Wednesday, September 28, 2005

So small...




Sekilas gambar-gambar ini tampak biasa. Coba deh lihat dengan di click gambar yang A dulu setelah itu selanjutnya klik tombol NEXT di kanan atas sampai gambar Z5.

Tuesday, September 27, 2005

Sang Muallaf pun Terharu dengan Al Alaq...




Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

[1] Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,

[2] Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.

[3] Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah,

[4] Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.

[5] Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

[6] Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,

[7] karena dia melihat dirinya serba cukup.

[8] Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah kembali (mu).

[9] Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang,

[10] seorang hamba ketika dia mengerjakan salat,

[11] bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu berada di atas kebenaran,

[12] atau dia menyuruh bertakwa (kepada Allah)?

[13] Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan dan berpaling?

[14] Tidakkah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?

[15] Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya,

[16] (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.

[17] Maka biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),

[18] kelak Kami akan memanggil malaikat Zabaniyah,

[19] sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).

Subhanallah....Silahkan kalau ada yang mau nge-link. Semoga bisa bermanfaat.

Buta, bisu, tuli dan lumpuh


Assalamu'alaikum wr wb

Setiap orang pasti menginginkan sosok pendamping yang ideal untuk teman hidupnya. Banyak kriteria yang akan disebutkan ketika seorang lelaki ditanya tentang sosok wanita yang ingin dijadikan partner hidupnya. Kriteria standard laki-laki biasanya wanita itu harusnya yang berwajah cantik, berbadan sexy, model atau calon model atau paling ngga mendekati kriteria model lah. Trus biasanya juga milih yang gaul dalam artian, diajak kesana kemari bisa nyambung. Sebaliknya pun begitu dengan wanita.

Jarang ada orang ketika ditanya kriteria pasangan idealnya, dia memilih yang buta, bisu, tuli dan lumpuh.

Tapi alangkah indahnya kalau pasangan itu seorang yang "buta" dalam artian, matanya terjaga dari penglihatan yang diharamkan. "Bisu" dalam artian mulutnya selalu menghindari ghibah (gosip) dan omongan yang ngga perlu, lalu sebagai gantinya mulut itu rajin melafazkan nama-Nya. Alangkah indahnya seseorang itu "tuli" dalam artian, telinganya diharamkan untuk mendengar sesuatu yang kotor dan jelek dan sebagai gantinya, dia selalu menangis ketika ayat-ayat-Nya dilantunkan.

Dan alangkah indahnya ketika seseorang itu "lumpuh" dalam artian, kakinya menjauh dari tempat-tempat yang dilarang dan penuh kemaksiatan, dan sebagai gantinya, dia dengan ikhlas selalu melangkahkan kedua kaki tersebut menuju tempat yang diridhai-Nya dan merenungi apa yang telah dia perbuat untuk persiapan di hari akhir nanti....

"Wanita-wanita yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)"
[QS An Nuur :26]

Wassalamu'alaikum wr wb

Monday, September 26, 2005

RISMATA EXPO 2005, Sambut Ramadhan 1426 H

Start:     Oct 1, '05
End:     Oct 2, '05
Location:     Masjid at-Taqwa

Masjid at-Taqwa : Jl. Sakti IV No. 8 Komp. Pajak Kemanggisan
Jakarta Barat 11480

Apa itu Hermeneutika ?

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh Adian Husaini MA

Istilah hermeneutika agaknya masih sangat asing di telinga sebagian besar umat Islam di tanah air. Tidak demikian halnya apabila melihat historis hermeneutika itu yang ternyata sudah ada selama berabad-abad lampau serta berkembang pesat di Eropa Barat. Sebagai sebuah metode interpretasi teks Bibel, hermeneutika terutama digunakan untuk mengakomodasi dinamika perkembangan zaman. Dan inilah yang lantas melahirkan tradisi sekular-liberalisme di Barat pada abad pertengahan. Kini, hermeneutika yang berasal dari tradisi Barat-Nasrani tersebut coba diterapkan pada Alquran.

Mengutip majalah Islamia edisi Maret 2004, saat ini ada kecenderungan di kalangan Muslim modernis untuk menjadikan hermeneutika sebagai pengganti ilmu tafsir Alquran. Di sejumlah perguruan tinggi Islam di Indonesia, bahkan hermeneutika diajarkan sebagai mata kuliah khusus. Akan tetapi, seperti dikemukakan Adian Husaini MA, kandidat PhD di International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) Kuala Lumpur, tradisi keagamaan dalam memahami Alquran dan Bibel tentu berbeda dan realitasnya menghasilkan peradaban yang berbeda pula. Terkait persoalan itu, berikut petikan wawancara wartawan Republika Yusuf Assidiq dengan Adian seputar perkembangan hermeneutika di sela workshop Pemikiran dan Peradaban Islam di Jakarta, akhir pekan lalu:

Bisa dijelaskan apa hermeneutika itu ?

Kajian hermeneutika ini menarik. Bagi sebagian besar umat Muslim di Indonesia, termasuk kalangan cendekiawannya, mungkin suatu istilah yang baru dikenal. Harmeneutika adalah metode tafsir yang berasal dari Yunani dan berkembang pesat sebagai metode intepretasi Bibel. Jadi ini adalah sebuah metode interpretasi yang hidup dalam tradisi Nasrani yang kemudian menumbuhkan tradisi Barat sekuler-liberal setelah abad 16 dan 17. Itulah pertama perlu dicermati secara objektif sebelum bersikap menerima atau menolak harmeneutika.

Mengapa harmeneutika muncul sebagai metode interpretasi dalam tradisi Nasrani ?

Ada beberapa alasan. Pertama, mereka menggunakan harmeneutika sebagai satu metode interpretasi modern yang sudah dilepaskan dari aspek sakralisasi teks Bibel. Nah, problemnya ada pada teks Bibel itu sendiri. Karena metode interpretasi teks, maka yang pertama disimpulkan dan disimak adalah teksnya. Sampai zamannya Martin Luther di abad pertengahan, orang-orang Nasrani Barat masih menggunakan interpretasi literal yang memandang Bibel adalah kata-kata Tuhan. Terbukti kemudian begitu banyak problem dalam sejarah Nasrani ketika gereja mendominasi kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial dan politik.

Sampai pada zaman Renaissance, mereka merasa bahwa selama ratusan tahun, mereka telah mati, hidup di bawah cengkeraman kekuasaan gereja. Karena itulah, pada zaman pencerahan, mereka melakukan revolusi besar-besaran terhadap berbagai pemikiran tentang kehidupan, termasuk pula konsep keagamaan. Inti dari zaman pencerahan adalah merebaknya paham sekularisme, humanisme dan liberalisme. Penafsiran tentang keagamaan pun disubordinasikan ke dalam paham-paham ini. Termasuk pemahaman terhadap bibel tadi. Berkembanglah hermeneutika modern sebagai perangkat tafsir teks, termasuk teks kitab suci. Metode ini sangat berbeda dengan metode interpretasi sebelum-sebelumnya dan langsung berkembang pesat. Hingga liberalisasi tidak bisa dibendung lagi dan membongkar sendi-sendi agama Nasrani.

Bagaimana kemudian hermeneutika digunakan juga untuk menginterpretasikan teks Alquran ?

Di kalangan Barat muncul pertanyaan, 'Kan sekarang agama kita sudah begini, mengapa Islam tidak kita beginikan juga? Nah untuk meliberalkan Islam hingga mengikuti jejak Barat, mau tidak mau harus memasukkan harmeneutika yang merupakan alat penting bagi liberalisasi. Hal tersebut jelas akan demikian kompleks selama Alquran dipahami sebagai kalamullah. Orang Islam akan yakin kalau kalamullah yang paling paham adalah Allah. Dan tentu manusia yang paham adalah Rasul-Nya, sahabat dan mereka yang dekat dengan Rasul.

Jadi kalau mau menafsirkan Alquran, maka harus ditafsirkan sebagaimana ditafsirkan Rasulullah, generasi sahabat atau orang-orang terdekat. Itu logikanya 'kan. Dan itu tidak terjadi pada Bibel. Pada dasarnya, teks harus bisa dianalisis secara histori dan manusiawi. Makanya nanti, orang-orang Islam yang memakai harmeneutika akan membawa istilah-istilah yang sama dengan bibel. Misalnya, Alquran jangan ditafsirkan secara literal sesuai otoritas nabi, jamannya sudah berbeda dan sebagainya.

Tapi nyatanya tidak sedikit kalangan umat Muslim menggunakan hermeneutika ini ?

Problem yang dihadapi umat Islam secara umum bisa dilihat pada sekitar tahun 1683, setelah dinasti Usmani mengepung kota Wina untuk kali kedua dan gagal. Maka banyak yang menulis bahwa inilah mulainya kecenderungan penurunan Islam dan awal kebangkitan Barat--walau kebangkitan Barat sebenarnya sudah dimulai sejak zaman Renaissance. Akhirnya banyak kaum muslim yang melihat kemajuan berbagai bidang di Barat, terjadilah fenomena westernisasi serta sekularisasi di sebagian wilayah Muslim.

Harmeunetika juga begitu. Sejatinya, harmeneutika yang kini dikembangkan sudah dilepaskan dari teks bibel. Harmeunetika modern justru menjadi alat liberalisasi nasrani. Ini juga yang sekarang dipakai untuk meliberalkan Islam. Bila kita baca buku pemikir Islam yang memakai harmeuneik, Nazir Hamid Abu Zair, kita akan tahu bagaimana konsep dia tentang wahyu. Dia katakan bahwa Alquran adalah produk budaya. Alquran memang diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Dan sebagai manusia biasa, Nabi Muhammad menerima itu untuk kemudian merumuskannya. Nah ini yang menurut Nazir Hamid, menempatkan Nabi Muhammad seperti pengarang Alquran.

Kalau orang Islam sekarang mulai menggunakan hermeneutika, apa yang salah dengan tafsir ?

Itulah yang coba ditanyakan ke mereka. Sekarang tunjukkan bahwa tafsir sudah tidak bisa dipakai lagi. Sebab bila kita merujuk pada pendapat para ahli sunnah, selalu dinyatakan Alquran mesti ditafsirkan melalui sunnah Nabi atau pendapat sahabat dan tabi'i. Generasi pertama ini dianggap paling otoritatis dan memahami tafsir.

Apa sebenarnya dampak hermeneutika bagi umat Muslim ?

