Sunday, February 26, 2006

Hermeneutika, sebuah jawaban atau.....



Tulisan ini juga dimuat di Hidayatullah.com dengan berbagai perubahan.


Assalamu'alaikum,


Hari Sabtu yang lalu tanggal 25 Februari saya berkesempatan untuk hadir dalam seminar yang bertajuk "Pro-Kontra Hermeneutika sebagai Manhaj Tafsir" yang diadakan di gedung Pusat Studi Qur'an (PSQ) di jalan Fahrudin, Tanah Abang. Acara yang dimulai pukul sembilan pagi itu menghadirkan tiga pembicara yaitu,

1). Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A.g, staf pengajar fakultas agama Islam dan Magister studi Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan pengasuh tetap tafsir Al-Qur'an pada majalah mingguan Suara Muhammadiyah, Yogyakarta.
2). Dr. Andi Faisal Bakti, dosen Ilmu Komunikasi pada fakultas Dakwah dan Komunikasi dan program pascasarjana, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Mengambil gelar doktoralnya di McGill University, Canada tahun 2000 dan juga seorang peneliti di International Institute for Asian Studies (IIAS), Leiden, The Netherlands.
3). Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA, Guru Besar dan dosen Progam Pascasarjana IAIN Syarief Hidayatullah Jakarta.

Saya baru bisa hadir dalam seminar itu sekitar jam setengah sepuluh dan ketika itu yang sedang menyampaikan presentasinya adalah Dr.H. Yunahar Ilyas, Lc, M.A.g. Beliau menyampaikan seputar sejarah Hermenutika yang berasal dari tradisi penafsiran Bible. Menurutnya Bible sejak awal memang sudah bermasalah dengan teksnya, oleh karena itu perlu pendekatan secara kontekstual dan dilihat dari sosio-historis si penulis dalam menafsirkan Bible.

Metode Hermeneutika ini dapat mengajak pembaca suatu teks untuk memahami isi teks tersebut lebih baik daripada si penulis teks. Seperti kita ketahui, Bible mempunya beberapa penulis yang dianggap mendapat inspirasi dari roh kudus seperti Markus, Yohannes, Matius dan sebagainya. Oleh karena itu heremeneutika ini dianggap bisa membuat si pembaca teks lebih mengerti dibandingkan si pembuat teks.

Sedangkan untuk al Qur'an, semua umat muslim di seluruh dunia mengakui bahwa kitab ini adalah kalamullah. Lafaz dan maknanya adalah dari Allah (lafdzan wa ma'nan minallah), yang diwahyukan kepada nabi Muhammad saw melalui perantara Jibril. Sehingga metode hermenutika ini tidak cocok untuk diterapkan dalam menafsirkan al Qur'an. Karena apakah kita bisa untuk memahami al Qur'an lebih baik daripada Yang membuat teks al Qur'an tersebut, yaitu Allah SWT ? Naudzu billah min dzalik.

Presentasi kedua disampaikan oleh Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA. Beliau dalam menyampaikan pendapatnya terkesan bersikap di tengah-tengah. Artinya beliau sebagian menyetujui penolakan yang dilontarkan oleh pembicara pertama terhadap Hermeneutika dan sebagian lagi menyetujui metode Hermeneutika. Prof Dr H Nasaruddin Umar, MA intinya mengatakan bahwa sebaiknya umat muslim tidak perlu apriori terhadap metode ini, karena metode ini tetap dapat digunakan dalam menafsirkan teks lain selain al Qur'an, misalnya teks tafsir. Karena tafsir ini masih buatan manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka metode Hermeneutika ini masih bisa diaplikasikan pada teks-teks tafsir tersebut.

Presentasi ketiga disampaikan oleh Dr. Andi Faisal Bakti. Rupanya beliau inilah yang cukup ditunggu-tunggu oleh para audiens seminar. Sesaat setelah berada di podium untuk menyampaikan presentasinya, beliau mengakui bahwa dirinya adalah termasuk yang pro atau menerima metode Hermeneutika dalam penafsiran al Qur'an. Beliau menjelaskan bahwa keinginan menggunakan metode ini adalah karena menurutnya, tafsir-tafsir yang ada sekarang berada dari zaman klasik sehingga tidak mampu menyaingi perkembangan zaman masa kini, maka tidak heran umat muslim sampai sekarang tidak atau belum mampu menyaingi Barat dalam berbagai sisi.

