Friday, December 9, 2005

Tentang Metodologi Hadits Versi Orientalis

Rating:★★★★
Category:Other

Assalamu `alaikum Wr. Wb.

Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d


1. Studi Para Orientalis

Para orientalis barat itu meski ada satu dua yang niatnya baik dan jujur, namun umumnya adalah orang-orang yang punya niat tidak baik terhadap ajaran Islam. Kalau pun niatnya baik, tapi karena mereka tidak mengenal ajaran Islam dengan benar sesuai dengan manhaj Rasulullah SAW, maka baik metode maupun kesimpulan akhirnya selalu melenceng jauh dari objektifitas.

Dan yang lebih parah lagi, umumnya para orientalis itu tidak menguasai bahasa arab, tapi sering terdengar mereka melakukan kritik atas kitab-kitab bahasa arab. Ini jelas dari awal tidak logis dan sama sekali jauh dari kesan ilmiyah. Kalau pun ada satu dua yang mengerti bahasa arab itu, maka kemampuannya sangat menyedihkan. Sehingga pada dasarnya mereka tidak pernah mengerti dan tahu apa yang sedang mereka baca. Tapi dengan gigih selalu melontarkan kritik disana sini.

Dan yang palng parah, mereka pun tidak pernah bisa mandiri dalam pendapatnya. Bukti-bukti ilmiyah bercerita kepada kita bahwa para orientalis itu memiliki struktur dan level senioritas. Umumnya yang menjadi senior itu adalah yang paling memusuhi Islam, semacam Goldziher, H.A.R Gib, Greetz dan sejenisnya. Bila ada di barisan yuniornya yang menulis tentang Islam tapi agak condong untuk membela Islam, maka para seniornya akan memusuhi dan mencaci makinya serta akan mengatakan bahwa tulisan itu terlalu terbawa perasaan dan sentimentil.

Apalagi orientalis yang sampai masuk Islam semacam Maurice Buccile, maka pastilah akan dipojokkan oleh para seniornya. Karena itu jangan dikira kalau orientalis itu pasti objektif dan ilmiyah. Kebanyakan dari mereka justru sekedar bikin sensasi dan aktualisasi diri. Sehingga buat kita para orang Islam ini, jangan terlalu banyak berharap dengan apa yang mereka lakukan. Kalaupun mereka benar dan masuk Islam semua pun, Islam tidak akan menjadi lebih tinggi Izzahnya, karena yang meninggikan izzah Islam itu hanya Allah semata.


2. Kedudukan Shahabat

Kalau studi yang dikatakan itu sedang mencari dan membuktikan kebenaran hadits dari tingkat shahabat seperti Abu Hurairah kepada Rasulullah SAW, maka ini jelas-jelas perangkap besar yang siap mencaplok umat Islam yang tidak mengerti ilmu hadits.

Kelihatan jelas dan pasti bahwa studi itu memang untuk merusak pemahaman dan aqidah Islam. Mengapa ?

Karena dalam pandangan aqidah Islam ahlussunnah wal jamaah, para shahabat itu semuanya adalah `udul (adil). Mereka adalah orang-orang yang diridhai oleh Allah SWT dalam Al-Quran. Dalam Al-Quran telah disebutkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang diredhai.

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.(QS. At-Taubah : 100).

Kalau masih mempertanyakan kebenaran shahabat radhiyallahu anhum dalam meriwayatkan hadits, maka ini adalah usaha pembusukan aqidah Islam. Karena kedudukan para shahabat itu sangat vital dalam ajaran Islam. Mereka adalah jembatan antara umat Islam ini dengan Rasulullah SAW. Sehingga dengan menyerang posisi dan kedudukan para shahabat, orientalis itu ingin menebang pohon Islam dari akarnya.

Hal itulah yang pernah dilakukan oleh Ignaz Goldziher, seorang orientalis yahudi dari Hongaria. Dia menuduh bahwa metodologi kritik hadits yang ada selama ini lemah, karena hanya menggunakan kritik sanad dan tidak menggunakan kritik matan. Padahal sebenarnya kritik matan pun sudah dikenal dan digunakan dalam metodolgi para ulama Islam. Hanya saja yang dimaksud Goldziher itu tidak lain adalah bahwa matan sebuah hadits itu harus sesuai dengan `kemauannya` dia sendiri. Untuk itu dia mengatakan bahwa matan harus sesuai dengan politik, sains. Sosio kultural dan seterusnya.

Yang jadi contoh sasaran kritiknya apa lagi kalau bukan hadits shahih tentang Al-Aqsha yang berbunyi :

Tidak diperintahkan bepergian kecuali untuk mendatangi tiga masjid : Masjid Al-Aqsha, Masjid Al-Haram dan Masjid Nabawi". .

