Monday, May 28, 2007

Banyak Hadist Palsu, Bagaimana Mengetahuinya ?

Rating:★★★★★
Category:Other
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba’d.

Di masa awal Islam, memang pernah terjadi beredarnya hadits-hadits palsu secara massal. Ada banyak sebabnya, namun salah satu latar belakangnya adalah perpecahan politis di kalangan beberapa kelompok di masa itu. Masing-masing kelompok berusaha membuat argumen yang memenangkan golongannya. Salah satunya dengan menggunakan hadits palsu atau maudhu`.

Hadits palsu ini sama sekali tidak berasal dari Rasulullah SAW, melainkan hanya dibuat-buat sendiri sesuai kebutuhan politik saat itu. Kenyataan ini memberi motivasi kepada para ulama untuk melakukan penelusuran riwayat hadits-hadits itu. Maka sejak itu terjadilah sebuah revolusi besar dalam dunia ilmu pengetahuan dengan ditemukannnya metode penelusuran hadits yang fenomenal. Metode ini unik dan hanya ada satu-satunya di dunia. Hanya ada di dalam agama Islam saja. Agama lain tidak pernah mengenal metode demikian.

Secara sederhana, para ulama yang serius memperhatikan kebenaran hadits melakukan pengecekan kebenaran hadits dari orang per-orang hingga kepada Rasulullah SAW. Bila jalur (sanad) terputus, maka hadits itu tertolak. Sedangkan bila sampai kepada Rasulullah SAW, masih dilihat kekuatan periwayatannya. Salah satunya dengan melihat riwayat hidup orang-orang yang meriwayatkan hadits itu. Ukuran standarnya adalah masalah `adil dan dhabith .

`Adil

Yang dimaksud dengan `adil adalah bahwa orang itu baik perilakunya dan sesuai dengan ajaran Islam. Bukan hanya dari sisi aqidah dan penerapan syariat, tetapi sampai kepada masalah akhlaq, moral dan etika. Sehingga seorang perawi hadits yang pernah kedapatan berbohong sekali saja dianggap sudah melemahkan periwayatan haditsnya. Atau bila melakukan hal-hal yang dianggap tidak sejalan dengan akhlaq dan nilai etika moral dalam Islam, maka orang itu akan dicap sebagai kurang `adil.

Dhabith

Yang dimaksud dengan dhabith adalah kekuatan hafalan dan kekonsistenan periwayatannya. Bila ada seorang perawi meriwayatkan sebuah hadits lalu di saat yang lain meriwayatkan lagi tapi berbeda isi atau redaksinya, maka orang itu dinilai kurang baik dari sisi dhabithnya. Dan akan dicap sesuai dengan kondisi dan keadaannya. Atau bila dia terlupa dengan hadits yang pernah diriwayatkannya, maka nilai kedhabitannya menjadi berkurang.

Anda bisa bayangkan bahwa periwayat hadits itu jumlah mencapai ribuan bahwa ratusan ribu orang. Palig tidak ada rentang waktu 100 s/d 200 tahun antara masa hidup Rasulullah SAW dengan masa periwayatan haditssebelum dikodifikasi. Satu persatu mereka diteliti dan didatangi serta didata kondisi keadilan dan kedhabitannya.

Diantara tokoh besar yang melakukan proyek maha raksasa ini adalah Imam Al-Bukhari, Imam Muslim, Imam An-Nasa`i, Imam At-Tirmizi, Imam Abu Daud, Imam Ibnu Majah dan masih banyak yang lainnya. Khusus Bukhari dan Muslim, keduanya terkenal dengan ketatnya seleksi atas hadits-hadits yang mereka riwayatkan. Syarat keshahihan hadits yang mereka pilih sangat berat, sehingga dari sekian juta hadits yang berserakan, tinggal kira-kira 6 ribuan saja yang mereka masukkan ke dalam kitab shahihnya. Kitab yang mereka jadikan sebagai pedoman hadits shahih adalah Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim.