Misalnya dalam makalah yang ditulis oleh pak Andi, beliau dalam menafsirkan surat an Nur ayat 31 tentang jilbab, disitu yang tertera adalah kata juyub atau sekitar wilayah dada wanita (maaf) saja yang disebutkan mesti ditutup dan tidak menyebutkan bagian lain seperti kepala, leher, kuping dan lainnya oleh karena itu bagian yang lain tidak terlalu penting untuk ditutupi dan yang terpenting menurut beliau adalah bagian juyub nya. Logika apakah ini ? ini sama saja seperti logika dari IAIN Semarang yang membuat buku "Indahnya Nikah Sesama Jenis" dan mendukung kawin sesama jenis karena di Qur'an tidak ada larangan itu. Seperti kata Adian Husaini, di Qur'an juga tidak ada larangan nikah dengan monyet, lalu apakah mereka nanti akan membuat buku "Indahnya Menikah Dengan Monyet" ?

Alumnus dari McGill, Canada itu juga mengatakan bahwa Hermeneutika ini dikatakan sebagai penyelamat kaum wanita. Berkali-kali beliau mengatakan kalimat-kalimat yang cukup mengandung "feminisme", dan terlihat seperti berusaha untuk memprovokasi kaum wanita di ruangan seminar tersebut, misalnya dengan seringnya beliau mengatakan bahwa wanita harus terus berjuang untuk mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki, wanita tidak boleh kalah dengan laki-laki. Ternyata beliau pun cukup sering memutarbalikkan ayat-ayat Al Qur'an dengan bahasa-bahasa yang sebenarnya cukup sulit untuk dimengerti oleh para audiens. Misalnya pak Andi mengatakan bahwa ayat itu (saya lupa ayatnya) seharusnya tidak memakai titik karena dulu al Qur'an tidak ada tanda bacanya.

Itu terbukti ketika setelah ketiga pembicara menyampaikan makalahnya. Moderator menunjuk tiga orang dari audiens untuk tanya jawab dengan para pembicara. Salah satunya ada seorang bapak yang sebagian rambutnya telah memutih dan memakai baju koko, beliau terlihat sederhana sekali. Tangan bapak itu terlihat bergetar ketika memegang mic seperti gugup. Beliau memberikan tanggapan-tanggapan sebanyak tiga point utama yang cukup memperlihatkan bahwa dia adalah salah seorang yang kontra dengan metode Hermeneutika.

Yang menarik adalah ketika bapak itu memberikan point yang ketiga, yaitu beliau meluruskan penafsiran yang dilakukan oleh Dr. Andi Faisal Bakti. Bapak itu mengatakan bahwa pak Andi telah melakukan kesalahan yang cukup fatal dalam membuang titik dalam suatu ayat (saya lupa ayat apa), karena apabila titik itu dibuang maka artinya apabila digabung dengan kalimat sebelumnya akan menjadi sangat tidak pas dalam susunan kalimatnya. Bapak itu memberikan contohnya yang kemudian disambut tepuk tangan riuh para audiens. Ketika mic nya dikembalikan ke depan, moderator pun mengucapkan, "Terima kasih kepada bapak......., perlu kita ketahui bahwa beliau adalah seorang guru besar ilmu tafsir al Qur'an di sebuah Perguruan Tinggi". Serentak para audiens pun berkata, "Ooo...pantes...".

Setelah sesi tanya jawab, giliran Dr. Quraish Shihab yang memberikan pernyataan. Beliau banyak memberikan saran agar para sarjana-sarjana muda yang belajar di Barat agar lebih berhati-hati dalam menggunakan metodologi yang digunakan dalam menafsirkan teks terutama teks al Qur'an. Walaupun ada anggapan bahwa beliau kurang tegas dalam masalah jilbab dan ini bukan berarti bahwa beliau tidak mewajibkan. Terlihat dari pemaparan beliau, bisa dikatakan beliau cukup kontra dengan metode Hermenutika ini dan bahkan mengeluarkan beberapa pernyataan yang sedikit menyentil para penganut Hermeneutika termasuk pak Andi Faisal.