Kalau hermeunetika ini dikaji dengan tidak kritis dan diadopsi begitu saja untuk menggantikan tafsir Alquran maka akan terjadi dekonstruksi besar-besaran terhadap kesucian Alquran dan tafsir-tafsirnya. Orang-orang ini memang belum menghasilkan tafsir baru sebab mereka tidak mengembangkan keilmuan sistematis namun hanya melakukan dekonstruksi. Orang dibuat tidak percaya Alquran lantaran ada campur tangan manusia. Dari sini selanjutnya juga bakal lahir tafsir-tafsir yang 'tak terkendali'. Ketika mulai keluar dari teks--orang-orang tersebut sebenarnya tidak lagi percaya pada teks Alquran--maka yang terjadi siapa pun bisa menafsiran Alquran sesuai cara pandangnya. Misalnya saja orang-orang feminis dan pluralis tentu akan mencari ayat-ayat yang dapat mendukung sikap feminisnya atau pluralisnya.

Bisakah metode ini diaplikasikan untuk menafsirkan Alquran ?

Diperlukan dua kajian penting. Pertama, perbandingan antara konsep teks Alquran dan konsep teks Bibel. Kedua, perbandingan antara sejarah peradaban Islam dan Barat. Namun untuk sementara, dapat dipahami bahwa konsep teks Alquran dan bibel serta posisi masing-masing di mata penganutnya jelas berbeda. Tradisi keagamaan dalam memahami Alquran serta bibel sudah jelas berbeda dan realitasnya menghasilkan peradaban yang berbeda pula. Seharusnya ini dipahami agar tidak bersikap latah.

Sikap kita sebagai umat Muslim ?

Saya kira yang terbaik bagi umat, forum ini bisa dijadikan peluang terbaik untuk kembali mempelajari tafsir dengan sebenar-benarnya dan hermeneutika. Susahnya pendidikan di perguruan Islam jarang yang memberikan wacana kedua-duanya. Ada yang paham tafsir tidak paham hermeneutika atau sebaliknya. Perlu dilakukan kajian secara serius. Dan bagaimana pun juga umat perlu merespon secara ilmiah dan akademis. Juga sebagai umat Muslim, sikap kita terhadap apapun, tidak hanya pada harmeunetika, sesuatu yang asing perlu ditelaah dulu. Apa manfaatnya bagi umat, sesuai atau tidak dengan nilai-nilai Islam dll. Itu perlu dilihat. Harmeunetika juga sama.

Membangun tradisi keilmuan apakah sulit saat ini ?

Tidak sulit tapi memang berat. Karena kita sekarang hidup dalam kultur yang tidak menghargai ilmu. Orang lebih menghargai ratu kecantikan daripada pelajar yang menang olimpiade fisika. Dengan kondisi seperti itu, membangun tradisi ilmiah sangat tidak mudah. Sebab tradisi ilmiah adalah satu-satunya jalan untuk menuju kebangkitan.



Sunday, September 25, 2005

Penyemangat Bagi yang Puasa Ramadhan

Rating:★★★★★
Category:Other

1. Pengampunan Dosa

Allah dan Rasul-Nya memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah yang baik dan diberkahi ini.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, (bahwasanya) beliau bersabda (yang artinya) :

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan ihtisab (mengharap wajah ALLAH) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" [Hadits Riwayat Bukhari 4/99, Muslim 759, makna "Penuh iman dan Ihtisab' yakni membenarkan wajibnya puasa, mengharap pahalanya, hatinya senang dalam mengamalkan, tidak membencinya, tidak merasa berat dalam mengamalkannya]

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga, -Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda (yang artinya) :

“Shalat yang lima waktu, Jum'at ke Jum'at. Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa yang terjadi di antara senggang waktu tersebut jika menjauhi dosa besar" [Hadits Riwayat Muslim 233].

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu juga, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah naik mimbar kemudian berkata :

“Amin, Amin, Amin" Ditanyakan kepadanya : "Ya Rasulullah, engkau naik mimbar kemudian mengucapkan Amin, Amin, Amin ?" Beliau bersabda (yang artinya) :

“Sesungguhnya Jibril 'Alaihis salam datang kepadaku, dia berkata : "Barangsiapa yang mendapati bulan Ramadhan tapi tidak diampuni dosanya maka akan masuk neraka dan akan Allah jauhkan dia, katakan "Amin", maka akupun mengucapkan Amin...." [Hadits Riwayat Ibnu Khuzaimah 3/192 dan Ahmad 2/246 dan 254 dan Al-Baihaqi 4/204 dari jalan Abu Hurairah. Hadits ini shahih, asalnya terdapat dalam Shahih Muslim 4/1978. Dalam bab ini banyak hadits dari beberapa orang sahabat, lihatlah dalam Fadhailu Syahri Ramadhan hal.25-34 karya Ibnu Syahin].

2. Dikabulkannya Do'a dan Pembebasan Api Neraka

Rasullullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) :

“Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan semua orang muslim yang berdo'a akan dikabulkan do'anya" [Hadits Riwayat Bazzar 3142, Ahmad 2/254 dari jalan A'mas, dari Abu Shalih dari Jabir, diriwayatkan oleh Ibnu Majah 1643 darinya secara ringkas dari jalan yang lain, haditsnya shahih. Do'a yang dikabulkan itu ketika berbuka, sebagaimana akan datang penjelasannya, lihat Misbahuh Azzujajah no. 60 karya Al-Bushri]

3. Orang yang Puasa Termasuk Shidiqin dan Syuhada

Dari 'Amr bin Murrah Al-Juhani[1] Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Datang seorang pria kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian berkata :

"Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di malam harinya, termasuk orang yang manakah aku ?"

Beliau menjawab (yang artinya) :

“Termasuk dari shidiqin dan syuhada" [Hadits Riwayat Ibnu Hibban (no.11 zawaidnya) sanadnya Shahih]

Footnote :

[1]. Lihat Al-Ansab 3/394 karya As-Sam'ani, Al-Lubab 1/317 karya Ibnul Atsir

Judul Asli : Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.


Buku : Metodologi Bibel dalam Studi Alquran

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Reference
Author:Adnin Armas, MA
Judul buku: Metodologi Bibel dalam Studi Alquran: Kajian Kritis
Penulis: Adnin Armas, MA
Penerbit: Gema Insani Press
Cetakan : I, 2005
Tebal : 173 hlm


Menangkis Tudingan Orientalis

Sejak awal perkembangan Islam sampai saat ini, kalangan orientalis terus menyerang Alquran. Mereka melakukan berbagai macam cara untuk menghujat Rasulullah Muhammad dan Alquran, terutama dilandasi oleh kebencian dan kedengkiannya terhadap Alquran. Salah satu hujatan dan bentuk kebencian itu adalah pendapat Martin Luther, yang terkenal sebagai tokoh Protestan. Dalam pandangan Luther, pada akhirnya Alquran adalah karangan setan. Luther berpendapat bahwa setan adalah seorang pembohong dan pembunuh. Alquran mengajarkan kebohongan dan pembunuhan.

Buku yang ditulis oleh Adnin Armas, MA -- kandidat Doktor ISTAC-IIUM, Kuala Lumpur, Malaysia - ini menjawab dan menangis berbagai tuduhan bohong dan hujatan kaum orientalis. Adnin, dengan referensi-referensi klasik, baik dalam bahasa Arab atau Inggris, menguraikan secara tajam, mulai dari serangan-serangan orientalis terhadap Alquran dari masa klasik sampai modern. Selain itu, Adnin juga menjelaskan tentang pemikiran tokoh-tokoh yang menggunakan metodologi Bibel dalam studi Alquran, studi orientalis terhadap sejarah teks Alquran, dan kosa kata asing dalam Alquran.

Penulis membagi bukunya menjadi empat bab. Bab pertama mengungkap hujatan dan kritikan kepada Alquran yang dikemukakan kalangan Kristen terkemuka dari abad ke-8 sampai ke-16. Hujatan dan kritikan terhadap Alquran begitu sinis dan keras. Bibel diyakini sebagai kata-kata Tuhan, dan Alquran mengkritik Bibel, maka Alquran adalah karya setan. Bibel dijadikan tolok ukur menilai Alquran. Apa saja yang bertentangan dengan Bibel, maka Alquran yang salah.

Bab kedua mengupas metodologi Bibel dalam studi Alquran. Filsafat hermeneutika yang berkembang dari studi Bibel ikut diadopsi oleh beberapa sarjana Muslim kontemporer seperti Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid untuk diserap ke dalam studi Alquran. Bab ketiga membahas dan menjawab kritikan para orientalis modern dan kontemporer yang mengkritik Alquran dengan menggunakan metodologi Bibel. Mereka menyimpulkan Alquran Mushaf Utsmani telah mengalami berbagai tahrif. Oleh sebab itu, Alquran edisi kritis diperlukan.

Sedangkan bab keempat memaparkan kajian yang dilakukan oleh sarjana Yahudi-Kristen mengenai kosa kata asing dalam Alquran. ''Teori Pengaruh'' tersebut dikembangkan untuk menyimpulkan Muhammad bukanlah seorang yang buta huruf. Muhammad bisa menulis dan membaca. Kesimpulan tersebut untuk mendukung pendapat para tokoh Yahudi-Kristen, bahwa Alquran adalah karangan Muhammad. Sebagai pengarang Alquran, Muhammad dianggap bisa baca-tulis, karena itu Muhammad bukan seorang buta huruf.

Buku ini sangat perlu dan layak dibaca terutama oleh kalangan mahasiswa, dosen, ustad, politisi Islam maupun kaum berpendidikan lainnya, untuk lebih memahami perang pemikiran (ghazwul fikri) yang terjadi. Apalagi saat ini, ketika Hermeneutika - metodologi Bibel dalam studi Alquran - diajarkan di kampus-kampus Islam maupun umum.

Kalianlah cerminku


Assalamu'alaikum wr wb

Alhamdulillah diskusi dan kajian Islam yang saya buat di rumah kemarin sore bisa berjalan lancar. Ust Fauzi yang walaupun dalam keadaan lelah karena beliau tugas ceramah dari subuh, masih bisa hadir di rumah untuk memberikan siraman rohani di rumah saya. Beliau datang sekitar jam 4 sore dan saat itu belum ada satu pun yang hadir. Akhirnya beliau numpang untuk bisa tidur dulu sekitar 20 menit sambil menunggu temen-temen hadir.

Sekitar jam setengah 6, diskusinya dimulai. Yang hadir saat itu Nita, mas Iwan dan tiga orang temannya dari YISC Al Azhar. Alhamdulillah mas Iwan membawa temannya, karena kalau ngga, pengajian itu mungkin hanya dihadiri tiga orang saja yaitu saya, mas Iwan dan Nita sebagai team tetap diskusi kajian dirumah saya :). Diskusi Kajian Islam hari ini dihadiri enam orang termasuk saya. Lebih sedikit dibanding beberapa minggu yang lalu yang mencapai 15 orang yang hadir :). Sebenernya itu ngga menjadi masalah juga, karena yang penting adalah ilmunya yang bisa diambil dari ust. Fauzi.

