Tuesday, September 11, 2007

Tradisi Bermaafan Sebelum Puasa

Rating:★★★★★
Category:Other

Assalamualaikum wr wb ustadz,

Pertanyaan saya sebagai berikut:

Apakah bermaaf-maafan sebelum memasuki bulan Ramadhan sejalan dengan Hadis Rosululloh SAW? Bila ya, bisa ustadz tolong jelaskan dengan hadisnya.

NHLB

Jawaban

Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Sepanjang apa yang kami ketahui, sampai saat ini -wallahu a'lam- kami masih belum menemukan nash hadits yangmenyebutkan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan atau mencontohkan kita untuk saling bermaafan, khususnya pada saat menjelang masuknya bulan Ramadhan.

Entahlah barangkali ada ustadz atau ulama hadits yang menemukan dalilnya. Tentu kalau ada dan shahih serta eksplisit redaksinya, kita pun perlu untuk melakukannya.

Adapun bermaaf-maafan secara umum, tidak terkait dengn masuknya bulan Ramadhan, sudah tidak perlu dipermasalahkan lagi. Begitu banyak dalil untuk meminta maaf dan memberi maaf. Salah satunya adalah firman Allah SWT berikut ini:

فَاعْفُواْ وَاصْفَحُواْ حَتَّى يَأْتِيَ اللّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Maka ma'afkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. Al-Baqarah: 109)

Demikian juga di dalam ayat lain disebutkan bahwa memaafkan orang lain adalah sifat orang bertaqwa. Sementara tujuan kita berpuasa adalah juga agar kita menjadi orang yang bertaqwa.

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَالَّذِينَ يُنفِقُونَ فِي السَّرَّاء وَالضَّرَّاء وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(QS. Ali Imran: 132-133)

Di dalam ayat lain, disebutkan bahwa memaafkan kesalahan orang lain itu mendekatkan kita kepada sifat taqwa. Dan taqwa adalah tujuan dari kita berpuasa.

وَأَن تَعْفُواْ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى

Dan memberi maaf itu lebih dekat kepada takwa. (QS. Al-Baqarah: 237)

Memaafkan kesalahan orang lain adalah sebuah ibadah yang mulia. Dan sebagai muslim, Allah SWT telah mewajibkan kita untuk memberi maaf kepada orang lain. Sehingga hukum memberi maaf itu adalah wajib 'ain, sebagaimana firman Allah SWT berikut ini:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلينَ

Jadilah engkau pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.(QS. Al-A'raf: 199)

Selain itu, memaafkan kesalahan orang lain yang telah berbuat salah itu akan diganjar oleh Allah SWT dengan ampunan atas dosa-dosa kita kepada Allah.

وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ألاَ تُحِبُّونَ أنْ يَغْفِرَ اللهُ لَكُمْ

Dan hendaklah mereka mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. An-Nuur: 22)

Meski pun seorang yang dizalimi dibenarkan untuk membalas, namun memaafkanjauh lebih baik, di mana Allah akan memberi ganjaran dan pahalatersendiri.

وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa mema'afkan dan berbuat baik maka pahalanya atas Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.(QS. Asy-Syura: 40)

Even untuk Saling Memaafkan

Secara umum saling bermaafan itu dilakukan kapan saja, tidak harus menunggu even Ramadhan atau Idul Fithri. Karena memang tidak ada hadits atau atsar yang menunjukkan ke arah sana.

Namun kalau kita mau telusuri lebih jauh, mengapa sampai muncul trend demikian, salah satu analisanya adalah bahwa bulan Ramadhan itu adalah bulan pencucian dosa. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW tentang hal itu.

عن أَبي هريرة أنَّ رسول الله ، قَالَ: مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيماناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ متفقٌ عَلَيْهِ

Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Siapa yang menegakkan Ramadhan dengan iman dan ihtisab, maka Allah telah mengampuni dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)

Kalau Allah SWT sudah menjanjikan pengampunan dosa, maka tinggal memikirkan bagaimana meminta maaf kepada sesama manusia. Sebab dosa yang bersifat langsung kepada Allah SWT pasti diampuni sesuai janji Allah SWT, tapi bagaimana dengan dosa kepada sesama manusia?

