Thursday, June 1, 2006

Selamat datang, INSISTS !

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh Wisnu Pramudya *)
hidayatullah.com


Mereka bergelar master dan doktor. Disiplin menjaga 'ubudiyah serta syari'ah dalam keluarganya. Mereka menguasai seluk-beluk pemikiran dan peradaban Barat tapi tak pernah silau dengan Barat

Izinkan saya memperkenalkan sekumpulan pemuda kepada Anda sekalian. Mereka berotak encer, dan berendah hati terhadap guru dan ulama. Mereka menguasai minimal dua bahasa asing (Arab dan Inggris). Tidak sedikit yang kemudian juga menguasai bahasa Latin, Jerman, Ibrani, dan beberapa lainnya), dan sebagian di antaranya hafizh Qur`an.

Mereka bergelar master, doktor, dan berdisiplin menjaga kehidupan 'ubudiyah-nya serta syari'ah dalam keluarganya. Last but not least, mereka menguasai seluk-beluk pemikiran dan peradaban Barat-berikut segala manfaat yang diberikan dan juga penyakit-penyakit yang disebarkannya-sama kuatnya dengan penguasaan mereka tentang seluk-beluk pemikiran dan peradaban Timur, dan sudah tentu tentang 'ulumud-din, dan Al-Islam.

Bulan-bulan ini mereka dalam proses pulang kampung setelah berkelana menimba ilmu. Sebagian besar mereka belajar di Kuala Lumpur, di tempat yang bernama International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC). Di institut ini, mereka dibawa oleh guru utamanya, Prof Syed Muhammad Naquib Al-Attas, bergaul seakrab mungkin dengan metodologi dan epistemologi Barat, bukan hanya lewat buku, tetapi langsung dengan orientalis-orientalis tulen yang menjadi dosen-dosen mereka.

Pada saat yang sama, Prof Al-Attas menanam kaki mereka sedalam-dalamnya pada worldview Islam, kemudian langsung membenturkan keyakinan mereka akan Qur`an dan Sunnah menghadapi berbagai peradaban dunia. Dengan cara itu, para pemuda ini tumbuh menjadi sangat kaya akan keterampilan dan pemahaman mengenai detil-detil kurva berbagai peradaban-termasuk Barat, namun semakin hari semakin yakin dan percaya diri, bahwa al-Islaamu ya'lu wa laa yu'la 'alaih (Islam itu tinggi dan tak ada yang lebih tinggi daripadanya). Mereka bisa menerima secara arif manfaat-manfaat yang diberikan peradaban lain-termasuk Barat-namun di saat yang sama mereka mampu mengupas koreng-korengnya yang membahayakan umat manusia.

Meski mereka semakin akrab dengan W.C. Smith, Hans Kung, Fritjof Schuon, Arthur Jeffery, Harvey Cox, Montgomery Watt, Derrida, Nietczhe, Mohandas Gandhi, Mohammed Arkoun, Nasr Hamid Abu Zayd, Annemarie Schimmel dan lain-lain, para pemuda kita ini tidak kemudian jadi nggumun (terkagum-kagum), lalu tergopoh-gopoh mematut diri agar sepantas mungkin tampil senada dengan para tokoh tersebut.

Keakraban itu justru membuat mereka kian piawai mencermati dan menempatkan secara jernih posisi masing-masing tokoh terkenal tadi -dan para pengikutnya-di atas peta peradaban dan keilmuan dunia. Pada saat yang sama, mereka semakin yakin bahwa Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam (SAW), para shahabat Radhiallaahu 'anhum, juga Bukhari, Muslim, Syafii, Maliki, Hambali, Hanafi, Al-Ghazali, Qurthubi, dan waratsaatul-anbiya' (para pewaris nabi) berikutnya, jauh lebih pantas disegani baik dari segi akhlaq kepribadian, maupun kelas intelektualnya, dibandingkan rombongan nama yang pertama tadi. Selain itu, semakin kuat pula keyakinan mereka, bahwa Islamlah yang paling berhak mengklaim diri sebagai sumber kebenaran, dalam semua aspek keilmuan dan kehidupan.

Para pemuda ini menamakan dirinya Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS). Rumusan misi mereka sederhana, namun menjanjikan perjalanan yang panjang, berat, dan penuh tantangan sekaligus harapan. Izinkan saya mengutipnya dari salah satu e-mail dalam diskusi mereka: "..Semoga niat kita Islam, dapat tercapai..."

Mengenai "tradisi ilmu dan peradaban" yang bagaimana yang hendak mereka bangun, sebagian kecil bisa dibaca di buku Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam membangun tradisi ilmu dan peradaban Islam yang agung, berdasarkan khazanah intelektual Syed M. Naquib Al-Attas (Mizan, Juli 2003). Penulisnya Prof Wan Mohd Nor Wan Daud, salah satu murid utama Prof Al-Attas. Ia pernah berguru pada Fazlur Rahman di Chicago, sehingga berteman akrab dengan Pak Syafi'i Ma'arif, Mas Amien Rais, juga Cak Nurcholish Madjid. Ia juga mentor utama para pemuda kita tadi semasa di ISTAC.