Setelah pak Quraish memberikan tanggapan, giliran tiga pembicara tadi memberikan tanggapan balik atas pertanyaan-pertanyaan dari tiga audiens tadi dan pernyataan pak Quraish. Satu persatu, masing-masing pembicara memberikan tanggapan setiap pernyataan dari para audiens dan pak Quraish dengan baik dan lancar. Yang cukup menarik adalah setelah pak Andi memberikan tanggapan atas tiga audiens tadi, ketika giliran menanggapi pernyataan pak Quraish, pak Andi sambil senyum dan dengan raut wajah yang sedikit segan mengatakan, "Maaf, saya tidak bisa menjawab atau menanggapi pernyataan pak Quraish". Para audiens kembali dibuat tertawa oleh ulah seorang Doktor lulusan McGill, Canada tersebut.

Setelah itu acara selesai dengan penutupan dari moderator yang intinya mengatakan bahwa penilaian buruk atau baik dari penggunaan metode Hermenutika ini sebagai manhaj tafsir dikembalikan kepada para hadirin. Seorang bapak disamping saya bergumam sambil beranjak dari tempat duduknya mengatakan, "Ya sudah jelas toh gimana penilaiannya....".

Saya jadi berpikir, hermeneutika yang diagung-agungkan oleh pengusung Islam Liberal ini apakah sebuah jawaban ataukah sebuah dagelan ? mengingat di seminar itu para audiens lebih banyak tertawanya dibandingkan manut-manut tanda setuju. Kalau ini memang dianggap dagelan, jelas ini bukanlah dagelan yang lucu.


Wassalamu'alaikum









44 comments:

  1. hahahahahahaha.... mari kita tertawa.... :))

    ReplyDelete
  2. alhamdulillaah... jazakallaahu khairan katsiiraa ya akhil karim oleh-olehnya ... !
    subhanallaah. seruu sekali 'rasanya' (habis gak hadir dan hanya gambar saja gitu lohh) acara seminarnya ya ...
    apa para pembicara menyiapkan makalah/paper? bisa japri kali ya akh Indra ..
    :-)

    ReplyDelete
  3. ndra, fotocopy makalahnya sisain 1 ya..

    ReplyDelete
  4. jadi kesimpulan Hermeneutikanya apa ya? Jadi tetap pro dan kontra ya? Kalau ndak salah Hermeneutika diajarkan pada pendidikan setingkat magister agama ... untuk menafsirkan ayat..

    ReplyDelete
  5. ah..jadi ingat jogja lagi, dulu di tahun 1994-an sering hadir di pengajian2 beliau.

    ReplyDelete
  6. oo gitu tho artinya hermeneutika.. :D

    jadi inget pelajaran ahad kemaren ndra, ustadznya kasih beberapa contoh salah satu nya tentang hukum batal ato tidaknya wudhu suami jika menyentuh istri.. dan emang ada beberapa pendapat kan mengenai ini..??

    perbedaan ini dapat kita toliir, karena tokoh2 yang mengemukakan perbedaan ini, telah melakukan pencarian di quran dan masih kurang jelas, kemudian mereka mencari di hadist2 dan juga masih kurang jelas, lalu mereka mencari pendapat para tabiin.. dan sama juga masih kurang jelas.. maka mereka menetapkan (ijtihad) dengan pemahaman mereka based on runutan tersebut di atas.. sehingga terjadilah perbedaan tersebut :)

    sedangkan perbedaan yang tidak bisa dimaklumi adalah jika penafsiran itu di dasarkan atas pemahaman sendiri.. mengeliminasi semua runutan/pencarian di atas dan mengemukakan teori/pendapat based on sikon pribadi atau pun perkembangan masyarakat dan zaman saat ini.. :) wallahualam...