Goldziher yang yahudi itu menuduh bahwa hadits itu palsu. Dan dia mengarang cerita bahwa Abdul Malik bin Marwan (khalifah dari Dinasti Umayyah di Damaskus) merasa khawatir apabila Abdullah bin Zubair (yang memproklamirkan dirinya sebagai khalifah di Mekkah) mengambil kesempatan dengan menyuruh orang-orang Syam yang sedang melakukan ibadah haji di Mekkah untuk berbaiat kepadanya. Karena itu menurut Goldziher, Abdul Malik bin Marwan memerintahkan Az-Zuhri untuk mengarang hadits yang intinya untuk pergi haji tidak harus ke Mekkah tapi cukup ke Al-aqsha saja. Sungguh durjana Goldziher itu sampai tega-teganya mengarang cerita dan melontarkan tuduhan hina kepada tokoh-tokoh Islam. Padahal hadits itu shahih dan lolos seleksi Al-Bukhari yang terkenal ketat dalam mensortir hadits. Dan umat Islam seluruh dunia sepakat akan keshahihannya.

Tuduhan itu tentu saja dijawab oleh para ulama Islam, diantaranya adalah Dr. Musthafa Al-A`zhami, seorang pakar hadits dan guru besar di Univ. Riyadh Saudi Arabia. Beliau meruntuhkan tuduhan Goldziher dan berhasil membuktikan


3. Ilmu sanad dan riwayat hadits adalah ilmu yang sangat ilmiyah.

Barat belum pernah memiliki kemampuan untuk meneleiti suatu riwayat secara ilmiyah. Mereka tidak memiliki ilmuwan semacam Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa`i, Ibnu Majah, At-Tirmizy dan lainnya yang berkelana keliling dunia mengejar riwayat sebuah hadits. Bahkan hingga hari ini pun mereka tidak pernah bisa membayangkannya, apalagi melakukannya.

Jangankan bicara tentang kejadian belasan abad yang lampau, sekedar memastikan siapa yang membunuh JFK, presiden US itu pun sampai sekarang tidak jelas. Ada banyak riwayat dalam kasus pembunuhan mantan orang nomor satu di AS itu. Dan semuanya bila dibandingkan dengan satu hadits dalam ilmu hadits, semuanya termasuk dhaif jiddan bahan mursal dan maudhu`. Karena semua periwayatnya tidak ada yang memenuhi kriteria `Adil dan Dhabit.

`Adil dan Dhabit ? Ya, `Adil dan Dhabit adalah istilah yang tidak pernah dikenal dalam sejarah peradaban barat. Padahal standar `Adil dan dhabit itulah yang turut menentukan derajat sebuah hadits.

Lalu bagaimana sebuah peradaban yang belum bisa mengeja istilah `Adil dan Dhabit itu ingin mengajari metodologi periwayatan hadits ? Apakah tidak terlalu percaya diri ?

Bukankah para ilmuwan barat telah berani berbohong selama sekian abad kepada umat manusia tentang teori evolusi yang nyata-nyata tidak ilmiyah ? Bukankah semua lukisan tentang manusia purba itu ternyata hanya rekaan para seniman ? Lebih jauh lagi, bukankah lukisan Yesus itu jelas-jelas rekaan manusia. Apalagi dengan assesoris tambahan berupa kandang domba dan bunda Maria.

Lalu bagaimana mungkin peradaban yang `kaya` dengan kebohongan itu ingin mengajari metodologi ilmiyah, khususnya sejarah dan khususnya lagi tentang perkataan, perbuatan dan taqrir sosok seorang nabi terakhir ?

Kalau metologi ilmiyah dari bidang ilmu eksakta, barangkali kita masih mengakuinya. Karena memang kasat mata dan bisa diindera. Benar tidaknya pun langsung bisa dibuktikan. Tapi untuk urusan `kejujuran`, hanya mereka yang terbukti jujur saja yang berhak untuk berkata jujur.


Kritik Hadits Versi Orientalis

Kalau ada diantara orientalis yang pernah berusaha menciptakan metode kritik hadits, maka sudah bisa dipastikan arahnya, yaitu untuk menjegal metodologi yang selama ini ada. Dengan demikian akan terjadi perubahan besar dalam hukum-hukum Islam akibat dari berubahnya hadits shahih menjadi maudhu` atau yang maudhu` malah akan jadi shahih.

Dan akibat yang akan ditimbulkan sudah bisa anda bayangkan juga. Nantinya syariah Islam akan berubah 180% derajat. Sesuatu yang haram bisa jadi halal dan yang halal bisa jadi haram. Bahkan zina, khamar, judi, mut`ah, mencuri dan segala kemungkaran menjadi halal. Dan sebaliknya, jilbab, qishash, hudud dan menegakkan hukum Islam menjadi terlarang. Karena haditsnya telah berubah status. Dan perubahannya itu ditentukan oleh para orientalis. (syariahonline.com)


Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,

Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

No comments:

Post a Comment