Jangankan orang yang menjalankan Ramadhan, bahkan mereka yang mati syahid sekalipun, kalau masih ada sangkutan dosa kepada orang lain, tetap belum bisa masuk surga. Oleh karena itu, biar bisa dipastikan semua dosa terampuni, maka selain minta ampun kepada Allah di bulan Ramadhan, juga meminta maaf kepada sesama manusia, agar bisa lebih lengkap. Demikian latar belakangnya.

Maka meski tidak ada dalil khusus yang menunjukkan bahwa Rasulullah SAW melakukan saling bermaafan menjelang Ramadhan, tetapi tidak ada salahnya bila setiap orang melakukannya. Memang seharusnya bukan hanya pada momentum Ramadhan saja, sebab meminta maaf itu dilakukan kapan saja dan kepada siapa saja.

Idealnya yang dilakukan bukan sekedar berbasa-basi minta maaf atau memaafkan, tetapi juga menyelesaikan semua urusan. Seperti hutang-hutang dan lainnya. Agar ketika memasuki Ramadhan, kita sudah bersih dari segala sangkutan kepada sesama manusia.

Bermaafan boleh dilakukan kapan saja, menjelang Ramadhan, sesudahnya atau pun di luar bulan itu. Dan rasanya tidak perlu kita sampai mengeluarkan vonis bid'ah bila ada fenomena demikian, hanya lantaran tidak ada dalil yang bersifat eksplisit.

Sebab kalau semua harus demikian, maka hidup kita ini akan selalu dibatasi dengan beragam bid'ah. Bukankah ceramah tarawih, ceramah shubuh, ceramah dzhuhur, ceramah menjelang berbuka puasa, bahkan kepanitiaan i'tikaf Ramadhan, pesantren kilat Ramadhan, undangan berbuka puasa bersama, semuanya pun tidak ada dalilnya yang bersifat eksplisit?

Lalu apakah kita akan mengatakan bahwa semua orang yang melakukan kegiatan itu sebagai ahli bid'ah dan calon penghuni neraka? Kenapa jadi mudah sekali membuat vonis masuk neraka?

Apakah semua kegiatan itu dianggap sebagai sebuah penyimpangan esensial dari ajaran Islam? Hanya lantaran dianggap tidak sesuai dengan apa terjadi di masa nabi?

Kita umat Islam tetap bisa membedakan mana ibadah mahdhah yang esensial, dan mana yang merupakan kegiatan yang bersifat teknis non formal. Semua yang disebutkan di atas itu hanya semata kegiatan untuk memanfaatkan momentum Ramadhan agar lebih berarti. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan niat untuk merusak dan menambahi masalah agama.

Namun kita tetap menghormati kecenderungan saudara-saudara kita yang gigih mempertahankan umat dari ancaman dan bahaya bid'ah. Insya Allah niat baik mereka baik dan luhur.

Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

14 comments:

  1. Sama sekali tidak ada kaitannya dengan niat untuk merusak dan menambahi masalah agama.
    - - - -
    pertanyaan yang tersisa: adakah demikian niat yang ada, atau ada yang merasa tidak afdhal puasanya jika tidak meminta maaf ketika masuk dalam bulan suci ini?

    ReplyDelete
  2. Inilah yang sulit mas, karena sekarang orang makin merasa bahwa bermaaf-maafan sebelum puasa itu suatu hal yang harus dilakukan dan kalo tidak dilakukan dia merasa puasanya ngga afdhal....Saya rasa ini terjadi karena sudah membudaya, bahkan kalau kita ngga melakukan itu kadang malah suka dianggap aneh :)

    Jadi, mari kita budayakan maaf-maafan bukan hanya di bulan Ramadhan tapi diseluruh bulan....lebih indah kan ? :D

    ReplyDelete
  3. jadi inget percakapan saya sama suami semalam... :D

    ReplyDelete
  4. Wah percakapan apa tuh ? rahasia yah hehe :)

    ReplyDelete
  5. nggak rahasia kok. suami saya tanya, kenapa kok di kantor saya gak ada acara seperti di kantornya, acara khusus untuk menyambut ramadhan. di kantornya ada, ya itu isinya makan2 dan maaf-maafan. Saya bilang, mungkin karena memang sebenernya gak ada contohnya dari Rasululloh. Trus suami saya bilang, "Oh? Emang gak ada ya hadits yg mengabarkan soal ini dari Rasululloh?" Saya bilang setau saya sih nggak, dan kalau saya gak tau, mestinya adik2 dia lebih tau dan pastinya adik2nya (kebetulan adik2 suami saya pengajiannya salafy) sudah melakukannya duluan, karena mereka rajin mengaji sedangkan saya ini pemalas. Hehehe... Gitu aja sih percakapannya, dan kebetulan terus baca postingan yg senada.