    ReplyDelete
  7. Ibnu Katsir aja deh.. Itu aja belum kelar :))

    ReplyDelete
  8. Judul postingan ini sampai hari gini belum ada yang jawab ya ? tapi kalau dilihat dari comment dari pak Akmal dan Mochusni, sepertinya judul postingan ini akan lebih cocok bila diteruskan kalimatnya menjadi "Hermeneutika, sebuah jawaban atau.....Dagelan ?"

    hehee...

    ReplyDelete
  9. Siap ! nanti pas di rumahku ada pengajian silahkan diambil ya

    ReplyDelete
  10. Bagi saya pak, kesimpulan bagi seorang muslim yang memegang kuat aqidahnya tentu akan kontra dengan metode penafsiran ini, karena sudah terbukti dengan sudah diajarkannya metode ini di berbagai kampus IAIN dan menghasilkan banyak pemikiran yang aneh.

    btw, kemarin kita nungguin lho pak :)

    ReplyDelete
  11. Dalam kaidah penafsiran memang kadang ada perbedaan penafsiran dan ini disebut ikhtilaf, maka sudah sepantasnya yang ikhtilaf ini ditempatkan di perbedaan pendapat antar ulama. Tapi ikhtilaf para ulama terdahulu ini tidak sampai menyentuh wilayah yang qath'i atau yang sudah jelas. Maka hermeneutika ini justru bisa merubah penafsiran yang telah qath'i menjadi dzanny dan begitu juga sebaliknya, inilah yang perlu diwaspadai....

    Hermeneutika ini memang cocok untuk Bible karena Bible dalam periwayatannya tidak mencapai derajat mutawattir seperti al Qur'an. Periwayatan Bible kalo dalam ilmu hadits bisa dikatakan mempunyai riwayat yang ahad atau bahkan mursal (terputus sanadnya), karena para penulis Bible tidak pernah bertemu langsung dengan Yesus atau nabi Isa as.

    ReplyDelete
  12. Boleh-boleh...tapi gimana ngirimnya ya ? soalnya ngga ada dalam bentuk softcopy :)

    ReplyDelete
  13. siipp... ngerti pak ustadz.. (ini doa lhooo.. :P)

    ReplyDelete
  14. Sama :-D Berarti dikau suka ikutan pengajian di Budi Mulia juga kah Mas???

    ReplyDelete
  15. Cocok juga. sama-sama berakhiran "an"... tapi saya lebih setuju judulnya jadi: sebuah jawaban,.. atau kebingungan," yg kayak-kayak gitu lah. heheh... saya menduga hermeneutika ini ada kaitannya dng kegandrungan thd "postmodernisme": yg melepaskan sebuah teks dari makna2 dominan. masalahnya, reinterpretasi mereka thd teks cenderung lepas dari "bingkai" agama. Padahal, udah dari dulu Dr Quraish Shihab ngutip pendapat yg menyebut bahwa "ayat al-qur'an itu seperti intan berlian yg setiap sudutnya memancarkan keindahan." Orang yg melihat dari sudut tertentu, akan berbeda dng org yg melihat dari sudut lain. Memang banyak makna, tapi semua demi kebaikan... (wuah... maap. jadi panjang euy...)

    ReplyDelete
  16. Saya kira pendapat dari pak yunahar ilyas bisa juga diperhatikan. beliau lebih hati - hati dalam menyikapi fenomena tersebut. saya sependapat dengan pak yunahar ilyas. karena tidak semua metode Hermenemutika tidak bisa dipakai. secara harfiah Hermeneutika berarti penafsiran. artinya kita bisa menggunakan metode itu ketika ada hal-hal yang memang membutuhkan Penafsiran yang mendalam.... thanks ndra oh yach gimana cara dapetin makalahnya...?

