah amal ibadah ini dpt kita dpt lakukan ?. Dan apakah orang2 yg sudah mengetahui status hadits yg ia pakai adalah lemah (tahu secara ilmu, mengapa hadits itu lemah) masih dapat melakukan amalan tsb ?. Apakah mereka/ia dpt terus-menerus memakai dalil2 itu, dgn dalih/alasan bahwa peng-hukuman suatu hadits itu setiap ahli hadist berbeda-beda. ???. Mudah-mudah kita semua tdk spertin itu.

    Wallahu ta'ala a'lam.

    ReplyDelete
  22. Ikhwah fillah. sekali lagi saya mohon maaf. bukan maksud saya posting di forum/blog ini, utk berdebat/membantah, bukan utk itu. Saya hanya ingin menjelaskan beberapa analisa sy di kehidupan sehari-hari. Pada umumnya ikhwan kita, yg sudah / lagi sedang memperdalami ilmu agama ini. banyak sekali yg apabila ada pendapat para ulama2 ahlus sunnah, yg ternyata pendapat ulama tsb ilmiah, teliti, dan tentu berdasarkan ilmu/dalil2 yg shahih bertentangan dgn akal / perasaan kita, langsung saja kita menolak. Sedangkan apabila tdk bertentangan dgn akal/perasaan kita, kita langsung mengambilnya. Cara beragama(manhaj) inilah yang dinamakan manhaj ala prasmanan. Yaitu mengambil ilmu agama yg enak2-nya saja, sedangkan yg tdk sesuai dgn keinginan, kta tolak (padahal itu benar). Akhirnya terkumpulah pada kita ilmu gado-gado. Ilmu yg berisi bermacam-macam jenis, ada yg shahih dan ada yg marjuh.
    Bukan berarti sy tdk spt itu. dahulu juga sy spt itu. namun, alhamdulillah, sy perlahan-lahan belajar utk mencoba menerima. Menerima yg rajih membuang yg marjuh. siapapun orang/ulama yg mengemukakannya ( membawanya), si fulan atw fulanah, asal shahih dan rajih, insya Allah sy akan menerimanya. Wallahu ta'alam.
    Sekali sy mohon maaf apabila kedatangan sy di forum ini membuat ikhwan yg lain tdk menyukainya. afwan jiddan.

    Wassalamu'alaikum.

    ReplyDelete
  23. Hurf.... pegel bgt baca diskusi di atas. Ternyata rame ya Ndra. Emang kalo bicara fiqh sepertinya gak ada ujungnya. Semoga masing2 bisa tambah ilmu dan tambah bijak dari diskusi ini ya.

    ReplyDelete
  24. Bismillahirrahmaanirrahiim,

    Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah adalah manusia yang tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun alhamdulillah beliau telah mewariskan banyak karya dalam ilmu hadits dan insya Allah membawa banyak manfaat. Sayangnya sebagian orang tidak ridha terhadap beliau dan tidak segan-segan untuk meninggalkan adab ilmiah dan berdusta untuk menjelekkan nama beliau.

    Berkenaan link yang disebutkan al-Akh M. Ridha, kalau tidak salah tulisan itu bersumber dari sebuah buku yang mengklaim "menyingkap al-Albani". Asy-Syaikh Ali Hasan hafizhahullah telah menyusun buku yang mengkritisinya. Beberapa artikel yang mengkritisi "trik penyingkapan" tersebut dapat juga dilihat di:

    http://www.islaam.net/main/display.php?category=36
    http://www.islaam.net/main/display_article_printview.php?id=327

    Trik-trik serupa ini digunakan tidak hanya oleh satu dua orang. Sampai-sampai sebagian orang yang tidak suka dengan Syaikh dengan suka cita membuat daftar kritik terhadap Syaikh al-Albani tanpa peduli kualitas kritik tersebut. Bahkan di Indonesia pun ada yang membodoh-bodohi Syaikh. Dapat dilihat bantahannya dalam buku "Syaikh al-Albani Dihujat".

    Tidaklah yang dimaksudkan di sini bahwa penghukuman Syaikh al-Albani terhadap suatu hadits bersifat final dan pasti benar. Sama sekali tidak. Akan tetapi, diskusi harus dilakukan secara ilmiah dan tidak hanya berdalihkan perbedaan. Walau harus diakui bahwa dalam beberapa masalah sulit untuk mnyelesaikan perbedaan itu.