    ReplyDelete
  6. untung aku dah minta maap ma istri
    *teunyamboeng

    ReplyDelete
  7. makasih ya ndra...saya lagi cari-cari ini nih, eh ketemu di sini...

    ReplyDelete
  8. di forum myquran sudah beberapa kali saya menemukan kesalahpahaman sejenis dalam menyikapi masalah hadits...

    ReplyDelete
  9. Kalau perbuatan itu baik, pasti sudah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat di zaman nya ..gitu aja kok repot....:)

    ReplyDelete
  10. tidak sesederhana itu... kalau argumennya hanya demikian, maka artinya "tidak ada perbuatan baik selain yg pernah dilakukan oleh Rasulullah saw."...

    Kita harus membedakan antara ilmu fiqh dan ilmu hadits... dalam ilmu hadits, main concern-nya adalah apakah suatu ucapan itu bisa dinisbatkan kepada Rasulullah saw. atau tidak... jika dinilai shahih maka ia benar berasal dari Rasulullah saw., sedangkan jika tidak maka ia tidaklah berasal dari Rasulullah saw... nah, masalah boleh atau tidaknya suatu hal tidak selalu bergantung pada hadits...

    contoh : "Kalau ada rambu lalu lintas dengan huruf 'S' yang dicoret, artinya kita tidak boleh menghentikan kendaraan kita".

    Kalimat ini jelas bukan hadits ; artinya, tidak berasal dari ucapan, perbuatan atau dan tidak pula dibenarkan oleh diamnya Rasulullah saw... at least, tidak ada sahabat yang bersaksi bahwa ucapan ini berasal dari Rasulullah saw... tapi apakah aturan ini lantas dianggap bathil atau tidak termasuk perbuatan yg baik? tidak sesederhana itu kan... :)

    dalam konteks bermaaf-maafan pra-Ramadhan, perlu dibedakan dua hal di bawah ini :

    1.) Rasulullah saw. tidak pernah mencontohkannya, artinya dalam kajian hadits, hal ini tidak ditemukan tuntunannya. Sekali lagi, ini adalah tinjauan dari ilmu hadits.

    2.) Boleh / Tidak boleh melakukannya karena berbagai pertimbangan. Ini adalah tinjauan dari ilmu fiqh.

    Yang jelas, dari sisi ilmu fiqh, tidak bisa begitu saja mengharamkan sesuatu karena Rasulullah saw. tidak melakukannya (dgn kata lain : tdk ada hadits yg mengajarkan hal tsb). Sebagai contoh, dulu Rasulullah saw. shalat tarawih 8 rakaat, tapi tdk ada larangan untuk mengerjakannya sampai 20 rakaat. Demikian juga soal bermaaf-maafan pra-Ramadhan tidak bisa dengan mudah diharamkan, karena memang tidak ada larangannya. Dalam urusan di luar ibadah mahdhah, patokannya adalah "semua boleh kecuali yg dilarang". Nah, bermaaf-maafan jelas tdk dilarang, dan dilakukan menjelang Ramadhan pun tidak ada larangannya. Alhasil, tidak boleh dilarang!

    Akan tetapi pertimbangannya lain jika ia dianggap wajib, atau bahkan mengundang kemudharatan jika tidak dilakukan. Dalam hal ini, para ulama harus meluruskan berita kepada masyarakat bahwa tidak ada kewajiban untuk bermaaf-maafan sebelum Ramadhan, dan insya Allah tidak ada 'kutukan' kalau tidak melaksanakannya. Akan tetapi pada hakikatnya, bermaaf-maafan di segala waktu itu baik.