Saya sangat salut sekali dengan teman-teman saya yang hadir sore itu dan di diskusi kajian yang lalu. Salut dengan mas Iwan yang dengan aktifitasnya dari pagi kuliah di Al Azhar dan sorenya tanpa rasa lelah menuju rumah saya untuk belajar Islam lagi. Salut dengan mas Agung yang cukup jauh dari Tebet menuju Slipi "hanya" untuk diceramahin. Salut dengan Nita yang di hari Minggu itu dia mendapat jatah lembur dikantornya dari pagi sampai sore dan masih menyempatkan diri untuk kerumah saya dan memperdalam Islam setelah itu pulang sendiri naik taksi menuju rumahnya di Ciledug. Salut dengan mba Tiara (GwDunksSukaOranye) yang jauh-jauh dari Cirendeu menuju Kemanggisan "hanya" untuk mendengar ceramah. Salut kepada mereka yang masih menaruh minat untuk mendalami Islam lebih jauh tanpa melihat perbedaan umur dan hal lainnya dan hanya mengharap ridha-Nya. Semoga semangat kita tak akan pernah padam sampai Israfil melakukan tugasnya. Amin.

Di diskusi kajian yang sebelum ini yang hadir mencapai 15 orang, ibu sempat menitikkan airmata ketika melihat temen-temen yang dengan semangat menanyakan berbagai macam pertanyaan. Saking semangatnya, setiap usai sholat magrib dan isya, ust Fauzi selalu saja di kerubungi dan diserbu oleh berbagai macam pertanyaan. Ketika melihat hal itulah ibu menitikkan airmata karena beliau terharu dengan semangat anak-anak muda itu dalam mencari ilmu tentang Islam. Beliau cerita tentang hal ini ke ust. Fauzi lalu ust Fauzi menceritakan kembali ke saya.

Bunda, bukan bunda saja yang terharu, kadang aku pun merasa sama. Setiap mereka melangkahkan kaki untuk pulang aku selalu melihat semangat yang tak pudar di diri mereka, walaupun setelah seharian mereka berada diluar dan melakukan berbagai macam aktifitas. Betapa aku merasa bahwa disetiap mereka terdapat cermin-cermin yang disitu aku bisa berkaca dan melihat diriku sendiri sambil berkata, sudahkah aku seperti mereka ? sungguh aku masih jauh bunda....

Kalianlah cerminku dan terima kasih telah membuatku berkaca, mohon maaf kalau temanmu yang dhaif ini belum bisa memberikan sesuatu apapun melainkan hanya berharap agar Allah senantiasa memberikan balasan yang terbaik untuk di hari akhir nanti. Semoga Ramadhan tahun ini bisa menjadi turning point bagi kita semua untuk memperbaiki diri dan mempersiapkan segala sesuatunya untuk bertemu dengan-Nya suatu hari nanti. Amin Allahuma Amin.

"Barangsiapa yang menempuh jalan yang menuju ke pengetahuan, Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga, dan para malaikat mengembangkan sayapnya karena senang pada orang yang mengincar ilmu, serta seluruh penghuni surga dan bumi bahkan ikan di kedalaman lautan, memohon ampunan untuknya"
[HR.Ibnu Hanbal 196]


Wassalamu'alaikum wr wb

Rangkuman topik diskusi

Thursday, September 22, 2005

Buku : Tren Pluralisme Agama, Sebuah Tinjauan Kritis

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Reference
Author:Dr. Anis Malik Thoha
Judul buku: Tren Pluralisme Agama: Sebuah Tinjauan Kritis
Penulis: Dr Anis Malik Thoha
Penerbit: Perspektif
Cetakan: I, Agustus 2005


Menyingkap Topeng Pluralisme

Benarkah pluralisme merupakan solusi yang didambakan masyarakat? Ataukah justru merupakan sumber persoalan baru yang dapat merusak tatanan kehidupan bermasyarakat? Benarkah pluralisme seperti yang senantiasa dipuji-puji oleh para tokoh pendukungnya? Ataukah, pluralisme mempunyai wajah lain yang boleh jadi mengelabui masyarakat akan jati dirinya yang sesungguhnya.

Buku yang ditulis oleh Dr Anis Malik Thoha, peraih gelar doctor dari International Islamic University Islamabad (IIUI), Pakistan, ini berupaya membongkar wajah sesungguhnya pluralisme. Melalui bukunya yang berasal dari disertasi doktornya itu, penulis menegaskan bahwa gagasan kesetaraan agama yang diangkat oleh para pembela pluralisme, yang sepintas tampak sebagai solusi yang menjanjikan harapan-harapan dan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, ternyata menunjukkan hakikat yang justru sebaliknya. Kajian lebih mendalam, obyektif dan kritis terhadap gagasan kesetaraan agama tersebut semakin menyingkap topeng yang menyembunyikan wajah asli pluralisme yang ternyata bengis, tak ramah, dan intoleran.

Penulis membagi bukunya menjadi empat bab. Bab I membahas tentang definisi pluralisme agama, sejarah perkembangan dan beberapa faktor penting yang melatarbelakangi munculnya gagasan tersebut. Bab II mengupas tren-tren pluralisme agama dan dasar-dasar utamanya, yakni tren humanisme secular, teologi global, sinkretisme, dan hikmah abadi.

Bab III membicarakan implikasi -implikasi pluralisme agama, terutama menyangkut eliminasi agama, munculnya pluralisme formalitis, dan ancaman terhadap HAM. Bab terakhir menyajikan tinjauan Islam tentang pluralisme agama secara umum, dan tren-tren pluralisme agama secara khusus, dengan berpedoman kepada teks-teks Alquran dan sunah Rasul SAW.

Buku ini amat perlu dibaca terutama oleh para mahasiswa, dosen, inteleketual, anggota dewan, orang-orang pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat maupun para santri. Dengan membaca buku ini, masyarakat tidak gampang terkecoh oleh gagasan pluralisme yang menyembunyikan wajah yang sesungguhnya.

------------------------

Selamat Datang Buku Dr. Anis Malik Thoha
Oleh: Adian Husaini

Pada tanggal 3 September 2005 yang lalu, ada peristiwa bersejarah dalam pemikiran Islam di Indonesia. Hari itu, Dr. Anis Malik Thoha – dosen ilmu perbandingan agama di Universitas Islam Internasional Malaysia – meluncurkan bukunya yang berjudul “Tren Pluralisme Agama: Tinjauan Kritis” (Jakarta: GIP, 2005). Peluncuran dilakukan di Gedung Menara Dakwah-Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia. Ratusan hadirin berjubel menghadiri acara tersebut.

Mengapa peristiwa tersebut kita katakan sebagai peristiwa bersejarah? Pertama, buku itu merupakan terjemahan disertasi doktornya di Universitas Islam Internasional Islamabad, dimana Dr. Anis akhirnya meraih ‘Gold Medal’, karena disertasinya dinyatakan sebagai disertasi terbaik.

Kedua, materi pembahasan dalam buku ini merupakan tema penting dalam isu pemikiran Islam yang telah berpuluh tahun menjadi perdebatan hangat diantara para pemikir bidang keagamaan, baik di dunia Islam, dunia Barat, maupun di Indonesia sendiri. Dan ketiga, buku ini hadir tepat waktu, ketika kritikan dan hujatan terhadap fatwa MUI tentang sipilis (Sekularisme, Pluralisme Agama, dan Liberalisme) masih terus berlangsung.

Sebagai buku berkualitas ilmiah tinggi, buku ini bukan buku populer, sehingga biasanya kurang luas peredarannya. Tetapi, mengingat materinya yang sangat penting, maka buku ini perlu dijadikan bahan kajian di kalangan akademisi Muslim, para ulama, cendekiawan, dan para peminat pemikiran Islam. Judul asli buku ini dalam bahasa Arab: “Ittijaahaat al-Ta’addudiyah al-Diniyah wa al-Mawqif al-Islami minha”.

Isu Pluralisme Agama masih terus menjadi perbincangan di tengah masyarakat luas. Jumat (9/9/2005) kemarin pagi, dalam acara dialog interaktif dengan sebuah radio di Solo, seorang Ibu menceritakan pengalamannya, sejak kecil dia dididik oleh orang tuanya untuk berpikir dan bersikap bahwa semua agama itu baik.

Jadi, jangan merasa yang paling benar atau paling baik. Akibatnya, ia tidak terdorong untuk mengamalkan agamanya dengan baik. Syukurlah akhirnya ia mengakui kekeliruan paham semacam itu, dan mengakui besarnya manfaat fatwa MUI yang mengharamkan paham Pluralisme Agama.

Dalam bukunya, Anis mengutip definisi populer dari Pluralisme Agama yang dirumuskan John Hick: “...pluralisme agama adalah suatu gagasan bahwa agama-agama besar dunia merupakan persepsi dan konsepsi yang berbeda tentang, dan secara ertepatan merupakan respon yang beragam terhadap, Yang Real atau Yang Maha Agung dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat terjadi secara nyata dalam setiap masing-masing pranata kultural manusia tersebut –dan terjadi, sejauh yang dapat diamati, sampai pada batas yang sama.”

Dengan kata lain, Hick ingin menegaskan bahwa sejatinya semua agama adalah merupakan manifestasi-manifestasi dari realitas yang satu. Dengan demikian, semua agama sama dan tak ada yang lebih baik dari yang lain. Sangat jelas, rumusan Hick tentang pluralisme agama di atas adalah berangkat dari pendekatan substantif, yang mengungkung agama dalam ruang (privat) yang sangat sempit, dan memandang agama lebih sebagai konsep hubungan manusia dengan kekuatan sakral yang transendental dan bersifat metafisik ketimbang sebagai suatu sistem sosial.

Dengan demikian telah terjadi proses pengebirian dan “reduksi” pengertian agama yang sangat dahsyat. Sesungguhnya, pemahaman agama yang reduksionistik inilah yang merupakan “pangkal permasalahan” sosio-teologis modern yang sangat akut dan kompleks yang tak mungkin diselesaikan dan ditemukan solusinya kecuali dengan mengembalikan “agama” itu sendiri ke habitat aslinya, ke titik orbitnya yang sebenarnya, dan kepada pengertiannya yang benar dan komprehensif, tak reduksionistik.

Tetapi sungguh mengejutkan, menurut Anis, ternyata “pemahaman reduksionistik” inilah justru yang semakin populer dan bahkan diterima di kalangan para ahli dari berbagai disiplin ilmu dan pemikiran yang berbeda, hingga menjadi sebuah fenomena baru dalam dunia pemikiran manusia yang secara diametral berbeda dengan apa yang sudah dikenali secara umum.

Yang unik dalam fenomena baru ini adalah bahwa pemikiran “persamaan” agama (religious equality) ini, tidak saja dalam memandang eksistensi riil agama-agama (equality on existence), namun juga dalam memandang aspek esensi dan ajarannya (syariat), sehingga dengan demikian diharapkan akan tercipta suatu kehidupan bersama antar agama yang harmonis, penuh toleransi, saling menghargai (mutual respect) atau apa yang diimpikan oleh para “pluralis” sebagai "Pluralisme Agama".