    Allah 'Azza wa Jalla berfirman (yang artinya):

    "Jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu." (QS. Hud 11:118-119)

    Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang dirahmati-Nya.

    Allahu Ta'ala a'lam.

    Wassalaamu 'alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

    ReplyDelete
  25. Jazakallah khair atas informasi linknya. Meskipun dalam format polemik, isinya banyak menambah khazanah wawasan ilmu hadits, termasuk hal2 yang biasa dijumpai di kalangan ulama yang bergelut dalam ilmu ini.

    Mudah2an dengan adanya polemik tsb, baik kritik maupun rebuttal/tanggapannya, semua pihak bisa mengetahui berbagai argumentasi dari pihak2 yang berbeda pandangan, serta bisa menghindari diri dari sikap tergesa2 menjudge ataupun melempar tuduhan2 kepada sesama Muslim yang berbeda pandangan tanpa mencari tahu sebenarnya argumentasi dari masing2 pihak yang berbeda.

    Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menjadikan kita termasuk orang-orang yang dirahmati-Nya.

    Amiin...

    Wa'alaikum salam wr.wb.,

    ReplyDelete
  26. barakallahu atas penjelasan abu hafsh dan al akh ahmad ridha, mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan keberkahan atas antum semua..

    ReplyDelete
  27. Sdr Indrayogi..yang dirahmati ALLAH swt..
    Orang2 yang tidak mengikuti sunnah Rasul as role model, sudah tentu dia akan tersesat...
    Begitu pula orang2 yang ingin mengikuti sunnah rasul100% tanpa ilmu pengetahuan , mereka juga mudah tersesat..menjadi orang2 tidak berkemajuan..seperti suku Baduwee..

    Yang benar adalah jalan tengah,moderat, yaitu mengikuti sunnah Rasul secara professional..artinya kita tahu mana yang budaya arab,mana yang syariat islam...
    Kalau sdr Indrayogi mau lebih detail tentang hadist2 atau sunnah Rasul sebaiknya baca artikel saya "ISSUE HADITS2 DI DUNIA ISLAM" semoga bertambah wawasannya.
    Wassalamu'alaikum wrwb

    ReplyDelete
  28. mudah-mudahan belum telat

    AWAS!!... HATI-HATI DENGAN ISLAM LIBERAL !!

    mereka :

    1* Yang mengatakan "semua agama adalah sama!"

    ( lalu apa artinya Nabi mendakwahi Heraklius, apa artinya peperangan yang sangat banyak sekali antara Islam dengan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan agama-agama lain sampai hari ini di; Palestina, Khasmir, dll, apa artinya Salman Al-Farisi mengucapkan syahadat didepan Nabi, apa artinya misionaris memurtadkan orang-orang Islam dengan cara-cara licik berkedok bantuan kemanusiaan, sebaliknya apa artinya para mu'allaf masuk Islam, contoh ; mantan biarawati Irene Handono, chat steven, dll, simak juga apa kata mereka tentang agama lama mereka, apa artinya firman Allah tentang Yahudi dan Nashara (nasrani) yang di "bedakan" dengan Islam, apa artinya laknat Rasulullah terhadap Yahudi, Nasrani., apa artinya kafir (artikan dengan wahyu!, bukan dengan akal/hawa nafsu, apa artinya.... apa artinya.... )

    2* Berusaha menanamkan keragu-raguan, kerancuan di kepala-kepala kaum muslimin.

