Tuesday, March 27, 2007

Diskusi INSISTS: "Apa Bedanya Mu'tazilah dan Islam Liberal ?"

Start:     Mar 31, '07
Dalam pandangan kaum muslimin, al-Qur'an diyakini sebagai firman Allah SWT yang diturunkan kepada Rasulullah SAW; yang tertulis dalam mushaf, ditransformasikan secara mutawatir dari generasi ke generasi dan membacanya terhitung sebagai ibadah.

Mu'tazilah adalah aliran rasionalis (dalam pengertian lebih mendahulukan akal dari pada wahyu) yang dikenal dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam. Secara harfiah nama Mu'tazilah berarti yang mengasingkan diri. Kebanyakan ahli sejarah sepakat bahwa aliran ini bermula dari perdebatan Washil ibn Atha’ dengan gurunya al-Hasan al-Basri tentang kedudukan pelaku dosa besar, apakah dia kafir atau tetap mukmin.

Perdebatan ini dipicu dengan statemen aliran al-Khawarij yang menggolongkan pelaku dosa besar adalah kafir dan statemen al-Murji’ah yang mengatakan bahwa mereka tetap mukmin. Sedangkan imam al-Hasan al-Basri mengatakan bahwa mereka itu adalah fasiq. Sementara Washil ibn Atha’ mengatakan bahwa kedudukan mereka bukan kafir dan bukan mukmin, tetapi berada di antara dua kedudukan (al-manzilah baina manzilatain).

Perdebatan tersebut berakhir dengan memisahkannya Washil dari halaqah gurunya dan mengasingkan dirinya (I’tazala) di salah satu sudut masjid Basra. Kemudian langkah Washil ini diikuti oleh beberapa orang. Sehingga pada akhirnya imam al-Hasan al-Basri mengatakan: “Washil telah mengasingkan diri dari kita (laqad i’tazala anna Washil)”. Maka semenjak itu Washil dan pengikutnya disebut Mu'tazilah. (Henri Shalahuddin, Mawqif Ahli l-Sunnah wa l-Jama’ah min al-Ushul al-Khamsah li l-Mu’tazilah: Dirasah Naqdiyyah (Pandangan Ahlussunah wal Jama'ah terhadap Prinsip Ushul Khamsah Mu'tazilah: Studi Kritis), skripsi s1, 1999, Fakultas Ushuluddin, Departemen Perbandingan Agama, ISID, Pondok Modern Darussalam Gontor, 121 hal, belum dipublikasikan).

Di antara pandangan Mu'tazilah yang masyhur adalah bahwa al-Qur'an merupakan firman Allah SWT; namun kedudukan al-Qur'an menurut mereka adalah makhluk, bukan azali dan qadim seperti yang diyakini oleh kaum muslimin umumnya. Pandangan ini kemudian dipaksakan menjadi madzhab resmi negara oleh dinasti Abbasyiah selama 62 tahun, dari tahun 170H hingga tahun 232H, yaitu pada masa-masa khilafat al-Makmun, al-Mu’tasim dan al-Watsiq.

Ribuan ulama Ahlussunnah yang menolak paham makhluknya al-Qur'an dihadapkan ke mahkamah, disiksa, dipenjara bahkan dibunuh; seperti yang menimpa Imam Ahmad ibnu Hanbal (pendiri madzhab Hanbali dalam fiqih).

Namun demikian, belum ada satupun ulama yang menganggap Mu'tazilah telah keluar dari batasan Islam, seperti halnya kelompok Ahmadiyyah. Sebab bagaimanapun Mu'tazilah tetap mengakui kewahyuan al-Qur'an, tidak pernah meragukan kedudukan mushaf Usmani, tidak mempermasalahkan bahasa Arab sebagai mediator bahasa wahyu dan (-apalagi-) menganggapnya sebagai produk budaya maupun teks manusiawi seperti yang telah jamak disuarakan Islam Liberal dan diajarkan di berbagai perguruan tinggi yang terkooptasi paham liberal.

Bahkan banyak di antara pemuka Mu'tazilah yang tetap bermakmum di belakang ulama yang bermartabat, seperti al-Qadhi Abdul Jabbar (w 415H/1023M), pemuka Mu’tazilah yang bermadzhab Syafii; Muhammad ibn Abdul Wahhab ibn Salam al-Jubai, pemuka Mu’tazilah yang selalu memuliakan Khulafa' Rasyidun penerus Nabi; Ahmad ibn Ali ibn Bayghajur (w 326H), cendekiawan Mu’tazilah di bidang ilmu bahasa Arab dan Fiqh yang terkenal kezuhudannya, ––menurut Ibnu Hazm–– juga bermadzhab Syafii.