Buku tersebut diterjemahkan dari The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib Al-Attas oleh tim penerjemah yang dipimpin Hamid Fahmy Zarkasyi, salah satu ahli waris Pesantren Darussalam Gontor. Mas Hamid ini diangkat teman-temannya menjadi pemimpin mereka. Jabatan formalnya direktur INSISTS, sekaligus pemimpin redaksi majalah ISLAMIA.

Salah satu bab buku itu berisi uraian Prof Wan Daud mengenai, pandangan Al-Attas tentang kekusutan konsep yang terjadi dalam dunia Islam, antara apa itu "ilmu pengetahuan" dan bedanya dengan "mengetahui". Sejak kegagalan penaklukan kota Vienna tahun 1683 oleh Khilafah Utsmaniyah, diikuti berbagai kekalahan lainnya, para ulama dan pemikir Muslim sudah mendeteksi betapa merosotnya tradisi ilmu, sains, dan teknologi di kalangan umat Islam. Karenanya kebangkitan peradaban harus dimulai dengan kebangkitan ilmu. Sayangnya, menurut Al-Attas, pada perkembangan semakin ke sini, kebangkitan ilmu itu banyak diidentikkan dengan "modernisasi" yang agenda utamanya adalah "mengejar ketertinggalan dari Barat". Sebuah kesalahan yang dianggap fatal oleh Al-Attas, karena proyek "modernisasi" itu dalam waktu yang sama mengagendakan dipinggirkannya Islam sebagai syarat untuk menjadi modern. Islam tidak boleh menjadi sesuatu yang dominan dalam kehidupan masyarakat modern.

Bagi Al-Attas, lawan kata "ilmu" bukan hanya "kebodohan", namun juga "ilmu yang menyesatkan manusia dari kebenaran". Jika pengembangan sains dan teknologi dilakukan di atas landasan yang TIDAK akan membawa umat manusia pada kebenaran Islam, maka jalan dari pengembangan sains dan teknologi itu pasti membawa manusia pada kehancuran.

Al-Attas, lulusan School of Oriental and African Studies (SOAS) di Universitas London, mengutip satu bagian dari Lisaanul-'Arab karya Ibnu Manzhur, bahwa kebodohan terbagi dua jenis: kebodohan ringan dan kebodohan berat. Kebodohan ringan yaitu kurangnya ilmu mengenai apa yang seharusnya diketahui." Sedangkan kebodohan berat yaitu keyakinan yang salah yang bertentangan dengan fakta ataupun realitas, meyakini sesuatu yang berbeda dari sesuatu itu sendiri, ataupun melakukan sesuatu dengan cara-cara yang berbeda dari bagaimana seharusnya sesuatu itu dilakukan.

Menurut uraian Wan Daud, "Kebodohan ringan bisa diobati dengan pengajaran biasa atau pendidikan, tetapi kebodohan yang berat.. merupakan sesuatu yang sangat berbahaya dalam pembangunan keilmuan, keagamaan, dan moralitas individu dan masyarakat, sebab kebodohan jenis ini bersumber dari spiritualitas yang tidak sempurna, yang dinyatakan dengan sikap penolakan terhadap kebenaran."

Pemuda-pemuda kita tadi berniat meletakkan pondasi konsep tradisi ilmu yang tidak kusut, baik lewat tradisi ilmu-ilmu fardhu 'ain maupun fardhu kifayah. Tradisi yang akan membawa manusia pada kebenaran Islam. Ilmu-ilmu fardhu 'ain adalah yang bila tidak menguasainya seseorang atau sebuah masyarakat pasti tidak akan bisa hidup sesuai anjuran Islam, sedangkan ilmu-ilmu fardhu kifayah adalah yang dengannya seseorang akan menjaga kesejahteraan hidup umat manusia. Jadi tak ada pemisahan antara "ilmu agama" dan "ilmu umum", atau "ilmu akhirat" dan "ilmu dunia". Tidak ada itu. Yang ada hanyalah pembedaan antara "ilmu fardhu 'ain" dan "ilmu fardhu kifayah".

Sejak awal mula proses pulang kampung para pemuda kita ini, sudah tergambar jelas ada tiga tantangan utama yang akan dihadapi INSISTS. Pertama, diri mereka sendiri. Kedua, tokoh-tokoh pemimpin Muslim dan ulama yang belum faham. Ketiga, umat Islam secara keseluruhan. Di luar ketiga tantangan ini, urusannya relatif lebih gampang.

Tantangan kedua dan ketiga akan cair dengan sendirinya, jika tantangan pertama mampu ditangani dengan baik. Tantangan pertama bagi para pemuda INSIST secara garis besar menuntut tiga hal: satunya kata dan perbuatan, menjaga sikap rendah hati, serta meningkatkan kecanggihan (baca: kesesuaian cara dan publik yang dihadapi) dalam membahasakan gagasan.

