JAKARTA— Film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) terus menuai protes dan kritik. Ketua Lembaga Sensor Film (LSF), Titie Said, mengatakan, film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu sempat dua kali dibahas di meja LSF.
Biasanya, kata dia, pembahasan sensor film cukup sekali. Pembahasan dilakukan hingga dua kali karena pertemuan pertama tak dihadiri perwakilan ahli agama.
Pada tahap pertama, imbuhnya, film itu sudah mengantongi izin lulus dewasa dengan potongan. Titie mengatakan, film itu sempat terkena gunting sensor LSF.
Titie juga mengaku saat ini pihaknya masih terus mencermati perkembangan yang ada di masyarakat.
‘’(Hal semacam ini) kan sudah banyak contohnya, seperti film Buruan Cium Gue!. Tetapi, semua itu ada di tangan menteri, kita hanya menjalankannya,’’ kata Titie menjawab kemungkinan film ini dihentikan dari peredaran.
Sedangkan pada pembahasan kedua di tingkat pelaksana harian, film ini mendapat potongan gunting sensor untuk adegan ranjang. ‘’Pada diskusi pelaksana harian ini, perwakilan agama yang datang ada dua.
Satu dari kiai dan satu lagi ahli agama.’’ Ahli agama yang dimaksud Titie adalah sarjana lulusan IAIN, tetapi tidak menyandang status kiai.
Film yang disutradarai Hanung Bramantyo itu dinilai sejumlah kalangan telah menyudutkan umat Islam. Film itu telah menggambarkan Islam sebagai agama tak sempurna dan mendiskreditkan pesantren.
Sineas senior di Tanah Air, Deddy Mizwar, menilai, cerita yang disajikan dalam film itu sangat menyudutkan Islam. Deddy menyebutkan, fikih-fikih Islam yang dihadirkan dalam Perempuan Berkalung Sorban cenderung tak jelas serta memiliki penafsiran sepihak saja.
‘’Sehingga, bisa menyudutkan pihak lain, terutama dari kalangan Islam Salafiah. Seharusnya dalam mengkritisi Islam dengan kearifan sehingga tidak menimbulkan mudharat,’’ kata pemeran Nagabonar ini saat berbincang kepada Republika melalui saluran telepon di Jakarta, Senin (2/2) siang.
Deddy melontarkan kritik keras itu setelah menyaksikan film yang dibintangi Revalina S Temat itu. Aktor gaek yang juga menjabat ketua Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N) itu menegaskan, secara umum film itu sangat menyakitkannya.
Ia menyesalkan film itu bisa lolos sensor dari Lembaga Sensor Film (LSF). ‘’Barangkali perwakilan MUI-nya tidak datang,’’ sesal Deddy. MUI sendiri merupakan salah satu lembaga yang duduk di LSF.
‘’Film ini sangat menyakitkan hati umat Islam,’’ ungkap Ahmad Maulana, seorang advokat. Ia menilai, film itu mengambarkan Islam sangat tak seimbang. ‘’Islam digambarkan sebagai agama yang tak sempurna. Ini sungguh sangat melecehkan,’’ katanya tegas. Ia mendesak agar pembuat film itu meminta maaf kepada umat Islam.
Protes yang sama juga dilontarkan Indra Jaya. Dalam suratnya kepada Republika, Indra menilai film itu sangat menyesatkan. ‘’Film ini telah membuat kalimat Allah atau hadis hanya untuk diperolok-olok dan menjadi pembenar perilaku yang buruk,’’ ujarnya. Film itu dinilainya telah membuat pandangan orang terhadap Islam menjadi jelek.
Wartawan Republika yang dua kali menonton film itu dan mendapatkan sejumlah kejanggalan di dalamnya. Dalam film itu digambarkan seorang kiai menyatakan bahwa dalam Islam perempuan dilarang keluar rumah.
