Friday, October 5, 2007

Ulil Abshar Abdalla Bicara Kritik Matan Hadits




Assalamu'alaikum,

Teman-teman yang insya Allah dirahmati Allah SWT. Berikut ini saya posting potongan klip dari VCD debat buku "Ada Pemurtadan Di IAIN" karya Hartono A. Jaiz. Acara tersebut diadakan di kampus UIN Ciputat tanggal 16 April 2005.

Di klip ini Ulil membicarakan tentang kritik matan hadits. Sebagaimana kita ketahui, salah satu ilmu hadits yang berkembang di dunia ilmu hadits adalah kritik sanad. Nah disini yang dikritik Ulil adalah mengapa kritik matan justru tidak berkembang dan terkesan disembunyikan. Ulil berpendapat umat Islam sekarang takut untuk mengkritik matan.

Salah satu pernyataan Ulil yang kontroversial di klip ini adalah, "Hadits yang shahih sanadnya, belum tentu harus diikuti isinya". Pernyataan ini seketika menimbulkan gemuruh para penonton yang hadir disana.

Selanjutnya Ulil membawakan satu contoh hadits tentang batalnya sholat apabila lewat didepannya 3 hal yaitu perempuan, khimar dan anjing. Lalu dengan hadits ini Ulil mengkritik apa mungkin perempuan disamakan dengan khimar dan anjing.

Dan ternyata hadits ini pun pernah digunakan oleh Wardah Hafidz, seorang peneliti Indonesia yang meraih gelar Master bidang Sociology dari Universitas Indiana, Amerika. Wardah Hafidz mencantumkan hadits tersebut dalam makalahnya mengungkapkan kegerahannya melihat perkembangan Islam di Indonesia yang ditandai salah satunya dengan semakin banyaknya wanita yang berjilbab. Makalahnya itu berjudul "Misoginy Dalam Fundamentalisme Islam" dan dimuat dalam jurnal Ulumul Qur'an No. 3 Vol. 4, tahun 1993.

Karena point ini cukup penting, saya ingin membagi klip ini kepada teman-teman yang memang mempunyai pengetahuan tentang hadits ini dan pernyataan Ulil tersebut. Karena pernyataan Ulil ini dan juga hadits yang dibawakan tersebut bisa menimbulkan kerancuan pemikiran kepada umat Islam lainnya apabila tidak disertai penjelasan dan sanggahan.

Oleh karena itu postingan ini saya setting terbatas. Tidak untuk everyone. Paling tidak untuk saat ini saya set private sampai ada penjelasan dan bantahan atas pernyataan Ulil tersebut. Selanjutnya kalau penjelasan itu sudah ada mungkin akan saya buka untuk umum agar masyarakat melihat bagaimana sebenarnya pemikiran seorang Ulil Abshar Abdalla ini.

Syukron atas perhatiannya. Jazakumullah khairan jaza

Wassalamu'alaikum

PS : Kalau suaranya kurang jelas terdengar, coba pakai earphones/headphones


5 comments:

  1. Ass, akhi, alhamdulillah ana udah pernah lihat klip ini. Ada dua catatan penting dalam klip debat ini. Pertama, Ulil hanya bicara lewat lisannya, bukan hatinya. Karena, dia bicara hadits tanpa ilmu hadits. Bayangkan, menurutnya, jika satu hadits meskipun sanad-nya sahih, matan-nya bisa dikritik. Ini adalah gaya "orientalis". Seorang sahabat Nabi SAW yang tidak pernah luput dari kritik --baik oleh para orientalis maupun antek-anteknya--adalah "Abu Hurairah". Karena mereka tahu benar, sahabat yang satu ini adalah paling banyak (nomor satu) dalam meriwayatkan hadits Nabi SAW. Jika sahabat ini digugurkan ke-tsiqah-annya, maka para sahabat yang lebih sedikit kadar periwayatan haditsnya, akan sangat mudah digugurkan. Sudah terbaca ke mana arah kritik mereka.

    Kedua, untuk melakukan kritik sanad dan matan, tidak semudah membalikkan telapak tangan. Memang hadits bisa diriwayatkan secara "makna" (ruwiya bi al-ma`na), tetapi tidak semua orang bisa melakukan itu. Apalagi sekelas Ulil, yang concern-nya hanya pada "comparative religions". Hadits bukan hanya sebagai cabang ilmu, tapi juga berkaitan dengan "pribadi Rasul" yang mulia. Sejak lama, kritik "sanad dan matan" sudah dilakukan oleh para pakar dan ulama hadits, sebut saja misalnya Ibnu al-Jauzi dalam 'Talbis Iblis' dan 'Kitab al-Mawdhu`at'; Imam al-Syaukani dalam 'al-Fawa'id al-Majmu`ah fi al-Ahadits al-Mawdhu`ah'; Imam al-Suyuthi dalam 'al-Lali al-Mashnu`ah fi al-Ahadits al-Mawdhu`ah', dll. Ulil jauh ketinggalan.