Anehnya, Islam Liberal seringkali mengklaim bahwa paham dan aliran Islam liberal mewarisi tradisi Mu'tazilah. Apakah klaim mereka ini dipertanggungjawabkan secara ilmiah? Benarkah konsep Islam liberal tentang al-Qur'an tidak berbeda dengan Mu'tazilah?

Dimanakah perbedaan kedua konsep ini secara substantif? Bagaimanakah pemuka Mu'tazilah menafsirkan al-Qur'an?

Apakah mereka juga menggunakan tafsir feminis atau menggunakan metode kritik historis seperti yang sering digunakan tokoh-tokoh liberal?

Silahkan mengikuti ulasan lebih lanjut dalam diskusi sabtuan INSISTS. Diskusi ini juga akan membahas Tafsir al-Kasysyaf 'an Haqaiq al-Tanzil wa 'Uyunil Aqawil fi Wujuh al-Ta'wil yang ditulis oleh pemuka Mu'tazilah, Abul Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar al-Zamakhsyari tentang ayat-ayat yang menjadi isu sentral Islam liberal, seperti hukum waris, jilbab, iddah, hudud dsb.

Pembicara : Henri Shalahuddin, MA
- S1 di Institut Studi Islam Darussalam Gontor Jatim, 1995-1999
- S2 di International Islamic University Malaysia, 2001-2004

Hari/Tanggal : Sabtu, 31 Maret 2007
Waktu : 10.00 – 12.00
Tempat : Kantor INSISTS Jl. Kalibata Utara II/84 Jakarta


* Tidak dipungut biaya, konfirmasi kehadiran ke 021-7940381 atau 08176895797, tempat duduk terbatas (maksimal) 40 orang dan tersedia makalah. Kehadiran anda akan mempercepat proses pencerahan dan kebangkitan ummat.
 

5 comments:

  1. mau.. cuma kenapa hari sabtu... itukan jadwal kuliaah.. :((

    ReplyDelete
  2. Hmmm...
    sepertinya menarik...
    sayang karena alasan ruang dan waktu saya tidak bisa mengikutinya..
    nanti, kalau bisa minta tolong hasil diskusinya di upload di sini yaa...
    Barakallahu fik, sebelumnya...

    ReplyDelete
  3. Hmmm kan yang ini kuliah juga...hehe kuliah dimana nih mas ?

    ReplyDelete
  4. Insya Allah nanti saya upload mp3 nya ya mas :)

    ReplyDelete
  5. maaf mau nambah sedikit. dalam buku "tarikhul madzahib" karya Imam Muhammad Abu Zahrah dikatakan, bahwa ulama berbeda pendapat tentang awal mula berdirinya kelompok ini. sebagian berpendapat bahwa awal munculnya aliran ini ketika pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib (radhiyallahu anhu), segolongan yang memisahkan diri dari urusan politik, beralih ke urusan akidah ketika Hasan bin Ali menyerahkan kekhalifahan kepada Muawiyah.

    Abul Husein Al-Tharaify dalam bukunya "Ahul Ahwa wal Bida'" juga menyebutkan hal yang sama tentang hal ini. mereka (golongan muktazilah) memisahkan diri dari Hasan, Muawiyah, dan orang-orang lain. kemudian menetap di rumah dan masjid-masjid mereka seraya berkata: "Kami sibuk dengan ilmu dan ibadah."

    semua sepakat kalau pemuka aliran ini adalah Washil bin Atho', pernah mengikuti majlisnya Imam Hasan Al-Bahsry sebagaimana yang ditulis oleh Ust. Henri. ada juga yang menisbatkan penamaannya karena kejadian ini. ada juga yang mengatakan bahwa munculnya ideologi ini lebih awal daripada Washil bin Atho. akan tetapi karena washil adalah seorang dai hebat dan piawai, jadi dia dianggap sebagai bapak dari aliran ini.

    kalo hubungannya dengan Islam Liberal gimana ya..? ikutan ah dari jauh... akh... ditunggu hasil resumanya... :D

    ReplyDelete