Sutradara Hanung Bramantyo saat peluncuran perdana menyatakan telah siap 100 persen untuk menghadapi kritik dan protes terhadap film Perempuan Berkalung Sorban. akb/hri
Kejanggalan yang Menyulut Kontroversi * Seolah-olah Islam mengharamkan perempuan keluar rumah, baik untuk bekerja maupun belajar. Padahal, Islam tak melarang perempuan untuk keluar rumah. (Menit ke-16 dan 20). * Orang tua Annisa yang seorang kiai melarang keras Annisa menunggang kuda dengan alasan perempuan tidak pantas menunggang kuda dan hanya laki-laki yang boleh. * Perempuan tidak boleh menjadi pemimpin, terlihat jelas dalam adegan pemilihan ketua kelas di sekolah Annisa saat duduk di sekolah dasar. Meski dia menang, lalu dianulir. Hal itu dibenarkan kiai. * Kiai sebagai pemimpin pesantren digambarkan materialistis. * Seolah-olah Islam membenarkan tindakan kekerasan terhadap istri dengan mendasarkan pada kitab-kitab kuning. * Ayat-ayat Alquran ditampilkan sebagai pembenaran atas perilaku salah.
* Catatan dari saya : Sedih melihat bahwa Islam dalam film hanya menjadi simbol yang digambarkan dengan pemakaian jilbab dimana dan kalimat2 "Islami" yang bertaburan tapi tidak selaras dengan proses pembuatannya yang terjadi ihktilat dimana-mana bahkan bersentuhan dengan yang bukan mahromnya. Mudah-mudahan sineas lain bisa belajar dari pengalaman ini sebelum berniat membuat film Islami.
JAKARTA -- Film ''Perempuan Berkalung Sorban'' besutan Sutradara Hanung Bramantyo yang sedang diputar di bioskop dinilai banyak mengandung muatan agama yang menyesatkan. Film yang diadopsi dari novel karya Abidah Al Khalieqy itu juga dianggap telah melecehkan Alquran dan Hadits, serta telah menjelek-jelekan pesantren.
Salah satu pesan yang dianggap menyesatkan dalam film itu adalah dialog antara Kiai Hanan, ayah Anissa (Joshua Pandelaky) dengan Annisa (Revalina S Temat). Dalam dialog itu, Kiai Hanan berkata, "Jelas Alquran dan Hadits mengharamkan perempuan keluar rumah sendiri tanpa muhrim, meski untuk belajar."
''Yang membuat saya kaget, dialog itu dihadirkan secara berulang dengan adegan yang berbeda,'' cetus staf pengajar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fitriyani Aminudin kepada Republika, Ahad (1/2). Padahal, kata Fitriyani, tak ada satupun ayat dalam Alquran dan Hadits yang melarang perempuan untuk keluar rumah.
Ia menegaskan, penggunaan kata ''berdasarkan Alquran dan Hadits'' dalam film itu sebagai bentuk pelecehan kitab suci yang amat menyakitkan. Reaksi keras terhadap Film ''Perempuan Berkalung Sorban'' juga dilontarkan Imam Besar Masjid Istiqlal, KH Ali Mustafa Yakub. Pakar ilmu Hadits itu menyatakan, tak ada satu pun ayat dalam Alquran dan Hadits yang mengharamkan perempuan untuk keluar rumah.
"Yang ada justru hadits yang sebaliknya,'' tegas Kiai Ali Mustafa. ''Janganlah kamu melarang perempuan-perempuanmu untuk ke masjid (menimba ilmu),'' ucapnya mengutip sebuah hadits. Anggota Komisi Fatwa MUI itu menilai, Film ''Perempuan Berkalung Surban'' telah menyesatkan. "Mereka menggambarkan persepsi yang salah, padahal keadaan yang sebenarnya tidak seperti itu. Itu sangat tidak benar. Menurut saya film itu menyesatkan."
Kiai Ali juga menyoroti adegan Anissa menunggang kuda. ''Dalam film itu digambarkan bahwa perempuan dilarang menunggang kuda. Padahal pada zaman Nabi banyak perempuan yang sudah menunggang kuda,'' tuturnya. Menurut dia, film tersebut telah menyampaikan ajaran agama yang salah. ''Sebaiknya tidak usah ditonton."
Selain itu, Fitriyani juga memaparkan banyaknya adegan yang ganjil dalam film itu. Ia mengkritisi sejumlah dialog dan gambar yang mencoba membandingkan Alquran serta Hadits dengan buku Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Tur. "Siapapun yang menontonnya, dalam film ini terdapat kesan kuat yang menggambarkan kebodohan kaum santri mengharamkan buku-buku Komunis,'' cetus Fitriyani.