    Cara yang menonjol adalah : dengan segala cara, walaupun sehalus mungkin, meninggalkan hadits-hadits Nabi....bagaimana pula caranya? bukankah telah berabad-abad orang Islam mengimani kemudian mengamalkan Hadits-hadits?
    dengan cara : meragukan kredibilitas Ulama-ulama ahli Hadits. Tidak tanggung-tanggung, nama-nama seperti; Imam Bukhari, Muslim, dll., telah mereka "ragukan".
    Padahal guru-guru mereka hidup sangat dekat dengan zaman Rasulullah, pun telah terjadi penulisan hadits sebelum zaman Imam Malik (anak dari Anas bin Malik ; sahabat, pembantu Nabi yang memiliki umur cukup panjang) walaupun dalam bentuk lembaran-lembaran, karena takut tercampur dengan Al-Qur'an. Dan bukankah ketakutan tersebut telah hilang setelah Al-Qur'an dikumpulkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar, kemudian dibuatkan 1 mushaf induk pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan?
    Dikumpulkannya hadits-hadits Nabi dalam 1 kitab, adalah karena banyaknya beredar hadits-hadits palsu yang sengaja dibuat oleh musuh-musuh Islam.
    Oleh siapa? Khalifah Umar bin Abdul Aziz (anak dari cucu Umar bin Khattab), dengan memerintahkan para ulama yang telah sangat terkenal keilmuan (hadits) nya, keshalehannya, dan tsiqah (kuat hafalan ; walaupun mereka juga memiliki catatan hadits). Diantaranya : Imam Malik, dengan kitab Al-Muwatha nya, Imam Al-'Auzai, dari ulama Kufah, Syam, dll.
    Bagaimana dengan Imam Bukhari dan Imam Muslim, juga Ahli Hadits lainnya, khususnya dizaman permulaan pengumpulan, penulisan Hadits?
    Cukuplah kesepakatan kaum muslimin dizaman itu, pengakuan guru-guru mereka (seperti pengakuan Imam Syafi'i terhadap Imam Ahmad, Ibnul Mubarok terhadap Imam Bukhari, ulama-ulama Baghdad yang telah menguji hafalan Imam Bukhari, dll), murid-murid mereka ( Tirmidzi, Ibnu Majah, dll) sebagai bukti kesholehan, alim dan tsiqahnya mereka terhadap ilmu Hadits!
    Apalagi jika kita menimbang dengan hadits-hadits Nabi tentang keutamaan zaman tersebut ( dari 3 zaman utama ; Shahabat ( lihat juga At-Taubah;100), Tabi'in, tabi'ut tabi'in)
    Dan Bukankah zaman antara Imam Malik, Imam Bukhari dengan para shahabat nabi adalah SANGAT BERDEKATAN ??
    Walaupun pada zaman tersebut telah terjadi pemalsuan hadits, aliran-aliran baru, tetapi mayoritas, mainstream, dan yang menonjol adalah mereka yang masih mengamalkan Islam secara "bersih", sebagaimana pada zaman Nabi dan sahabat-sahabatnya.

    3* Dididik oleh para Orientalis.

    Setelah mengetahui point ke 1 dan ke 2, coba bandingkan dengan metode / gaya orientalis, baik dahulu maupun hari ini...... jawabannya PERSIS.... SAMA !!
    Beberapa si antara mereka dididik dinegara Amerika, karena itu bahasa mereka agak kebarat-baratan, merekapun banyak mengagumi tokoh-tokoh barat ; seperti George Bush (kita tahu bagaimana sepak terjangnya dalam memerangi "terorisme", Karl Marx ( bahkan ada yang berandai-andai dia sebagai nabi! , karena terpesona (= baca tertipu) dengan pemikiran-pemikirannya.
    Yang saya maksud adalah dididik ILMU I

    ReplyDelete
  29. Salah satu tema (baca= syubhat) yang dilontarkan mereka adalah :

    Kemunduran kaum muslimin adalah karena cara beragama kita yang salah. Selanjutnya solusi yang mereka serukan adalah liberalisme / sekulerisme.

    Bukankah Nabi telah mengkhabarkan kepada kita bahwa sebab - sebab kemunduran kaum musimin adalah :
    * Tersebarnya kemaksiatan secara terang-terangan ( zina, khamar, dll )
    * Jual beli Riba
    * Tenggelam dalam urusan dunia, dengan meninggalkan akhirat......sekali lagi dengan meninggalkan akhirat, jadi Islam tidak pernah mengesampingkan urusan dunia sedikitpun juga, karena ini adalah fitrah.

    Dan juga solusinya pun telah ada di dalam Islam : Yaitu kembali kepada (ajaran) agama!.
    Ditambahkan oleh Imam Malik dengan berkata : " Tidak akan jaya umat ini, kecuali dengan apa-apa yang membuat jaya umat pertama (para sahabat) "
    Yaitu ; CARA BERAGAMA kita, adapun untuk urusan dunia adalah berkembang sesuai dengan perkembangan berfikir manusia, yang ini juga fitrah
    dahulu kita pakai kuda, kerbau, sekarang ada mobil, motor, maka kita pakai motor.

    ReplyDelete
  30. Assalamu alaikum, afwan ikut na download.... untuk melengkapi posting.... sukron for sharing

    ReplyDelete
  31. Alhamdulillah, dapat ilmu banyak dari sini...

    ReplyDelete