    Masalah hadits keledai yang dibicarakan oleh Ulil, tidak segampang itu memahaminya. Sangat letterlijk dan berdasarkan 'hawa nafsu' ingin menang dalam debat, bukan memungut semangat kebenaran dan ilmiah murni. Banyak hadits-hadits yang harus difahami secara "majaz", bukan dalam arti sebenarnya. Demikian dulu akhi ya. Syukran jazilan atas sharingnya. Jazakumullah.[]

    Qosim

    ReplyDelete
  2. utk masalah hadits, di Indonesia mungkin paling bagus ya buku "Hadits Nabawai dan Sejarah Kodifikasinya" karya ust. M.M. Azami yg terkenal itu... kalau mau yg edisi lebih ringannya bisa liat buku "Kritik Hadits" karya ust. Ali Mustafa Yaqub... secara umum seluruh isi buku kedua sudah ada di buku pertama, dan buku yg pertama itu diterjemahkan oleh ust. Ali Mustafa Yaqub juga, jadi kedua buku ini sangat erat hubungannya... kritik matan yg dikatakan oleh Ulil itu sudah dibantai habis dalam dua buku itu... :)

    ReplyDelete
  3. eh iya, kritik Ulil (yg sebenarnya lagu lama orientalis) soal hadits keledai itu juga sudah dibahas oleh ust. Daud Rasyid di buku "Fenomena Sunnah di Indonesia" (mudah2an judulnya gak salah)...

    ReplyDelete
  4. Saya bukan ahli hadits, tapi saya sering menjumpai hal ini dibawa oleh Christian missionaries untuk menyerang status woman in Islam. Mereka mengquote hadith dari Muslim (bukan dari Bukhari seperti yang Ulil klaim):

    Abu Huraira reported: The Messenger of Allah (may peace be upon him) said: A woman, an ass and a dog disrupt the prayer, but something like the back of a saddle guards against that.

    Matan hadits ini jelas tidak menyamakan status wanita dengan keledai maupun anjing tetapi keberadaan mereka di depan orang yang sedang shalat dapat mengganggu konsentrasi.

    Setahu saya suatu hadits yang shahih sanadnya, tidak bisa langsung ditafsirkan (disyarahkan) seenaknya tanpa tahu adanya hadits2 lain yang berhubungan dengannya (baik yang bertentangan maupun yang menjelaskan). Di dalam Bukhari bisa dijumpai hadits dari 'Aisyah RA yang membantah pendapat orang2 yang menyamakan wanita dengan anjing maupun keledai:

    Narrated 'Aisha:
    Do you make us (women) equal to dogs and donkeys? While I used to lie in my bed, the Prophet would come and pray facing the middle of the bed. I used to consider it not good to stand in front of him in his prayers. So I used to slip away slowly and quietly from the foot of the bed till I got out of my guilt.

    Narrated 'Aisha:
    The things which annul the prayers were mentioned before me. They said, "Prayer is annulled by a dog, a donkey and a woman (if they pass in front of the praying people)." I said, "You have made us (i.e. women) dogs. I saw the Prophet praying while I used to lie in my bed between him and the Qibla. Whenever I was in need of something, I would slip away. for I disliked to face him."

    Narrated 'Aisha:
    The things which annual prayer were mentioned before me (and those were): a dog, a donkey and a woman. I said, "You have compared us (women) to donkeys and dogs. By Allah! I saw the Prophet praying while I used to lie in (my) bed between him and the Qibla. Whenever I was in need of something, I disliked to sit and trouble the Prophet. So, I would slip away by the side of his feet."

    Narrated 'Aisha:
    It is not good that you people have made us (women) equal to dogs and donkeys. No doubt I saw Allah's Apostle praying while I used to lie between him and the Qibla and when he wanted to prostrate, he pushed my legs and I withdrew them.


    Istri Nabi 'Aisyah jelas membantah pendapat orang yang menyamakan status wanita dengan anjing maupun keledai seperti yang diutarakan Ulil sendiri. Saya tidak tahu apakah Ulil tahu akan eksistensi hadits 'Aisyah ini. Kalau ia tidak tahu, sebaiknya ia tidak seenaknya mengeluarkan "syarah"nya sendiri mengenai hadits tsb. Kalau ia tahu, apa maksudnya tidak mengquotenya pula dalam forum tsb?

    Pointnya, kalau matan suatu hadits tampak sulit diterima oleh akal sehat kita atau tampak bertentangan dengan Al Qur'an, jangan langsung kita tolak hadits tsb tanpa mengetahui hadits2 lain yang berhubungan atau penjelasan2 dari perspektif lainnya (seperti makna allegorical atau kiasan yang bisa saja terkandung di dalamnya).

    Wallahu'alam.

    ReplyDelete
  5. ya, persis seperti itulah argumen ust. Daud Rasyid di bukunya, "Fenomena Sunnah di Indonesia"... :)

    ReplyDelete