    ReplyDelete
  17. hermeneutika adalah pengkajian latar belakang sosial-politik-budaya... tentu saja tdk masuk akal menerapkannya pada Al-Qur'an, karena Kitab yg satu ini relevan utk segala jaman... Allah kan tidak bodoh, pastilah Dia sudah menyediakan aturan2 yg relevan sampai akhir jaman utk umat sepeninggal Rasulullah saw... hermeneutika lebih logis kalau digunakan untuk menafsirkan tafsir... jadi misalnya si A menafsirkan Qur'an, lalu kita kaji latar belakang sospolbud dari si A, sehingga kita paham mengapa si A membuat penafsiran demikian... emang dari satu ayat saja bisa ada banyak penafsiran dan kalau semuanya menggunakan kaidah yg benar, maka semua penafsiran itu benar... tapi ingat, KALAU MENGGUNAKAN KAIDAH YG BENAR lho.... :))

    yg jelas Qur'an sendiri tdk mungkin dikaji dgn hermeneutika karena Al-Qur'an selalu relevan utk segala jaman dan segala situasi...

    ReplyDelete
  18. Walau jauh, mau juga dong copynya dikirim ke email japri yeah. kalau boleh loh.

    ReplyDelete
  19. serem juga ya baca jurnal ini, peringatan nih buat saya yang kalau baca atau denger hadith maen terima aja, no matter dhaif atau hassan atau malah dikarang2 yang ngomong.

    o iya nyambung Mba Pungki...saya juga M ya...! kalo ada ini lho

    ReplyDelete
  20. wukakaka...mata-mata yang saya harapkan hadir tepat pada waktunya datang...gimana mas iwan ikut gak nih... (terima pesan emailnya atau tahu sendiri?).

    ReplyDelete
  21. Untuk makalahnya ngga ada yang softcopy nih, tapi ada beberapa artikel lain dan mp3 yang membahas tuntas masalah Hermeneutika ini, itu aja ya nanti saya posting sebagai pengganti makalah seminar, afwan ya. Bagi yang berkesempatan hadir di rumah saya, silahkan ambil copynya.

    ReplyDelete
  22. uehuheueh iya nih ! cerdik juga mas Andi ngirimin e-mail pemberitahuan seminar ini ke saya haha thanks ya mas !

    ReplyDelete
  23. Mas ada dimana nama filenya apa atau nama artikelnya apa? boleh diperjelas. sama2 minta maaf juga, kalau ngerepotin.

    ReplyDelete
  24. artikel dan file mp3 nya masih di komputer saya, insya Allah akan saya posting di mp ini dalam waktu dekat. Oh ya dan ngga ngerepotin kok, saya seneng kalau bisa bermanfaat buat saudara-saudara yang lain :)

    ReplyDelete
  25. Mas Indra, makasih udah sharing... Saya mau ngereply banyak nih... Maapin kalau menuh-menuhin...
    IMHO, Qur'an jelas-jelas mengutuk kawin sejenis. Yang buat buku itu aja maksa...
    Masalah jilbab buat saya sih nggak seberat masalah gay. Tapi hermeneutikanya bahaya banget. Itu yang buat buku nikah sesama jenis itu juga pake metode ini kan...?

    ReplyDelete
  26. Mau numpang ketawa juga, saya barusan baca jurnalnya Taufik Munir, ISLAMOPHOBIA: Realitas dan Ideologi dan ngebahas penjajahan. Ketemu lagi...
    Women's lib dulu timbul sbg reaksi dari penjajahan laki-laki. Tapi spt banyak korban penjajahan yang lain, standar dibuat jadi mengacu kepada penjajah. Jadi, kemajuan wanita diukur dengan apakah sudah sama dengan laki-laki atau belum. Padahal, laki-laki itu juga bukan makhluk paling sempurna kan? :P Qur'an udah dengan indahnya menggambarkan kalau laki-perempuan itu saling melengkapi. Nah, kalau perempuan didorong-dorong supaya seperti lelaki, ya keblinger jadinya... Women's lib sendiri di sini udah banyak mendapat kecaman. Dan 'feminisme' wajah baru? Lebih banyak mirip dengan Qur'an! Udah kurang apa lagi...

    ReplyDelete
  27. Pake bhs 'sunda' ah... Hermeneutics, an answer or a disaster?

    ReplyDelete
  28. Pake bhs 'sunda' ah... Hermeneutics, an answer or a disaster?

    ReplyDelete
  29. Pake bhs 'sunda' ah... Hermeneutics, an answer or a disaster?

    ReplyDelete
  30. Hermeneutika, sebuah jawaban atau...
    --indrayogi-
    -----------------------------
    Pake bhs 'sunda' ah... Hermeneutics, an answer or a disaster?