Namun, alih-alih menciptakan kerukunan dan toleransi, paham Pluralisme Agama itu sendiri sebenarnya sangat tidak toleran, otoriter, dan kejam, karena menafikan kebenaran semua agama, meskipun dengan jargon menerima kebenaran semua agama.

Sebagai agama, kata Anis, Pluralisme Agama memiliki ciri-ciri, watak-watak, karakteristik yang khas yang terdapat pada semua agama pada umumnya. Ia memiliki tuhannya sendiri, nabi-nabinya sendiri, ritus-ritus dan ritual-ritualnya sendiri dsb. Tuhan agama ini, sebagaimana dikatakan “nabi”nya, John Hick, adalah “The Real” yang mengatasi semua tuhan yang diyakini agama-agama. Jadi pada dasarnya, agama baru ini juga tidak lepas dari “klaim absolut”.

Bahkan sebetulnya agama baru ini lebih eksklusif dari agama-agama yang ada, khususnya Islam. Sebab Islam secara ontologis mengakui dan menghargai “klaim-klaim absolut” yang dibuat agama-agama lain, serta memberikan hak untuk berbeda, juga membiarkan mereka untuk menjadi dirinya masing-masing (to let the others to be others), tanpa berusaha sedikitpun untuk mereduksi atau merelativisasi mereka.

Sebagai konsekwensinya, pada tataran praktis Islam menawarkan “plurality of laws” kepada semua pengikut agama untuk mengatur kehidupan mereka masing-masing sesuai dengan hukum atau syari’at yang mereka yakini.

Apa ada sistem modern (yang paling demokratis, sekalipun) yang berani menawarkan demikian?. Inilah, yang menurut bahasa Isma’il al-Faruqi, the best gift of Islam to humankind. Sikap Islam ini sungguh sangat elegan, lugas dan apa adanya.

Namun sebaliknya, agama baru (Pluralisme Agama) ini “memaksa” agama-agama lain untuk meyakini atau mengimani keunggulan tuhannya, yaitu “The Real” tadi. Bahwa tuhan-tuhan semua agama itu hanyalah manifestasi “The Real” ini. Ditambah lagi, pada tataran praktis, legal dan formal, agama baru ini memaksakan syari’at atau seperangkat hukumnya kepada semua agama.

Maka, agama baru ini sebetulnya (tanpa disadari) inkonsisten dengan semboyan-semboyannya yang muluk dan memikat lagi mempesona, yang moderat-lah, toleran-lah, kesetaraan-lah, kebebasan-lah dsb. “Semua itu semboyan kosong !” tegas Anis, yang kini memimpin Syuriah NU Cabang Istimewa Malaysia.

Dalam bukunya, Anis menjelaskan adanya empat tren dalam paham Pluralisme Agama, yaitu tren humanisme sekuler, tren teologi global, tren sinkretisme, dan tren hikmah abadi (sophia perennis). Dalam tren teologi global, dikupas pemikiran dua tokoh perumusnya yang terkenal, yaitu Wilfred Cantwell Smith dan John Hick.

Pemikiran Smith penting untuk dicermati, sebab pemikiran inilah yang kemudian banyak diikuti pemikir di Indonesia. Ide dekonstruksi makna Islam – yang hanya merujuk pada makna generiknya sebagai “sikap pasrah” -- yang diajukan Nurcholis Madjid pada 21 Oktober 1992, misalnya, sejalan dengan ide Cantwell Smith tentang makna agama-agama.

Dalam bukunya, Dr. Anis Malik juga menguraikan secara cukup rinci ide Cantwell Smith yang mengusulkan penggantian terminologi “agama” sebagai kata benda, dan bukan sebagai kata sifat. Sebagai gantinya, dia mengusulkan terminologi baru, yaitu “faith” atau “cumulative tradition”.

Istilah terakhir ini dimaknainya dengan: “tradisi-tradisi yang terhimpun dari anasir keagamaan dan budaya yang hidup – seperti keyakinan, ritus, ritual, teks suci dan tafsirnya, mitos, seni, dan sebagainya – sehingga membentuk suatu sistem tersendiri yang memiliki karakteristik tersendiri, yang kemudian disebut tradisi Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Muslim, dan lain sebagainya. Teori ini, menurut Smith juga berlaku untuk Islam.

Islam sebagai kata benda pun harus dilepaskan, sebab Islam juga seperti agama lain. Meskipun Islam memiliki satu kekhususan dan keistimewaan, menurutnya ia juga mengalami proses reifikasi baru saja pada masa modern. Ia mengajukan makna Islam sebagai “kata sifat”.
Ide inilah yang kemudian diikuti oleh Nurcholish Madjid. Dalam buku Teologi Inklusif Cak Nur, ditulis: "Bangunan epistemologis teologi inklusif Cak Nur diawali dengan tafsiran al-islam sebagai sikap pasrah ke hadirat Tuhan. Kepasrahan ini, kata Cak Nur, menjadi karakteristik pokok semua agama yang benar.

Inilah world view Al Quran, bahwa semua agama yang benar adalah al-islam, yakni sikap berserah diri kehadirat Tuhan (QS 29:46)." Selanjutnya dikatakan: "Dalam konteks inilah, sikap pasrah menjadi kualifikasi signifikan pemikiran teologi inklusif Cak Nur. Bukan saja kualifikasi seorang yang beragama Islam, tetapi "muslim" itu sendiri (secara generik) juga dapat menjadi kualifikasi bagi penganut agama lain, khususnya para penganut kitab suci, baik Yahudi maupun Kristen.

Maka konsekuensi secara teologis bahwa siapa pun di antara kita - baik sebagai orang Islam, Yahudi, Kristen, maupun shabi'in --, yang benar-benar beriman kepada Tuhan dan Hari Kemudian, serta berbuat kebaikan, maka akan mendapatkan pahala di sisi Tuhan ... (QS 2:62, 5:69).

Dengan kata lain, sesuai firman Tuhan ini, terdapat jaminan teologis bagi umat beragama, apa pun "agama"-nya, untuk menerima pahala (surga) dari Tuhan. Bayangkan betapa inklusifnya pemikiran teologi Cak Nur ini." (Lihat, Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nur, (Jakarta: Kompas, 2001), hal. 21-22). Konsep “Islam” Cantwell Smith dan Nurcholish sangat berbeda dengan pandangan Prof. Naquib al-Attas.

Ia katakan bahwa hanya ada satu agama wahyu yang otentik, dan namanya sudah diberikan oleh Allah, yaitu Islam. Islam bukanlah sekedar kata kerja yang berarti pasrah atau tunduk (submission), tetapi juga nama sebuah agama yang menjelaskan cara submission yang benar. (Naquib al-Attas, Prolegomena to The Metaphysics of Islam, Kuala Lumpur: ISTAC, 1995).

Walhasil, kita ucapkan selamat datang untuk buku “Tren Pluralisme Agama” karya Dr. Anis Malik Thoha. Buku ini patut disambut gembira oleh kaum Muslim yang merindukan tumbuhnya tradisi ilmu dan intelektual sejati dalam masyarakat Muslim.

Dengan terbitnya buku ini, kita juga mengharapkan para penyebar paham Pluralisme Agama bersedia membacanya, bertobat, menyadari kekeliruannya, dan segera menghentikan propagandanya, meskipun dengan resiko tidak lagi dikucuri dana para cukong asing. Wallahu a’lam.(Jakarta, 9-9-2005).

Tuesday, September 20, 2005

Urgensi Menguasai Ilmu Syariah Bagi Seorang Muslim

Rating:★★★★★
Category:Other

Oleh : Ahmad Sarwat, Lc

Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba'd

Beberapa waktu terakhir ini, kebutuhan akan ilmu keislaman khususnya syariat Islam terasa sangat kuat. Sebab semakin hari umat ini semakin sadar pentingnya syariat Islam untuk dijadikan landasan dalam kehidupan. Secara lebih rinci, berikut ini adalah beberapa pandangan yang ikut mendorong pentingnya kita mengusai syariah.


1. Mengenal Syariah : Bagian dari Identitas Ke-Islaman Seseorang

Seorang muslim dengan seorang non muslim tidak dibedakan berdasarkan KTP-nya. Juga bukan berdasarkan ras, darah, golongan, bahasa, kebangsaan atau keturunan tertentu.Tetapi berdasarkan apa yang diketahuinya tentang ajaran Islam serta diyakini kebenarannya.

Tidak mungkin seorang bisa dikatakan muslim manakala dia tidak mengenal Allah SWT. Dan tidak-lah seseorang mengenal Allah SWT, manakala dia tidak mengenal ajaran-Nya serta syariat yang telah diturunkan-Nya.

Sehingga mengetahui ilmu-ilmu syariat merupakan bagian tak terpisahkan dari status keislaman seseorang. Maka sudah seharusnya seorang muslim menguasai ilmu syariah, karena syariat itu merupakan penjabaran serta uraian dari perintah Allah SWT kepada hamba-Nya


2. Allah SWT Mewajibkan Setiap Muslim Belajar Syariah

Mempejari Islam adalah kewajiban pertama setiap muslim yang sudah aqil baligh. Ilmu-ilmu ke-Islaman yang utama adalah bagaimana mengetahui MAU-nya Allah SWT terhadap diri kita. Dan itu adalah ilmu syariah. Allah SWT berfirman :

...Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan (ulama) jika kamu tidak mengetahui (QS. An-Nahl : 43)

Paling tidak, setiap muslim wajib melakukan thaharah, shalat, puasa, zakat dan bentuk ibadah ritual lainnya. Dan agar ibadah ritual itu bisa syah dan diterima oleh Allah SWT, tidak boleh dilakukan dengan pendekatan improvisasi atau sekedar menduga-duga semata. Harus ada dasar dan dalil yang jelas dan kuat. Karena ibadah ritual itu tidak boleh dilakukan kecuali sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Dan penjelasan secara rinci dan detail tentang bagaimana format dan bentuk ibadah yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh beliau hanya ada dalam syariat Islam.


3. Syariah adalah Kunci Memahami Al-Quran & As-Sunnah

Sumber utama ajaran Islam adalah Al-Quran yang terdiri dari 6.600-an ayat dan Al-Hadits yang berjumlah ratusan ribu hadits. Namun bagaimana mengambil kesimpulan hukum atas suatu masalah dengan menggunakan dalil-dalil yang sedemikian banyak, harus ada sebuah metodologi yang ilmiyah

Ilmu syariah telah berhasil menjelaskan dengan pasti dan tepat tiap potong ayat dan hadits yang bertebaran. Dengan menguasai ilmu syariah, maka Al-Quran dan As-Sunnah bisa dipahami dengan benar sebagaimana Rasulullah SAW mengajarkannya.

