Monday, February 2, 2009

Lembaga Sensor Film : Film ''Perempuan Berkalung Sorban'' Dibahas Dua Kali

Rating:
Category:Movies
Genre: Comedy
JAKARTA— Film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) terus menuai protes dan kritik. Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Titie Said, mengatakan, film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu sempat dua kali dibahas di meja LSF.

Biasanya, kata dia, pembahasan sensor film cukup sekali. Pembahasan dilakukan hingga dua kali karena pertemuan pertama tak dihadiri perwakilan ahli agama.

Pada tahap pertama, imbuhnya, film itu sudah mengantongi izin lulus dewasa dengan potongan. Titie mengatakan, film itu sempat terkena gunting sensor LSF.

Titie juga mengaku saat ini pihaknya masih terus mencermati perkembangan yang ada di masyarakat.

‘’(Hal semacam ini) kan sudah banyak contohnya, seperti film Buruan Cium Gue!. Tetapi, semua itu ada di tangan menteri, kita hanya menjalankannya,’’ kata Titie menjawab kemungkinan film ini dihentikan dari peredaran.

Sedangkan pada pembahasan kedua di tingkat pelaksana harian, film ini mendapat potongan gunting sensor untuk adegan ranjang. ‘’Pada diskusi pelaksana harian ini, perwakilan agama yang datang ada dua.

Satu dari kiai dan satu lagi ahli agama.’’ Ahli agama yang dimaksud Titie adalah sarjana lulusan IAIN, tetapi tidak menyandang status kiai.

Film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu dinilai sejumlah kalangan telah menyudutkan umat Islam. Film itu telah menggambarkan Islam sebagai agama tak sempurna dan mendiskreditkan pesantren.

Sineas senior di Tanah Air, Deddy Mizwar, menilai, cerita yang disajikan dalam film itu sangat menyudutkan Islam. Deddy menyebutkan, fikih-fikih Islam yang dihadirkan dalam Perempuan Berkalung Sorban cenderung tak jelas serta memiliki penafsiran sepihak saja.

‘’Sehingga, bisa menyudutkan pihak lain, terutama dari kalangan Islam Salafiah. Seharusnya dalam mengkritisi Islam dengan kearifan sehingga tidak menimbulkan mudharat,’’ kata pemeran Nagabonar ini saat berbincang kepada Republika melalui saluran telepon di Jakarta, Senin (2/2) siang.

Deddy melontarkan kritik keras itu setelah menyaksikan film yang dibintangi Revalina S Temat itu. Aktor gaek yang juga menjabat ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) itu menegaskan, secara umum film itu sangat menyakitkannya.

Ia menyesalkan film itu bisa lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). ‘’Barangkali perwakilan MUI-nya tidak datang,’’ sesal Deddy. MUI sendiri merupakan salah satu lembaga yang duduk di LSF.

‘’Film ini sangat menyakitkan hati umat Islam,’’ ungkap Ahmad Maulana, seorang advokat. Ia menilai, film itu mengambarkan Islam sangat tak seimbang. ‘’Islam digambarkan sebagai agama yang tak sempurna. Ini sungguh sangat melecehkan,’’ katanya tegas. Ia mendesak agar pembuat film itu meminta maaf kepada umat Islam.

Protes yang sama juga dilontarkan Indra Jaya. Dalam suratnya kepada Republika, Indra menilai film itu sangat menyesatkan. ‘’Film ini telah membuat kalimat Allah atau hadis hanya untuk diperolok-olok dan menjadi pembenar perilaku yang buruk,’’ ujarnya. Film itu dinilainya telah membuat pandangan orang terhadap Islam menjadi jelek.

Wartawan Republika yang dua kali menonton film itu dan mendapatkan sejumlah kejanggalan di dalamnya. Dalam film itu digambarkan seorang kiai menyatakan bahwa dalam Islam perempuan dilarang keluar rumah.

Sutradara Hanung Bramantyo saat peluncuran perdana menyatakan telah siap 100 persen untuk menghadapi kritik dan protes terhadap film Perempuan Berkalung Sorban.   akb/hri

Kejanggalan yang Menyulut Kontroversi
* Seolah-olah Islam mengharamkan perempuan keluar rumah, baik untuk bekerja maupun belajar. Padahal, Islam tak melarang perempuan untuk keluar rumah. (Menit ke-16 dan 20).
* Orang tua Annisa yang seorang kiai melarang keras Annisa menunggang kuda dengan alasan perempuan tidak pantas menunggang kuda dan hanya laki-laki yang boleh.
* Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, terlihat jelas dalam adegan pemilihan ketua kelas di sekolah Annisa saat duduk di sekolah dasar. Meski dia menang, lalu dianulir. Hal itu dibenarkan kiai.
* Kiai sebagai pemimpin pesantren digambarkan materialistis.
* Seolah-olah Islam membenarkan tindakan kekerasan terhadap istri dengan mendasarkan pada kitab-kitab kuning.
* Ayat-ayat Alquran ditampilkan sebagai pembenaran atas perilaku salah.

Republika, 3 Februari 2009

* Catatan dari saya : Sedih melihat bahwa Islam dalam film hanya menjadi simbol yang digambarkan dengan pemakaian jilbab dimana dan kalimat2 "Islami" yang bertaburan tapi tidak selaras dengan proses pembuatannya yang terjadi ihktilat dimana-mana bahkan bersentuhan dengan yang bukan mahromnya. Mudah-mudahan sineas lain bisa belajar dari pengalaman ini sebelum berniat membuat film Islami.