    ReplyDelete
  11. tadi ngobrol sama staf DSW soal ini, sebenarnya rasulullah mempersiapkan diri untuk ramadhan itu dari bulan rajab, salah satunya dengan bersilaturahim. Nah, saling memaafkan itu adalah bagian dari menyambung silaturahim....

    ReplyDelete
  12. Ah ilmu .. betapa penting dirimu ... TFS ...

    ReplyDelete
  13. sebenarnya ada sisi lain dari masalah ini yg sering terlewat... yg namanya hadits itu disampaikan karena ada hal yang menarik di dalamnya atau ada yang menanyakan detil suatu masalah kepada para sahabat...

    sebagai contoh, Abu Bakar ra. sudah diyakini sebagai sahabat yg paling dekat dengan Rasulullah saw., tapi hadits yg diriwayatkannya jauh lebih sedikit daripada Abu Hurairah ra... sebagian orientalis menjadikan fakta ini utk mendiskreditkan kumpulan hadits shahih versi Bukhari, karena menurut tuduhan mereka, ada konspirasi yg menyebabkan Bukhari lebih menyukai hadits2 yg diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. daripada yang diriwayatkan oleh Abu Bakar ra...

    Tuduhan ini sangat lemah, karena perlu diingat bahwa Abu Bakar ra. wafat hanya dua tahun setelah Rasulullah saw. wafat... Pada masa-masa itu, semua orang di Mekkah mengenal Rasulullah saw., sehingga tak ada yg bertanya bagaimana cara beliau shalat, makan, berkendaraan, dsb... akan tetapi pada masa-masa selanjutnya, (Abu Hurairah ra. wafat puluhan tahun setelah Rasulullah saw. wafat) telah muncul generasi baru yang mulai bertanya-tanya tentang Rasulullah saw.... pada saat itulah umat Islam mulai mencari-cari sumber paling otentik untuk mendapatkan keterangan tentang Rasulullah saw...

    mengenai unsur 'menarik', hadits biasanya disampaikan dengan menggarisbawahi beberapa hal yang dianggap perlu untuk dicermati... misalnya ada hadits yg menyebutkan jalannya Rasulullah saw. itu sangat cepat, tapi tidak ada hadits yg mengatakan bahwa ketika kaki kanan beliau melangkah, maka tangan kirinya mengayun ke depan... dgn kata lain, hanya hal-hal tertentu saja yang diriwayatkan oleh para sahabat...

    mengenai tradisi bermaaf-maafan, jika memang tak ada haditsnya, perlu diselidiki juga apakah bermaaf-maafan itu sudah menjadi kebiasaan Rasulullah saw. atau tidak... sebab jika Rasulullah saw. membiasakan hal tsb dan memerintahkan semua pengikutnya utk melakukan hal yg sama, dan karenanya hal tsb menjadi sebuah hal yang biasa pada masa itu, maka tidak heran jika haditsnya tidak ada... dan menurut saya, dengan melihat watak Rasulullah saw. yg rendah hati, kelihatannya bermaaf-maafan memang hal yg sangat lazim pada diri beliau dan juga sudah menjadi ciri khasnya umat Islam... wajar saja tdk ada haditsnya, bisa jadi karena semuanya sudah terbiasa bermaaf-maafan...

    tapi ya itu tadi, tidak hanya khusus pada bulan Sya'ban... :))

    ReplyDelete
  14. minta maaf kepada seseorang biasanya kita lakukan jika kita melakukan kesalahan yang cukup jelas. orang itu juga akan memberi maaf atau tidak, tergantung dari besarnya kesalahan kita. kalo yg dilakukan pra-ramadhan, menurut saya, seremonial aja. contohnya: di kantor mungkin ada pegawai baru yang kita jabat dan salami sambil minta maaf itu tadi, walaupun itulah momen pertama kita kontak dengannya (dan belum tentu kita pernah berbuat salah padanya). Jadi, saya pikir, ini media silaturahim. Cara atau trik memperlihatkan ukhuwah. Kalo zaman dulu di Jawa digelar pertunjukan wayang (kulit atau golek), lalu setelah ngumpul dilakukan syiar Islam kpada yg nonton, bukan berarti di semua benua orang harus ngegelar wayang kalo mo syiar. Begitcuuu.

    ReplyDelete