Sebaliknya, tanpa penguasaan ilmu syariah, Al-Quran dan Sunnah bisa diselewengkan dan dimanfaatkan dengan cara yang tidak benar. Ilmu Syariah adalah kunci untuk memahami Al-Quran dan As-Sunnah dengan metode yang benar, ilmiyah dan shahih.

Di dalam Al-Quran disebutkan bahwa pencuri harus dipotong tangannya, pezina harus dirajam, pembunuh harus diqishash dan seterusnya. Memang demikian zahir nash ayat Al-Quran. Namun benarkah semua pencuri harus dipotong tangan ? Apakah semua orang yang berzina harus dirajam ? Apakah semua orang yang membunuh harus dibunuh juga ?

Di dalam Syariah Islam akan dijelaskan pencuri yang bagaimanakah yang harus dipotong tangannya. Tidak semua orang yang mencuri harus dipotong tangan. Ada sekian banyak persyaratan yang harus terpenuhi agar seorang pencuri bisa dipotong tangan. Misalnya barang yang dicuri harus berada dalam penjagaan, nilainya sudah memenuhi batas minimal, bukan milik umum dan lainnya. Bahkan kriteria seorang pencuri tidak sama dengan pencopet, jambret, penipu atau koruptor.

Demikian juga dengan pezina, tidak semua yang berzina harus dihukum rajam. Selain hanya yang sudah pernah menikah, harus ada empat orang saksi lakil-laki, akil, baligh, dan menyaksikan secara bersama di waktu dan tempat yang sama melihat peristiwa masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan perempuan. Tanpa hal itu, hukum rajam tidak boleh dilakukan. Kecuali bila pezina itu sendiri yang menyatakan ikrar dan pengakuan atas zina yang dilakukannya. Dan yang paling penting, hukum rajam haram dilakukan kecuali oleh sebuah institusi hukum formal yang diakui dalam sebuah negara yang berdaulat.

Dan hal yang sama juga berlaku pada hukum qishash dan hukum-hukum hudud lainnya. Sebuah tindakan hukum yang hanya berlandaskan kepada satu dua dalil tapi tanpa kelengkapan ilmu syariah justru bertentangan dengan hukum Islam sendiri.


4. Ilmu Syariah Adalah Porsi Terbesar Ajaran Islam

Dibandingkan dengan masalah aqidah, ahlaq atau pun bidang lainnya, masalah syariah dan fiqih menempati porsi terbesar dalam khazanah ilmu-ilmu ke-Islaman. Bahkan yang disebut dengan `ulama` itu lebih identik sebagai orang yang ahli di syariah ketimbang ahli di bidang lainnya.

Sehingga sebagai ilmu yang merupakan porsi terbesar dalam ajaran Islam, ilmu syariah ini menjadi penting untuk dikuasai. Seorang muslim itu masih wajar bila tidak menguasai ilmu tafsir, hadits, bahasa Arab, Ushul Fqih, Kaidah Ushul dan lainnya. Tetapi khusus dalam ilmu syarriah khususnya fiqih, nyaris mustahil bila tidak dikuasai, meski dalam porsi yang seadanya. Sebab tidak mungkin kita bisa beribadah dengan benar tanpa menguasai ilmu fiqih ibadah itu sendiri.

Memang tidak semua detail ilmu syariah wajib dikuasai, namun untuk bagian yang paling dasar seperti masalah thaharah, shalat, nikah dan lainnya, mengetahui hukum-hukumnya adalah hal yang mutlak.


5. Tinginya Kedudukan Orang Yang Menguasai Syariah

Allah SWT telah meninggikan derajat orang yang memiliki ilmu syariah dengan firman-Nya :

...Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Maidah : 11)

Sehingga tampuk kepemimpinan skala mikro dan makro menjadi hak para ahli ilmu syariah. Seorang imam shalat diutamakan orang yang lebih mendalam pemahamannya. (afqahuhum). Bukan yang lebih tua, sudah menikah, lebih senior dalam struktur pergerakan, lebih tenar atau lebih punya kepemiminan. Namun imam shalat hendaklah orang yang lebih faqih dalam masalah agama.

Demikian juga hal yang terkait dengan kepemimpinan umat, yang lebih layak diangkat adalah mereka yang lebih punya kepahaman terhadap syariat. Sejak masa shahabat dan14 abad perjalanan umat, yang menjadi pemimpin umat ini adalah orang-orang yang paham dan mengerti syariah. Paling tidak, para khalifah dalam sejarah Islam selalu didampingi oleh ulama dan ahli syariah.


6. Tidak Paham Syariah Adalah Akar Perpecahan

Para ulama syariah terbiasa berbeda pendapat, karena berbeda hasil ijtihad sudah menjadi keniscayaan. Namun mereka sangat menghormati perbedaan diantara mereka. Sehingga tidak saling mencaci, menjelekkan atau menafikan.

Sebaliknya, semakin awam seseorang terhadap ilmu syariah, biasanya akan semakin tidak punya mental untuk berbeda pendapat. Sedikit perbedaan di kalangan mereka sudah memungkinkan untuk terjadinya perpecahan, pertikaian, bahkan saling menjelekkan satu sama lain.

Hal itu terjadi karena seseorang hanya berpegangan kepada dalil yang sedikit dan parsial. Tetapi merasa sudah pandai dan paling benar sendiri. Padahal dalil yang diyakininya paling benar itu masih harus berhadapan dengan banyak dalil lainnya yang tidak kalah kuatnya. Jadi bagaimana mungkin dia merasa paling benar sendiri ?

Paling tidak, dengan mempelajari ilmu syariah, kita jadi tahu bahwa pendapat yang kita pegang ini bukanlah satu-satunya pendapat. Di luar sana, masih ada pendapat lainnya yang tidak kalah kuatnya dan sama-sama bersumber dari kitab dan sunnah juga. Maka kita jadi memahami perbandingan mazhab di kalangan para fuqaha, sebab mereka memang punya kapasitas untuk melakukan istimbath hukum dengan masing-masing menhaj / metodologinya


7. Keberadaan Ahli Syariah Sangat Menentukan Eksistensi Umat Islam

Agama Islam telah dijamin tidak akan hilang dari muka bumi sampai kiamat, namun tidak ada jaminan bila umatnya mengalami kemunduran dan kejatuhan. Sejarah membuktikan bahwa mundurnya umat Islam terjadi manakala para ulama telah wafat dan tidak ada lagi ahli syariah di tengah umat.

Sebaliknya, bila Allah SWT menghendaki kebaikan pada umat Islam, niscaya akan dimulai dari lahirnya para ulama dan kembali manusia kepada syariat-Nya.


8. Tipu Daya Orientalis dan Sekuleris Sangat Efektif Bila Lemah di Bidang Syariah

Racun pemikiran Orientalis dan Sekuleris tidak akan mempan bila tubuh umat diimunisasi dengan pemahaman syariah

Bila tingkat pemahaman umat terhadap syariah lemah, maka dengan mudah pemikiran orientalis akan merasuk dan menjangkiti fikrah umat. Sebaliknya, bila umat ini punya tingkat pemahaman yang mendalam terdapat ilmu syariah, semua tipu daya itu akan menjadi mentah.

Pemahaman syariat Islam akan menjadi filter atas kerusakan fikrah umat. Sebaliknya, semakin awam dari syariat, umat ini akan semakin menjadi bulan-bulanan pemikiran yang merusak.


9. Tanpa Ilmu Syariah Bisa Melahirkan Sikap Ekstrim Membabi Buta

Sikap-sikap ekstrim dan keterlaluan dalam pelaksanaan agama seringkali menimpa banyak umat Islam. Barangkali niatnya sudah baik, yaitu ingin menjalankan ajaran agama. Tetapi bila semangat itu tidak diiringi dengan ilmu syariah yang benar, sangat besar kemungkinan terjadi kesalahan fatal yang merugikan.

Dahulu di masa shahabat ada seorang yang terluka di kepala. Seharusnya dia tidak boleh mandi karena parah sakitnya. Namun dia berjunub pada malamnya dan pagi hari dia bertanya kepada temannya, apakah dia harus mandi atau tidak. Temannya mengatakan bahwa dia harus mandi. Lalu mandilah dia dan tidak lama kemudian meninggal. Betapa sedih Rasulullah SAW tatkala mendengar kabar itu. Sebab teman yang memberi fatwa itu bertindak tanpa ilmu dan menyebabkan kematian. Padahal seharusnya dalam kondisi demikian, cukuplah dengan bertayammum saja. Maka dia sudah boleh shalat. Tidak wajib mandi junub meski malamnya keluar mani.


10. Keharusan Ada Sebagian Dari Ummat Yang Mendalami Syariah

Kalau kita bandingkan antara jumlah orang awam dan jumlah para ulama, kita akan menemukan perbandingan yang jauh dari proporsional. Dengan kata lain, ulama di masa sekarang ini termasuk `makhluk langka` bahkan nyaris punah.

Tanpa mengurangi rasa hormat dan penghargaan atas jasa mereka selama ini, namun kenyataanya bahwa kebanyakan tokoh agama serta para penceramah yang kita dapati masih minim dari penguasan secara mendetail dalam kisi-kisi ilmu syariah. Tidak sedikit dari mereka yang sama sekali buta bahasa arab. Dan otomatis rujukan satu-satunya hanya buku terjemahan saja. Bahkan ketika membaca Al-Quran pun tidak paham maknanya. Apalagi membaca hadits-hadits nabawi. Dan jangan ditanya bagaimana mereka bisa merujuk kepada kajian syariah Islam dari para fuqaha sepanjang sejarah, karena nyaris semua literaturnya memang dalam bahasa arab.

Lalu kita bisa pikirkan sendiri bagaimana kualitas umatnya bila para tokoh agama pun masih dalam taraf yang kurang membahagiakan itu ?

Maka memperbanyak jumlah ulama serta menyebar-luaskan ilmu-ilmu syariah menjadi hal yang mutlak dilakukan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT tentang keharusan adanya sekelompok orang yang berkonsentrasi mendalami ilmu-ilmu syariah.

Tidak sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya . Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.(QS. At-Taubah : 122)


11. Masuk Islam Secara Kaaffah : Mustahil Tanpa Syariah

Sebagai muslim yang baik, komitmen dan konsisten dalam memeluk agama Islam, tentu kita tahu bahwa kita wajib menerima Islam secara kaaffah, tidak sepotong-sepotong. Allah SWT telah memerintahkan hal dalam firman-Nya :

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.(QS. Al-Baqarah : 208)

Tapi bagaimanakah kita bisa menjalankan Islam secara kaaffah, kalau kita tidak bisa membedakan manakah diantara perbuatan itu yang termasuk bagian dari Islam atau bukan ?