18 comments:

  1. Dari sesumbar Hanung (http://hanungbramantyo.multiply.com/video/item/5/PEREMPUAN_BERKALUNG_SORBAN), bahwa :
    "Peringatan keras bagi yang punya pemikiran anti kebebasan, silakan jauhi film ini daripada nanti anda sakit hati ...."
    Maksudnya apa ya? Apa kalau sakit hati karena menunjukkan Islam secara keliru disebut sebagai anti kebebasan? Kalau filmnya yang kebablasan, harusnya dia tidak perlu ngomong begitu. Kualitas film Islami Hanung saya lihat tambah merosot kualitasnya. Dari AAC turun ke Doa yang Mengancam dan sekarang kontroversial dengan Perempuan Berkalung Sorban.

    ReplyDelete
  2. Makanya itu kebalik mas...harusnya "Peringatan keras bagi yang tidak paham Islam dan syariatnya secara mendalam ngga usah sok bikin film Islami daripada keliatan maksanya"

    ReplyDelete
  3. dikira bagus filmnya..pas lihat iklannya di tv..banyak yang nganjurin untuk nonton..ternyata "elek toh.." sama halnya juga sinetron hareem di indosiar..cuma merusak citra islam aja...

    ReplyDelete
  4. dulu sutradara ini yang juga dielu-elukan karena ayat-ayat cinta?

    ReplyDelete
  5. hanung seperti lulusan SD yang mengerjakan soal SMA, memang soal itu bisa selesei dan terlihat 'indah', tapi kualitas isinya sangat2 perlu dipertanggungjawabkan....
    pemikiran tentang kebebasan peran wanita serta hal2 tentang Islam sebaiknya perlu dilakukan riset yang lebih jauh sebelum akhirnya film ini dilempar ke pasaran,,
    isi daripada film ini sangat menyakitkan!!
    oke kita bisa berbeda pendapat,tapi kita tetap berkewajiban untuk menghargai pendapat, dalam hal ini menghargai Islam!!
    kita sebagai orang islam harus nelaah islam dengan wacana islam juga lah, mungkin yang lebih diperlukan ialah kemampuan untuk kaum perempuan yang bisa berperan sebagai penelaah, sehingga tafsir2 pun bisa seimbang..
    makasih...

    ReplyDelete
  6. setuju. semangatnya, hanya mengangkat tema kontroversial.

    ReplyDelete
  7. sepakat, kampanyekan untuk tidak menonton film ini.
    **maaph pak hanung yow, emang nie pilem jelek kok

    ReplyDelete
  8. Hehehehe... setuju juga siy...

    Mas, film ini mestinya memberikan konteks wacana dulu, krn novel itu sendiri terbit sekitar tahun 1998-2000, jadi ada rentang 8 tahun dan Islam sudah semakin mengalami dialektikanya saat ini... Soalnya, jujur, saya juga sedikit banyak membenarkan isi novel cetakan pertama, krn saya punya banyak teman2 putri yg nyantri di pesantren salafi dan tradisional, pada faktanya hadis2 yg muncul dr kitab kuning memang banyak dipake :-) Jadi, film ini harusnya menjelaskan dulu konteks ceritanya berikut settingnya :-)

    ReplyDelete
  9. Film ini temanya sangat situasional sekali, tidak mengeneralisir Islam itu sendiri....kalau toh dinilai menyudutkan.

    Jadi gak perlulah kita gerah......

    Maksudnya ? berfikirlah...karena Allah selalu meminta umatnya kita untuk berfikir
    Sudah lebih 6 abad kita tidak pernah keras berfikir................sejak kita diuji Allah pada saat kita maju dalam segala hal dibanding bangsa lain, dan kita gagal melalui ujian itu.

    Apa yang ada sekarang adalah kristalisasi dari kegagalan dalam melalui ujian itu.

    Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (QS. 30:21)


    ReplyDelete
  10. filmnya sangat biasa,
    jadi meski diangkat jadi kontroversi ga ngangkat jadi tema.
    liat aja di tv one dan bukan 4 mata, sangat tak bisa 'hapenning" juga
    masyarakat juga udah pintar menilai film (religi sekalipun butuh tema dan pesan menarik)
    tema yang diangkat udah basi...pesantren yang kolot udah ga jamanya diangkat.
    saat ini ear informasi, dunia udah borderless..
    realitas sosial keagamaan saat ini justru sebenarnya akan mentertawai film ini.
    jika ada yang kontra justru kejebak dengan pancingan kontroversi oleh awak marketing hanung. sama sekali ga menjual ide kontroversinya.
    film ini gagal, bahkan jika dibanding doa yang mengancam sekalipun..
    he22...kok aku jadi menggebu-gebu gini ya...
    salam hangat mas

    ReplyDelete
  11. ada sisi baik dan buruk dalam film ini. konteksnya pada tahun 1992. memang sudah hampir tidak ada pesantren yang seperti ditampilkan di situ... ambil semangatnya aja lah...

    ReplyDelete
  12. setuju,, ambil semangatnya ajalah...

    ReplyDelete
  13. wew.........untung saaya gx ngelihat filmna,heheheh,jadi gx pnsaraan,,,,,

    ReplyDelete
  14. waktu liat pelem itu jg kepikiran,..koq ngrasa aneh ya..eeeeh taunya emg byk kontroversinya..alhmdllh..tyt masyarakat kita memng sdh pinter² mnilai..

    ReplyDelete