Fitriyani menilai film itu mengedepankan pesan utama kebebasan yang mencoba membandingkannya dengan pesantren. "Ada sebuah kesalahan fatal, karena mereka (pembuat film) tak mendalami lebih dahulu karakter dan tradisi pendidikan pesantren,'' tegasnya. Ia menilai mereka yang terlibat dalam film itu sangat terlihat sekali ketidakpahaman mereka terhadap sejarah, tradisi, karakteristik dan jiwa pesantren.
''Ini merupakan pelecehan dan penghinaan terhadap pesantren," kata wanita yang juga pernah mondok di salah satu pesantren Jawa Timur itu. Menanggapi reaksi keras dari kalangan umat Islam itu, Sutradara Film ''Perempuan Berkalung Sorban'', Hanung Bramantyo membantah adanya dialog haramnya perempuan keluar rumah yang didasarkan pada Alquran dan Hadits. "Tak ada dialog seperti itu, itu hanya pendapat sang Kiai yang notabene pemilik pesantren bukan berdasarkan Alquran dan Hadits,'' kilahnya.
Hanung menambahkan, ia mengadopsi keadaan pesantren dan kegiatannya dari novel karya Abidah Al Khalieqy yang merupakan hasil pengamatan Abidah. c63 (-)
A blinding flash of white light Lit up the sky over Gaza tonight People running for cover Not knowing whether they're dead or alive
They came with their tanks and their planes With ravaging fiery flames And nothing remains Just a voice rising up in the smoky haze
We will not go down In the night, without a fight You can burn up our mosques and our homes and our schools But our spirit will never die We will not go down In Gaza tonight
Women and children alike Murdered and massacred night after night While the so-called leaders of countries afar Debated on who's wrong or right
But their powerless words were in vain And the bombs fell down like acid rain But through the tears and the blood and the pain You can still hear that voice through the smoky haze
We will not go down In the night, without a fight You can burn up our mosques and our homes and our schools But our spirit will never die We will not go down In Gaza tonight
We will not go down In the night, without a fight You can burn up our mosques and our homes and our schools But our spirit will never die
Alhamdulillah, tadi pagi acara galang dana untuk Palestine dengan ibu-ibu Majelis Taklim At-Taqwa berlangsung dengan lancar. Walaupun di awal-awal ada kejadian yang kurang mengenakan yaitu ketika salah seorang ibu pengurus mengatakan dengan nada cukup tinggi bahwa beliau kasihan kepada jama'ah yang sering dibebani biaya ini itu termasuk nanti yang iuran taklimnya akan naik, begitu juga dengan harga bulletinnya akan naik juga.
Saya hanya mengelus dada karena tugas saya disana hanyalah menyampaikan kabar tentang saudara-saudara mereka di Palestine. Masalah mereka mau menyumbang atau ngga itu urusan mereka. Kita tidak berhak untuk memaksa. Dalam hati saya bilang, "Ibu ini ngga sebanding amat ya ngebandingin beban orang-orang di Palestina sama beban biaya bulletin dan iuran Majelis Taklim yang isinya notabene adalah orang-orang berada....".
Karena ibu saya salah satu pengurus disana, maka ibu saya pun menanyakan ke beberapa jama'ah yang lain apakah mereka merasa terbebani dengan adanya penggalangan dana ini. Ternyata tidak ada satupun dari mereka yang merasa keberatan bahkan mereka mendukung dengan adanya acara ini. "Biarin aja bu,ibu anu emang suka paling rese". Kalimat itulah yang malah keluar dari mereka ketika ibu saya cerita bahwa ibu saya di komplain oleh ibu anu tadi.
Walaupun awalnya cukup bikin sesak dada tapi hasil penggalangan dana itu cukup fantastis yaitu sekitar 8 juta lebih. Alhamdulillah, semoga ini bisa cukup membantu saudara-saudara kita di Palestina.
Saya mengucapkan banyak terima kasih ke mbak Inci dan Ust. Syamsudin Arif yang sudah membantu saya menerjemahkan doa yang dilantunkan oleh Rasyid Al-Fasy yang saya posting disini.
Tanpa bantuan mbak Inci dan Ust. Syamsudin Arif mungkin ibu-ibu itu tidak mengerti apa yang dilihat. Karena sebelum acara penggalangan dana itu memang sengaja saya putar dulu video tentang Palestina yang cukup membuat mata saya banjir ketika proses editingnya semalam. Kalau ada yang mau liat videonya insya Allah nanti saya posting disini.