Kesalahan membahasakan diri juga bisa jadi masalah yang tidak perlu. Misalnya, perkenalan diri yang berisi maklumat seolah-olah akan "mengoreksi" semua elemen umat Islam yang lain. Ya, ya, ya. Memang INSIST akan melakukan banyak koreksi di tubuh umat Islam khususnya Indonesia, tapi biarkan it goes without saying.

Selamat datang, INSISTS!

*. Penulis adalah wartawan

28 comments:

  1. welcome
    ahlan wasahlan
    kang indra, kapan ente ajak teman2 insist buat kajian bareng?
    tapi gratis lho
    hehehehe.. :)

    ReplyDelete
  2. Insya Allah ya bang, makanya saya ikutan kuliah yang mereka adakan dulu. Setelah kenal deket baru deh kita "culik" ke Kemanggisan untuk bagi-bagi ilmunya hehehe

    ReplyDelete
  3. ada yang kurang dari INSIST.
    mereka belum punya kader, tentunya dengan bimbingan intensif mereka. mereka kan akan tua juga... he he he

    ceritanya pengen jadi kadernya. Meskipun jadi kader tidak harus bertemu langsung. tapi kalau diorganisir dengan baik, so pasti lebih baik. setuju ngak...? mohon diusulkan kepada mereka ya...!

    sama izin ngopy boeh ya...

    ReplyDelete
  4. yes.. I heard about these european scholars,doctors..and their mission into asia, particularly in indonesia,malaysia and singapore.
    I hope they bring much in this region and set a strong influence in science and technology in islam perspective. Insyaallah soon.
    May Allah gives us Guidance to His Path.aamen

    ReplyDelete
  5. Somehow, I felt famililiar with the title, ngecek di review sendiri ternyata Ari juga pernah posting hal yang sama, tapi setahun lalu, 19 May 05 :D
    http://asnani.multiply.com/reviews/item/13

    my next review adalah saat Insists cerita punya kantor pertama di Jakarta tepatnya RTM Depok, sekarang sih kantornya sudah pindah.
    Rie-

    ReplyDelete
  6. Mari kita semua berlomba2 dan tolong-menolong dalam kebaikan,.. Amin
    Salam kenal, Mas,..

    ReplyDelete
  7. kantor lamaku jadi markas insist tuh.. (halah.. siapa yg nanya???:D)

    ReplyDelete
  8. insist v. (usu. foll. by on or that; also absol.) maintain or demand assertively (insisted on my going; insisted that he was innocent). [Latin sisto stand]
    POD March 1994

    ReplyDelete
  9. Semoga Allah SWT mendatangkan barokah melalui organisasi ini di seluruh negeri! Amien.

    ReplyDelete
  10. iya...bahkan nanti kalo udah di Kemanggisan, kita "rampok" rame-rame bang !.....ilmunya :p

    ReplyDelete
  11. Pelan-pelan akh, sepertinya ini sedang menuju ke arah sana, tapi karena kesibukan masing-masing personelnya makanya terlihat agak lambat. Buktinya sekarang mereka mengadakan kuliah itu kan dan kuliah itu baru bagian awal dari kuliah-kuliah lain yang akan mereka adakan kedepannya. Insya Allah nanti diusulkan akh :)...silahkan dicopy

    ReplyDelete
  12. Oh iya pernah posting juga ya mba, dan somehow saya juga pernah liat page mba yang itu juga dulu banget :D

    ReplyDelete
  13. Mari ! salam kenal juga ya mas Aji. Saya add ya mas :)

    ReplyDelete
  14. wah nambah lagi deh temen dari GIP heheh...saya add ya...siapa tau dapet diskon :p

    ReplyDelete
  15. Wah thanks ya mas udah repot-repot nyariin artinya :)

    ReplyDelete
  16. welcome to the ghazwul fikr zone !!!

    ReplyDelete
  17. kan mereka ada program kuliahnya setiap sabtu...daftar aja mal

    ReplyDelete
  18. saya pertama kenal insist waktu utak2 atik dokumen di kammi pusat. waktu itu ada buletinnya, yang menjadi cikal bakal menjadi majalah.kalo ga salah yang terbitkan itu insist. ada perwakilan insist di daerah ga? atau semacam lembaga koordinasi dengan insist. selamat buat insist! saya pernah berencana undang pak adian husaini ke makassar, tapi sampe skr lom sempat2. kebetulan, bacaan serta tulisan2nya bagus, masuk akal, menarik dan bagus dikaji.--yankoer.multiply.com

    ReplyDelete
  19. :) Wah... pengagum anak2 ISTAC yah..:) tar aku sampein yah..:D

    tapi bang adian sama bang adnin udah di jakarta, yang tinggal disini cuma Dr. Anis sama Bang Nirwan :)

    btw indra kerja dimana sih?

    ReplyDelete
  20. huaaaaaaaaaa aku sedih sekaliiii......... hidup ini memang keras... hiks...

    (sedih krn hari sabtu tetap kerja, jadi aja gak bisa ikutan belajar di INSISTS)

    :((

    ReplyDelete