Sebab seringkali kita dihadapkan kepada bentuk-bentuk pengamalan yang disinyalir sebagai islami, tetapi kita tidak tahu kedudukan yang sesungguhnya. Katakanlah sebagai contoh mudah misalnya tentang memahami perbuatan Rasulullah SAW. Apakah semua hal yang dilakukan oleh beliau itu menjadi bagian langsung dari syariat agama ini ? Ataukah ada wilayah yang tidak termasuk bagian dari syariat ?

Lebih rinci lagi, kita dapati dalam hadits bahwa Rasulullah SAW naik unta, minum susu kambing mentah, istinja` dengan batu, khutbah memegang tongkat, di rumahnya tidak ada wc dan seterusnya. Apakah hari ini kita wajib melakukan hal yang sama dengan beliau sebagai pengejawantahan bahwa Rasululah SAW adalah suri teladan ? Apakah kita juga harus naik unta ? Haruskah kita minum susu kambing yang tidak dimasak dahulu ? Apakah para khatib wajib berkhutbah sambil memegang tongkat ? Dan tegakah kita berintinja` hanya dengan batu ? Dan haruskah kita buang air di alam terbuka, karena dahulu Rasulullah SAW melakukannya ?

Tentu kita perlu merinci lebih detail, manakah dari semua perbuatan dan perkataan beliau SAW yang menjadi bagian dari syariah dan mana yang secara kebetulan menjadi hal-hal teknis yang tidak perlu dimasukkan ke dalam ajaran agama ini. Dan untuk itu, harus ada sebuah metodologi yang bisa dijadikan patokan. Metodologi itu adalah syariat Islam.

Dengan syariat Islam, kita bisa memilah dan menentukan manakah dari diri Rasulullah SAW yang menjadi bagian dari ajaran Islam. Dan manakah yang bukan termasuk ajaran selain hanya faktor kebetulan dan teknis semata.
 

Penutup

Itulah beberapa hal yang perlu kita renungkan bersama. Betapa syariat Islam ini memang perlu kita pelajari dengan sebaik-baiknya. Tidak perlu menunggu dan membuang waktu. Sekaranglah waktu yang tepat untuk mulai belajar. Semoga Allah SWT memudahkan jalan kita masuk surga karena kita telah menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu keislaman selama di dunia ini.


Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.


Monday, September 19, 2005

Mengapa Kita Menolak Syiah

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Reference
Author:Sabili

Mengapa Kita Menolak Syiah
Sabili,Telaah Utama edisi 05thXIII05

Syiah mencaci para sahabat Rasul karena dianggap menyerobot hak Ali. Padahal mencintai sahabat bagian dari keimanan. Syiah juga menghalalkan nikah mut’ah. Karena itukah, Syiah ditolak?

Rabu, 31 Agustus 2005 di Club Rasuna, Kuningan, Jakarta Selatan. Sebuah acara berlangsung dengan pengawalan ketat para pemuda ‘Ahlul Bait’. Beberapa panitia terlihat di beberapa sudut dan pintu-pintu masuk tempat acara diselenggarakan.

Mereka terus memantau dengan ketat dan awas. Bahkan saat SABILI baru tiba di lobi gedung, panitia langsung menghampiri dengan menanyakan identitas dan kartu undangan. Penjagaan di pintu masuk lebih ketat lagi dengan menggunakan metal detektor dan memeriksa seluruh barang bawaan pengunjung. Beberapa orang nampak berkerumun di depan karena tidak diizinkan masuk.

Acara dimulai dengan sambutan panitia yang menceritakan ihwal acara dialog tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan ayat suci al-Qur’an dan seremoni ala Syiah. Setelah membaca al-Qur’an, peserta ramai-ramai membaca “shalawat” Allahumma shalli ala Muhammad wa Ali (keluarga Ali), selama beberapa kali.

Siang itu, di Club Rasuna memang sedang digelar Dialog Sunni-Syiah mengambil tema “Mengapa Harus Sunni dan Syiah”. Sebagai pembicara adalah Ustadz Nabhan Husein, “mewakili” kaum Sunni dan Jalaluddin Rahmat, dari kelompok Syiah.

Tentang alasan pengambilan tema tersebut, ketua panitia dialog sekaligus Ketua Oase (LSM Syiah, red) Emilia Renita AZ yang biasa dipanggil Nike, menyatakan, agar masing-masing pihak, Sunni dan Syiah, bisa menyampaikan argumentasinya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah.

Terselenggaranya dialog Sunni-Syiah ini terkait tantangan Ketua Departemen Data dan Informasi Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) Fauzan Al Anshari pada sebuah diskusi Kamisan Radio 68 H bertajuk “Menyikapi Perbedaan pasca-Fatwa MUI” di Hotel Mandarin, 4 Agustus lalu.

Fauzan menyatakan bahwa dalam Islam sudah jelas, ketika ada perbedaan pendapat diselesaikan dengan dialog. Jika buntu, maka dengan mubahalah, yakni bersumpah atas nama Allah, nanti yang salah akan disambar geledek. “Saya tantang Ahmadiyah untuk mubahalah kalau perlu datangkan imam dari London, begitu juga dengan Syiah,” kata Fauzan, saat itu. Tantangan Fauzan tersebut, spontan saja ditanggapi seorang wanita pengikut paham Syiah. “Baik, kita siap, nanti kita sampaikan ke Pak Jalaluddin Rahmat,” ujarnya, saat itu. (Baca: Cerita di Balik Dialog).

Selain soal imamah, nikah mut’ah juga bagian yang diistimewakan kaum Syiah. Mereka menganggap, nikah mut’ah adalah halal dan tidak menyalahi ajaran Islam yang dibawa Rasulullah. Karena itu, pengikut Syiah meyakini, nikah mut’ah bagian dari ibadah mereka kepada Allah, sekaligus merupakan identitas diri golongan Syiah Imamiyah.

Menurut kepercayaan Syiah, anak yang dilahirkan dari pernikahan mut’ah lebih utama daripada anak yang dilahirkan dari pernikahan biasa. Dalam bukunya Man laa Yahdhuruhul Faqih, Al-Qummy, salah seorang ulama Syiah menyebutkan, ”Sesungguhnya Allah mengharamkan atas orang-orang Syiah minuman yang memabukkan, kemudian menggantikannya dengan mut’ah.” Benarkah Ahlul Bait (12 imam) sebagai pewaris risalah kenabian pasca-meninggalnya Rasulullah? Sejumlah ulama Islam menolak anggapan tersebut. “Rasulullah saw tidak pernah menunjuk seorang pun sebagai penggantinya,” kata pengamat Syiah Fauzi Said Toha.

Kepemimpinan (imamah) di mata Fauzi adalah soal akidah, bukan soal perbedaan pendapat. Oleh karena itu, ia menganggap, imamiyah adalah persoalan prinsip. “Islam tidak pernah mengajarkan kepada nabi untuk menyerahkan estafet kenabian kepada Ali dan keturunannya,” tegasnya, prihatin dengan maraknya berbagai produk media, baik televisi dan cetak yang berbau-bau ajaran Syiah.

Abdullah bin Said Aljunaid dalam bukunya yang berjudul “Perbandingan antara Sunnah dan Syiah” menyebutkan, kepercayaan adanya nash al-Qur’an yang menashkan kewajiban imamah pada Ali dan anak cucunya, berbenturan dengan berbagai ketentuan yang sudah menjadi prinsip Islam.

Pertama, urusan di antara kaum Muslimin diselesaikan dengan musyawarah, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat asy-Syuura ayat 38, “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah di antara mereka.” Abdullah menilai, imamiyah termasuk urusan interen umat Islam, yang mana, baik al-Qur’an maupun Sunnah nabi, tidak menunjuk seorang khalifah menggantikan Rasulullah.

Kedua, dalam perjalanannya, telah diakui banyak pihak bahwa Ali bin Abi Thalib membai’at para khalifah. Bai’at Ali kepada para sahabat itu menunjukkan bahwa Ali mengakui keabsahan Abu Bakar, Umar dan Utsman sebagai khalifah. Dengan bai’at tersebut, maka gugurlah pandangan kaum Syiah yang menolak kekhalifahan para sahabat.

Dalam al-Qur’an dan hadits nabi, Islam melarang kaum Muslimin mencaci-maki dan mengutuk para sahabat. Firman Allah SWT dalam surat at-Taubah ayat 117 tegas menyebutkan: “Sesungguhnya Allah telah menerima taubat nabi, orang muhajirin dan orang-orang Anshar.” Bahkan dalam berbagai haditsnya Rasulullah mengecam orang yang mencaci-maki para sahabat dan menyebutnya sebagai perbuatan tercela. Sebuah hadits muttafaq alaihi menyebutkan, “Janganlah kalian mencaci-maki para sahabatku.”

Bagaimana dengan nikah mut’ah? Al-Qur’an dan Hadits secara tegas melarang umat Islam melakukan nikah mut’ah. Pada awalnya, Islam membolehkan mut’ah untuk sementara, kemudian hukumnya di-mansukhkan (dihapuskan) hingga hari kiamat. Pelarangan nikah mut’ah persis seperti pelarangan khamr yang awalnya dibolehkan, kemudian turun ayat al-Qur’an yang melarangnya.

Al-Qur’an Surat al-Mukminun ayat 5-7 menyebutkan, “Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali kepada istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela. Barangsiapa yang mencari di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”

Kemudian Rasulullah saw juga mengharamkan nikah mut’ah. Beliau bersabda,” Sesungguhnya Allah mengharamkan nikah mut’ah hingga hari kiamat (HR Ibnu Majah). Dan Umar bin Khaththab pun mengharamkannya dalam sebuah pidatonya di atas mimbar, sementara parasahab yang lain mendengarkan dan tak ada yang menolak (Kitab Fiqhus Sunnah, Sayyid Sabiq, II/35.36)

Karena itu, umumnya, kalangan yang menolak Syiah berpendapat, bahwa membiarkan paham Syiah berkembang, sama saja dengan bunuh diri, sebab ajaran Syiah (Imamiyah) tak sedikit yang menyalahi Islam. Mereka umumnya mengajak umat Islam agar menghindar dari jaring-jaring mereka. Caranya, kaum Muslimin wajib berpegang pada ajaran Islam yang shahih, yang bersandar pada Qur’an dan Sunnah, supaya selamat dunia akhirat. Untuk itulah, antara lain, Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) menerbitkan hasil seminar tentang Syiah (1997) yang berjudul “Mengapa Kita Menolak Syiah”.

Jika Syiah ditolak, lantas bagaimana dengan dialog, debat atau apalah namanya, antara Sunni dan Syi’i? Mungkin bisa Anda ikuti, tapi jangan terlalu masuk pikiran, apalagi sampai ke hati. Kalau Anda merasa percuma, misalnya merasa buang-buang waktu—karena dinilai tak tak ada titik temu—yah sudah, lupakan saja!


Rivai Hutapea
Laporan: Fadli Rahman, Artawijaya, Afriadi.