    ReplyDelete
  31. Susah juga ya, soalnya kita kan nggak bisa maksain orang utk berpendapat sama. Dalam seminar begini, yang emang kontra ya makin yakin, tapi yang pro mah keukeuh wee... Tapi mungkin, yang kontra jadi tau bagaimana mesti menjawab kalau ada yang pro hermeneutika mencela atau mencoba menghasutnya. Alhamdulillah...

    ReplyDelete
  32. Ini kudu di bawa kemana yeah kalau sudah jadi korban gini.

    ReplyDelete
  33. Hehe tunggu aja ya mba, masih dalam proses editing

    ReplyDelete
  34. hehe... gimana kalo Hermeneutika: dagelan, lawakan atau guyonan....???

    ReplyDelete
  35. ehehehhe banar-banar dagelan liberal iku....sok kuminter kalo orang jawa ngomong hahahahahahahahhhahahhaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahahahahahahahhahahahahah

    ReplyDelete
  36. Masalah utama terletak pada pemahaman dan kesadaran perempuan yang masih terjajah oleh ide Kapitalisme dengan anak turunnya bernama feminisme. Feminisme inilah yang nantinya punya istilah emansipasi bagi perempuan. Karena bila ini yang kita perjuangkan maka akan ada kutub lain yang bereaksi. Merekalah kaum pria itu. Meskipun tidak sedikit kaum pria ini juga menjadi antek dan aktivis feminisme sendiri. Tujuannya jelas yaitu untuk semakin melanggengkan dominasi Kapitalisme dan Sekularisme dalam kehidupan di tengah merebaknya kampanye dakwah penerapan Islam sebagai ideologi negara dalam bingkai Khilafah Islamiyah.

    Inilah sebetulnya yang menjadi pangkal masalah perempuan. Ketika sudut pandang keperempuanan yang ditonjolkan maka solusi yang dihasilkan pastilah timpang. Mengapa tak coba kita lihat masalah ini sebagai masalah kemanusiaan yang utuh? Karena laki-laki pun banyak kok yang terdzalimi, banyak yang tidak mendapat haknya, tidak memperoleh apa yang seharusnya. Jadi harus ada bentuk penyelesaian masalah yang tidak memihak salah satu pihak saja.

    Islam adalah jawabnya. Tak lagi ada sudut Kartini (perempuan) menuntut hak. Atau Kartono (laki-laki) yang terdepak karena si Kartini yang berulah. Islam adalah solusinya ketika kedua jenis ini didudukkan pada masing-masing fungsi yang saling melengkapi. Bukan saling mengiri hati. Perempuan dengan fitrahnya bukan berarti lemah. Itu adalah sebuah kelebihan untuk mendidik generasi yang berkualitas. Laki-laki dengan fitrahnya bukan berarti kuat dan sewenang-wenang terhadap perempuan. Itu maknanya ia berfungsi untuk melindungi, menyayangi dan menghormati perempuan.

    Tak ada lagi perjuangan emansipasi. Tak ada lagi penuntutan hak perempuan atas laki-laki dan sebaliknya. Yang ada tinggal perjuangan yang hakiki ketika Islam butuh untuk diterapkan lagi sebagai ideologi negara. Yang tertinggal adalah penuntutan hak kaum muslimin yang selama ini dirampas dan dirampok. Hak untuk mengembalikan Islam dalam semua aspek kehidupan. Kartini (perempuan) dan Kartono (laki-laki) tak lagi saling iri hati. Tak lagi bersaing hak yang semuanya itu terjamin utuh dalam Islam ketika sistemnya sudah diterapkan. Mereka boleh bersaing hanya dalam satu hal, berlomba-lomba dalam kebaikan.
    Ayo…ayo, para Kartini dan Kartono, mari berlomba tiket ke surgaNya. Yuuukkk!

    Kartininya udahan.

    ReplyDelete
  37. Ayo…ayo, para Kartini dan Kartono, mari berlomba tiket ke surgaNya. Yuuukkk!
    setuju bro.......l-)

    ReplyDelete