Monday, June 15, 2009

Iklan capres yang membosankan

Dari dulu iklan para capres itu tidak jauh dari gambaran rakyat miskin, pengemis, rumah kolong jembatan dan hal-hal menyedihkan lainnya. Jalan ceritanya pun kurang lebih sama, di scene awal digambarkan keadaan negara yang semrawut, gambaran kemiskinan dimana-mana, orang yang sedang tidur di kolong jembatan diambil gambarnya, para pemulung sampah, pengemis jadi aktor dadakan saat itu dan semua digambarkan dengan black and white alias tanpa warna supaya semakin terlihat kesan dramatisnya.

Saat itulah terlihat sang capres dalam scene selanjutnya lengkap dengan kata-kata bijaknya dan plus janji-janjinya. Orasinya indah, janjinya membuai, aktingnya pun lumayan.

Lalu scene terakhir mudah ditebak, gambaran diawal tadi yang sangat menyedihkan seketika itu berubah. Para pemulung pun tersenyum, petani pun sama tersenyumnya. Sangat-sangat membosankan.

Bukankah justru iklan yang seperti itu malah berpotensi membuat image yang diiklankan jadi lebih buruk ?. Karena kalau yang diiklankan itu tidak seperti aslinya maka akan lebih buruk lagi imagenya.

Contoh yang paling dekat adalah RS Omni misalnya, walaupun mungkin RS itu ngga pasang iklan yang heboh tapi dengan penambahan embel-embel "Internasional" maka orang akan langsung beranggapan bahwa RS ini memang punya kualitas yang mumpuni dalam segala hal. Tapi ternyata setelah kasus Prita Mulyasari kemarin, semuanya berubah total. Kemarin saya lihat berita di salah satu tv swasta yang mengabarkan bahwa pengunjung atau pasien RS Omni turun drastis, mungkin saking drastisnya sampai-sampai RS Omni enggan memberitahu berapa persen turunnya kepada tv tersebut.

Atau lihatlah kasus Ajinomoto di tahun 2001, tepatnya pada tanggal 4 Januari 2001 ketika produk MSG buatan Ajinomoto ditarik dari peredaran karena terbukti mengandung bahan yang tidak halal. Bumbu masak Ajinomoto tersebut diduga menggunakan bactosoytone yang diekstrasi dari daging babi untuk menggantikan polypeptone yang biasa diekstrasi dari daging sapi. Produk Ajinomoto menjadi produk yang haram bagi orang Muslim.

Apa efek yang terjadi atas kasus Ajinomoto itu dalam perkembangan bisnisnya ? Silahkan lihat sendiri di http://id.wikipedia.org/wiki/Ajinomoto.

Proses pencitraan ini memang bukan hal yang mudah, dia harus serta merta diikuti oleh aksi yang nyata sehingga masyarakat juga melihat. Publikasi pun rasanya tidak begitu diperlukan apabila yang dilakukannya itu merupakan hasil dari keikhlasannya membantu rakyat. Tuhan pun pasti punya balasan yang lebih pas untuk pemimpin senantiasa ikhlas membantu rakyatnya. Kalau cuma sekedar publisitas dan image yang baik di mata rakyat, itu hal yang mudah bagi-Nya.

Saya jadi teringat kata-kata bijak yang mengatakan, "There is no need to boast of your accomplishments and what you can do. A great man is known, he needs no introduction". Benar, seseorang yang hebat itu tidak perlu memperkenalkan dirinya karena dengan sendirinya ia akan dikenal. Tapi sebaiknya jangan menganalogikan sebaliknya bahwa yang memperkenalkan dirinya itu berarti belum hebat. Just act first, be known later.


Sunday, June 7, 2009

Diskusi Sabtuan INSISTS : "Perkembangan Ide Pluralisme Agama" Oleh DR. Anis Malik Thoha

Start:     Jun 13, '09
Location:     INSISTS, Jl. Kalibata Utara II No. 84 – Jaksel

Dengan ini kami mengundang rekan-rekan sekalian untuk dapat hadir dalam Diskusi Sabtuan  INSISTS, selengkapnya sebagai berikut:

Acara: Diskusi Sabtuan INSISTS

Materi Diskusi: Perkembangan Ide Pluralisme Agama

Pembicara: DR. Anis Malik Thaha

Waktu: Sabtu, 13 Juni 2009. Jam: 10:00 s/d 12:00 WIB (on time)

Tempat: Jl. Kalibata Utara II No. 84 – Jaksel

Biaya: Free

Konfirmasi: SMS 08111102549 Phone: 0217940381

Terbatas maksimal untuk 40 peserta.


Tentang pembicara: 

Bisa dikatakan, Dr. Anis Malik Thoha adalah salah satu pakar terkemuka tentang Pluralisme Agama kawasan Asia Tenggara, saat ini. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Perbandingan Agama di International Islamic University Malaysia (IIUM). Kini,  Dr. Anis yang juga Rais Syuriah NU Malaysia ini menjabat sebagai Deputy Dean IIUM Press,  Research Management Centre IIUM.  Di Indonesia, bukunya yang berjudul ”Tren Pluralisme Agama” mendapat penghargaan sebagai buku terbaik di Islamic Book Fair Award 2007 di Jakarta. Buku ini dalam edisi Arab dan Inggris sebelumnya mendapat penghargaan di Pakistan dan Malaysia.