Sunday, September 18, 2005

Diskusi & Kajian Islam ke-7

Start:     Sep 25, '05 3:00p
Location:     Slipi, Kemanggisan
Assalamu'alaikum wr wb


Jika hidup ini seperti buku yang dipercayakan oleh Allah kepada kita untuk menulisnya. Maka kita bisa mengisinya sesuai dengan keinginan kita, akan kita isi dengan kebaikan dan manfaat atau coretan-coretan yang memalukan. Buku macam apa yang sedang kita tulis ? Apakah buku pengetahuan, buku agama, buku filsafat, buku keuangan, ataukah buku pornografi.

Semua tergantung ada apa yg paling sering kita lakukan dan apa yang paling kita kejar dalam hidup ini. Tapi tak seorangpun yang tahu berapa halaman lagi yang tersisa. Jika halaman telah habis maka buku itu akan dikembalikan kepada Sang Pemilik. Buku yang indah dan bermanfaat akan ditempatkan ke tempat terhormat di sisi-Nya sedangkan yang tak bermanfaat akan dicampakkan atau dibakar sebagai sampah.

Marilah berlomba-lomba untuk memperindah buku kita dan menghapus coretan-coretan yang tak bermanfaat dengan taubat sebelum memasuki Ramadhan kali ini yang insya Allah bisa terus istiqomah dan kita mulai membuat tulisan baru lagi di buku itu. Masih berapa halamankah yang tersisa pada buku kita ?..........

Insya Allah akan saya adakan lagi Diskusi Kajian Islam ( DKI) dirumah saya di daerah Slipi, Kemanggisan hari Minggu tgl 25 September 2005 jam 3 sore, dengan ustadz Drs.H.M.Fauzi Nurwahid, anggota dari komisi pendidikan dan dakwah PERSIS. Topik pembicaraan kajian kali ini yaitu, "Dosa, Taubat dan Persiapan Ramadhan". Insya Allah diskusi kajian Islam kecil-kecilan ini bisa bermanfaat buat temen-temen yang mau hadir. Aamiin


Wassalamu'alaikum wr wb

Saturday, September 17, 2005

Yang terlupakan...


Waktu menunjukan dua belas malam

Menandakan sang bulan menyinari

situasi yang mulai suram

sambil memaksakan diri untuk berdiri



Airport Abu Dhabi dua belas malam,

mata ini bersusah payah melihat lebih jelas

yang tampak adalah para manusia

setengah telanjang dari berbagai ras



Memaksa leher tuk gerakkan sendi-sendinya

Memaksa mata tuk melihat

hal yang telah jelas mudharat

dan buat mata ini semakin berat



Manusia semakin kecilkan arti Sang Pencipta

menisbikan nilai agama

Astaghfirullah...mereka lupa,

Israfil selalu siap meniup sangkakala



Dimana hari itu

tak ada lagi canda dan tawa...





[Abu Dhabi 00:00 19 Juli 2005]





"Dan ingatlah hari ketika ditiup
sangkakala, maka terkejutlah segala yang di langit

dan segala yang di
bumi, kecuali siapa yang dikehendaki Allah.

Dan semua mereka datang
menghadap-Nya dengan merendahkan diri."
[QS. 27:87]










Wednesday, September 14, 2005

Formalitas Fun Without Drugs

Rating:★★★★
Category:Other

Berada di dalam diskotek yang hingar-bingar tanpa pengaruh alkohol dan narkoba, apalagi ditambah perut keroncongan, yang didapat adalah mual dan kepala seperti diserang penyakit migran. Bau khamar bercampur pekatnya asap rokok, ditambah dentaman house music--yang memekakkan telinga, menggenjot adrenalin, dan memacu detak jantung--sudah cukup membuat ''orang waras'' berpikir untuk segera cabut.

Cara untuk bisa terpaku adalah seperti yang dilakukan Putri. Remaja Cililitan, Jakarta, yang mengaku sering pesta dugem alias dunia gemerlap di diskotek Ibukota, terus-terang merasa kagak ada nikmatnya tanpa nge-drugs. "Susah dugem tanpa alkohol atau narkoba."

Mawar, diva Akademi Fantasi Indosiar (AFI) 1, juga berpendapat, bisa saja ke diskotek tanpa narkoba. "Tapi toh di sini disediakan semua jenis alkohol, yang bisa dibeli siapa pun yang butuh," ujarnya.

Dengan begitu, ya teler juga. Tapi, bukan dengan serbuk heroin atau pil ekstasi yang tidak ada tempat untuk melegalkan perederannya jika dikonsumsi buat godek (triping). Mawar sendiri mengaku pernah ditawari narkoba ketika berada di diskotek.

Maka, memutus rantai narkoba bisa jadi salah satunya dengan menutup semua tempat hiburan malam, terutama diskotek. Ini bukan pendapat asal. Direktur Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Carlo Brix Tewu, mengatakan ada riset yang menyebutkan bahwa beat per minute (BPM) 180 dari house music, cukup signifikan merangsang kebutuhan orang untuk mengonsumsi obat setan.

Tetapi, kata Carlo, jika tindakan penutupan itu dilakukan dengan sembrono, yang terjadi adalah hilangnya lapangan kerja bagi ribuan karyawan diskotek. ''Tentu ini akan menjadi masalah baru untuk negara,'' katanya.

Dengan gencarnya razia dan test urine terhadap pengunjuk tempat hiburan malam, pun banyak orang ketir-ketir. "Gue jadi males aja. Lagi rame goyang, tiba-tiba musik mati dan lampu dinyalakan karena datang razia," kata Ardi, pengunjung Diskotek Millenium di Gajah Mada Plaza, Jakarta Pusat. Seorang karyawan Millenium, juga mengaku jumlah pengunjung menurun drastis setelah marak razia. "Biasanya sampai desak-desakan. Sekarang tidak seberapa," ujarnya sambil menunjuk deretan meja yang umumnya kosong.

Road show
Semua perdebatan ini muncul seiring program kegiatan Polda Metro Jaya, Fun Without Drugs (FWD) alias 'dugem tanpa narkoba', sejak Agustus lalu. Di dalamnya berangkulan antara polisi dan pengelola tempat hiburan. Artis pun ada di dalamnya. Maklum, di antara mereka banyak yang suka dugem dan ikut terjaring razia.

FWD membawa Kapolda Firman Gani dan rombongan melakukan road show dari satu diskotek ke diskotek lain di Jakarta. Mengawali FWD adalah dengan berkunjung ke di diskotek Millenium, Gajam Mada Plaza, Jakarta Pusat. Lalu, berlanjut antara lain ke Dragon Fly, Embassy, Blow Fish, Athena, Hailay, dan Crown.

Di diskotek Millenium, Kapolda hadir bersama putri dan menantunya. Mereka menikmati suasana diskotek didampingi antara lain mantan menteri pendidikan nasional (mendiknas), Wardiman Djojonegoro; Putri Indonesia 2005, Nadine Chandrawinata; Abang dan None Jakarta 2005, Andri dan Ayu; dan perwakilan Blora Center, Johan Silalahi. Ada juga rombongan Safari Remaja Berprestasi Anti Madat serta beberapa artis ibu kota.

Sayangnya, suasana diskotek saat itu, berubah menjadi rileks laksana kafe. Musik yang diputar pun hanya hip hop dengan sedikit modifikasi oleh disc jockey (DJ). BPM irama itu sekitar 100-120, jauh di bawah gemuruh house music.

Dengan berkemeja putih, Kapolda hanya setengah menggeleng-gelengkan kepala mengikuti irama musik ringan. "Ini mah seperti acara resepsi," ledek seorang pengunjung.

Suasana diskotek kembali kental begitu Kapolda dan rombongan meninggalkan tempat itu. Republika yang sengaja tinggal beberapa saat, merasakan perbedaan drastis tersebut.

Wajah diskotek yang sebenarnnya nampak. 'Teko-teko' alkohol tersaji hampir di setiap meja. Suara denting gelas beradu menandai orang-orang bersulang. Pengunjung mulai merapat, bergoyang, dan godek-godek, mengikuti irama diskotek yang sesungguhnya lewat iringan house music!

Siapa yang jamin, di tengah ratusan orang yang bergoyang itu tidak ada yang tripping. Toh sekuriti tidak menggeledah setiap pengunjung yang masuk ke dalam. Hanya selembar kertas imbauan untuk tidak memakai narkoba tertempel di loket tiket masuk diskotek.

Hal inilah yang membuat banyak kalangan meragukan program FWD. "Ini hanya formalitas. Tidak akan ada pengaruhnya," ujar Irwan yang mengaku tidak jauh dari kehidupan dugem. (Republika.co.id)



Sunday, September 11, 2005

Hadits dan Virus Orientalis




Assalamu'alaikum wr wb



Alkisah
ada dua sahabat sejati yang ditakdirkan untuk terus berjalan
berdampingan di muka bumi ini. Dua sahabat itu selalu berjalan
beriringan kemanapun mereka pergi. Sikap saling tolong menolong pun
tidak pernah mereka lewatkan. Disaat sahabat yang pertama mengalami
kesulitan, maka sahabat yang kedua pun segera datang untuk menolong.
Begitu pun juga sebaliknya. Sejak berabad-abad mereka diciptakan,
mereka selalu terlihat bersama dan hubungan mereka berdua semakin lama
semakin dekat dan tak terpisahkan. Yang lebih menakjubkan, atas eratnya
hubungan mereka berdua itulah efeknya bisa dirasakan oleh semua manusia.


Suatu hari sahabat kedua jatuh sakit. Sakit yang dideritanya ternyata
sudah cukup lama menjangkiti sang sahabat kedua. Sahabat pertama pun
sebenarnya pernah dijangkiti penyakit yang sama, tapi untungnya
penyakitnya cepat dapat disembuhkan berkat banyaknya bantuan dari
teman-temannya yang lain. Sahabat pertama bisa merasakan kepedihan dan
kenyerian yang dialami oleh sahabat kedua. Kesedihannya bertambah
ketika menyadari bahwa ternyata penyakit ini yang bisa menghilangkannya
hanya sedikit dimuka bumi. Bahayanya lagi, penyakit yang disebabkan
oleh virus itu sangat-sangat menular bagi yang tidak mempunyai
perlindungan khusus terhadapnya. Penyakit itu disebabkan oleh virus
yang bernama "orientalist".

Sahabat pertama bernama al Quran dan yang kedua bernama as Sunnah....

********


Begitulah kira-kira analogi kisah dari al Qur'an dan as Sunnah atau
yang biasa disebut hadits, dua sahabat yang tak terpisahkan. Ketika
seseorang akan membuat tafsir al Qur'an maka salah satu cara yang
diperlukan adalah melakukan tafsir menggunakan hadits yang shahih.
Didalam buku Ushul fi al-Tafsir
yang ditulis oleh Muhammad bin Shaleh al Utsaimin, beliau menempatkan
cara membuat tafsir al Qur'an dengan hadits di peringkat kedua setelah
membuat tafsir al Qur'an dengan menggunakan al Qur'an. Begitu pun
ketika akan mentafsirkan suatu hadits, maka yang pertama dilihat adalah
bahwa hadits tersebut tidak bertentangan dengan yang ada di al Qur'an.
Inilah yang disebut, dua sahabat yang tak pernah melewatkan untuk
saling tolong menolong.

Ketika al Quran diragukan
kebenarannya, maka para hafiz Qur'an (penghafal al Qur'an) pun unjuk
gigi bahwa al Qur'an tidak ada perbedaan satu titik pun didalamnya.
Ketika semua al Qur'an dimuka bumi ini dikumpulkan maka yang nampak
tidak lain hanyalah kesamaan huruf antara mushaf yang satu dengan yang
lainnya didalam setiap ayatnya. Maka al Qur'an pun selamat dari
keragu-raguan. Surat Al Baqarah ayat kedua semakin mengokohkan
pernyataan ini. "Kitab (al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa".

Kedekatan
dua hal tersebut tentunya akan berdampak positif bagi umat Islam dan
umat manusia pada umumnya. Ini adalah janji Rasulullah saw dengan
sabdanya, "Aku tinggalkan kepada
kamu dua perkara, yang jika kamu berpegang teguh pada kedua-duanya maka
kamu tidak akan sesat, yaitu al-Quran dan as-Sunnah"
[HR. Ahmad, lbnu Majah]

Penyakit
yang dimaksud adalah orientalis atau para pemikir barat yang tak
henti-hentinya berusaha menyerang kedua pegangan umat Islam itu. Telah
sejak lama penyakit yang bernama orientalism ini menghampiri al Quran
dan as Sunnah. Orientalis ini adalah sekelompok orang-orang yang
melakukan penelitian sedemikian rupa terhadap al Quran dan Hadits untuk
menimbulkan keragu-raguan terhadap kedua hal tersebut dan menyebarkan
pemikirannya ke umat Islam. Tokoh dibalik para orientalis ini cukup
banyak yang diantaranya adalah Ignaz Goldziher
dan Aloys Sprenger yang sangat bersemangat untuk membuktikan bahwa
hadits itu bukanlah perkataan Nabi Muhammad saw, tapi merupakan bikinan
para ulama di awal abad kedua hijriah.

Goldziher dan Usahanya

Goldziher menurunkan satu pasal khusus tentang penulisan hadits-hadits dalam pembahasannya Muhammedanische Studien dan jilid keduanya diterjemahkan kedalam bahasa Perancis oleh Leon Bercher tahun 1952 dengan judul Etudes sur la Tradition Islamique, Maisonneuve,
Paris. Didalam pasal ini ia mengemukakan banyak dalil yang menyatakan
bahwa pencatatan hadits dilakukan pada awal abad kedua hijriah. Begitu
pun dengan Aloys Sprenger dalam bukunya, Das Traditionswesen beiden Arabern (Hadits Menurut Orang Arab).

Goldziher
berpendapat bahwa hadits tidaklah berasal dari Rasulullah, melainkan
sesuatu yang berasal dari abad pertama dan kedua Hijriyah. Artinya
Goldziher berpendapat bahwa hadits adalah buatan ulama abad l dan abad
ll H. Ia berkata, ”Bagian terbesar
dari suatu hadits tidak lain adalah hasil perkembangan Islam pada abad
l dan ll, baik dalam bidang keagamaan, politik, maupun sosial.Tidaklah
benar bahwa hadits merupakan dokumen Islam yang ada pada masa dini,
melainkan pengaruh dari perkembangan Islam pada masa kematangan."


Tujuan kaum orientalis ini bukan semata-mata demi ilmu dan penelitian
belaka, bahkan sebagian mereka cenderung tidak mengakui sebagian
sunnah. Seperti layaknya penyakit menular, maka gambaran pemikir
orientalism ini sama saja. Buah pemikiran ini pun ada di Indonesia dan
bisa dilihat dari pemikiran-pemikiran kaum liberal yang dengan serta
merta berani melakukan kritik dan meragukan matan (isi redaksi)
hadits yang telah jelas-jelas di teliti oleh yang jauh lebih ahli
dibandingkan mereka seperti Imam Bukhari dan Imam Muslim.


Hadits = Perkataan Setan ?


Ingkar Sunnah pun kurang lebih sama. Sama-sama tidak mengakui as Sunnah (hadits) sebagai bagian dari fondasi Islam. Sebagian mereka bahkan berpendapat bahwa hadits adalah perkataan setan.
Lalu bagaimana mungkin mereka yang tidak mempercayai hadits itu
tetap melakukan sholat lima waktu. Inilah yang terjadi ketika ustadz
Fauzi (ustadz saya) berdialog dengan seseorang yang menolak hadits dan
hanya percaya al Quran. Ketika waktu maghrib tiba, maka semua yang
hadir disitu melakukan sholat berjamaah tak terkecuali dia yang menolak
hadits itu. Ini kan aneh, bagaimana dia bisa mengetahui tentang tatacara sholat lima waktu kalau tidak dari hadits.
Bahkan apabila seumur hidupnya dihabiskan untuk mencari tatacara itu di
al Quran pun tidak akan ketemu.

Perjalanan Mencari Hadits


Kalau kita membaca sejarah tentang perjalanan para perawi atau
penyampai hadits dalam mengumpulkan hadits Rasulullah saw, maka
terlihatlah sebesar apa kesetian mereka untuk melestarikan hadits nabi
saw. Perjalanan mencari hadits itu berbeda-beda sesuai dengan pelaku,
tempat tujuan dan waktunya. Ada yang menempuh jarak beratus kilometer
hanya dengan jalan kaki seperti Abdullah bin Abdul Ghani (269 H).



Ada
yang melakukan pencarian hadits semenjak berusia 15 dan 20 tahun
seperti Abu Ya'la al-Mushili yang wafat pada tahun 307 H, dan juga
dilakukan oleh Muhammad bin Ali yang digelari Abu at-Tursi yang wafat
tahun 510 H. Bahkan ada yang melakukan perjalanan berpuluh-puluh tahun
terus menerus hanya untuk mencari hadits. Orang yang melakukan
perjalanan seperti ini misalnya Muhammad al-Ashbahani, penghafal hadits
dan guru besar Islam yang sangat alim. Mereka inilah yang kadang
disebut pengembara pencari hadits.

Jelas bahwa pencarian
hadits ini tidak dilakukan secara serampangan. Bahkan orientalis
Goldziher, betapapun ingkarnya ia terhadap pemberitaan kaum muslimin,
masih terpaksa membenarkan bahwa pengakuan para pengembara pencari
hadits itu tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan. [Etudes sur la Tradition Islamique, hal.220]

Cabang Ilmu Hadits


Dalam men-tahrij atau meneliti dan mengkritik suatu hadits maka
cabang-cabang dalam ilmu hadits pun harus dikuasai, seperti ilmu Al jahr wa ta'dil, ilmu Mukhtalaf al-Hadits, ilmu Ilalul-Hadits, ilmu Gharibul-Hadits, ilmu Nasikh Mansukh Hadits dan banyak lagi.

Tidak aneh jika Hazim al-Hamdzani, seorang pakar dalam bidang hadits yang wafat di Baghdad tahun 594, mengatakan, "Ilmu
Hadits mencakup banyak jenis yang jumlahnya ratusan, masing-masing
jenis merupakan ilmu tersendiri. Sekalipun seseorang menghabiskan
umurnya untuk menuntut ilmu-ilmu tersebut, dia tidak akan mencapai
batas akhirnya"
. [Al-Tadrib 9]

Maka
bagaimana mungkin seseorang melakukan tahrij hadits hanya berdasarkan
akal tanpa menguasai ilmu-ilmu tersebut. Bagaimana mungkin pula seorang
muslim mengedepankan akal dalam menjalankan agamanya. Lihatlah apa yang
dikatakan Umar bin Khaththab RA tatkala mencium Hajar Aswad : "Sesungguhnya
aku tahu engkau hanya sekedar batu yang tidak bisa memberi madharat dan
manfaat. Kalau tidak karena kulihat Rasulullah menciummu, tentu aku
tidak akan menciummu."
[HR. Bukhari dan Muslim, Mukhtashar Shahih Bukhari no. 795]. Apa
yang dilakukan Umar RA itu hanyalah karena ingin mengikuti apa yang
Rasulullah saw lakukan dan bukan karena batu itu akan memberi manfaat
baginya. Ini menunjukan bahwa wahyu dan sunnah lah yang membimbing akal
dan bukan sebaliknya.

Pembela as Sunnah

Goldziher
dan orientalis lainnya, memang belajar hadits bukan untuk mencari
kebenaran. Mereka mencari bukti bahwa apa yang dinamakan hadits tak ada
kaitannya dengan Rasulullah. Ketika bukti itu -memang- tak ditemukan
maka mereka membuat-buat alasan palsu untuk mendukungnya.

Para ulama tidak tinggal diam, salah satunya adalah Prof.Dr. Muhammad Musthafa al Azami (Guru Besar Ilmu Hadits Universitas King Sa’ud Riyadh KSA) dengan bukunya Studies In Early Hadith Literature dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Beliau juga menulis buku The History of The Qur'anic Text (Sejarah Teks Alquran dari Wahyu sampai Kompilasi), 2003. Dan beliau juga menulis buku Studies in Hadith Methodology and Literature, 1977.

Dr. Subhi as-Shalih, menulis satu kitab yang diberi judul Ulum al-Hadits wa Musthalahu yang diselesaikan pada tahun 1977 dan dicetak kedalam bahasa Indonesia dengan judul Membahas Ilmu-Ilmu Hadits, cetakan Pustaka Firdaus Oktober 2002. Pembahasan
dalam kitab ini cukup lengkap dan membahas dari segi keilmuan beserta
pandangan-pandangan tentang kaum orientalis dan juga dijelaskan letak
kejanggalannya. Insya Allah, dari orang-orang seperti merekalah virus orientalis bisa dilawan.


Ketika "mereka" tidak lagi menggunakan senjata bom, rudal, nuklir dan
berbagai macam kekerasan untuk meredupkan cahaya Islam, maka
ketahuilah, sekarang mereka telah mengganti senjatanya dengan Ghazwul Fikr atau
Perang Pemikiran, suatu senjata yang sangat ampuh bahkan lebih ampuh
dibandingkan rudal, bom dan senjata lainnya untuk meruntuhkan iman dan aqidah bagi yang tidak mempunyai
persiapan dalam bidang ilmu keislaman seperti ilmu hadits dan sebagainya. Sudah siapkah kita melawan atau minimal bertahan ?....



Wassalamu'alaikum wr wb

11-09-05