Sedangkan yang lainnya masih banyak yang shahih, meski masih perlu dilakukan penelusuran lebih lanjut. Salah satunya adalah yang dimasa kini dilakukan oleh salah seorang ulama Syeikh Nashiruddin Albani. Beliau melakukan penelusuran ulang pada kitab-kitab yang telah diriwayatkan oleh para tokoh hadits ashabus sunan lalu memilahnya berdasarkan yang shahih dan yang dha`if. Misalnya tulisan beliau Silsilah Al-ahadits As-Shahihah .

Al-Jarhu Wat- Ta`dil

Ini adalah ilmu untuk menelusuri kondisi `adil dan dhabith seorang rawi. Di dalamnya terdapat sekian banyak kriteria tentang keadilan dan kedhabithan seseorang. ermasuk di dalam kekayaan disiplin ilmu ini adalah kitab-kitab yang memuat daftar nama para perawi seperti kitab Siar A`lam An-Nubala , masterpiece ulama hadits terkenal, Az-Zahabi. Kitab ini terdiri dari 28 jilid tebal yang memuat daftar para perawi hadits. Selain itu khusus untuk Masalah Jarh dan Ta dil, Abu Hatim Ar-Razi telah menyusun kitab yang berjudul Al-Jarhu Wat-Ta`dil . Kitab ini terdiri dari 10 jilid tebal.

Dengan semua keberadaan ilmu hadits ini, tidak ada alasan lagi bagi kita untuk bingung bila menemukan hadits, apakah palsu atau shahih dari Rasulullah SAW. Tinggal sejauh mana kita mau belajar disiplin ilmu ini dengan baik serta mengerti manfaat dan tujuannya.

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab,
Wassalamu `Alaikum Warahmatullahi Wa Barakatuh.

http://www.syariahonline.com/konsultasi/?act=view&id=9925

Saturday, May 26, 2007

Membedah Syiah (Farid Achmad Okbah, MA)

Rating:★★★★★
Category:Other
Oleh : Farid Achmad Okbah, MA
Staf Ahli Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam
 

Secara bahasa, Syiah berarti pengikut, kelompok atau golongan. Secara terminologi berarti satu aliran dalam Islam yang meyakini Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam atau para pemimpin agama dan umat setelah Nabi Muhammad saw. (Ensiklopedi Islam, PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Th 1997, Cet 4, Juz 5). Para penulis sejarah tak ada yang sepakat mengenai awal lahirnya sekte Syiah. Hanya bisa disimpulkan ada tiga pendapat yang menonjol menurut ulama Syiah.

Pertama, Syiah lahir sebelum datangnya risalah Muhammad saw. Al-Kulaini dari Abil Hasan meriwayatkan, "Wilayah Ali tertulis di seluruh suhuf para Nabi. Allah tidak mengutus Rasul kecuali dengan (misi) kenabian Muhammad saw dan wasiat Ali as," (Muhammad bin Ya'kub al-Kulaini, al-Ushul Minal Kafi, Juz I).

Kedua, Syiah lahir pada masa Nabi masih hidup. Pendapat ini dilansir oleh al-Qumi, al-Nubakhti dan ar-Raji. (Dr Nashir al-Qufari, Ushul Madzhab Syiah Imamiyah, tanpa cetakan, th. 1415 H/1994 M, Cet. 2). Pendapat ini sulit dibuktikan, karena pada masa Abu Bakar dan Umar saja tak dikenal adanya pengikut Syiah.

Ketiga, pendapat yang umumnya diketengahkan banyak para penulis bahwa Syiah lahir setelah terjadi fitnah pembunuhan Utsman. Pendapat yang paling menonjol bahwa Syiah baru muncul ke permukaan setelah kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah. (Ensiklopedi Indonesia, Juz 6 Lihat: Abdullah bin Saba', Dr Sulaiman al-Audah).

Syiah menurut penelitian Dr Abdul Aziz Wali dalam disertasinya, pada abad pertama masih sebatas pengutamaan Ali atas Utsman. Tak sampai mengutamakan Ali atas Abu Bakar dan Umar. Oi antara tokoh Syiah yang menyatakan itu adalah Imam Sya'bi dan Ja'far ash-Shadiq. Hanya kemudian tren Syiah berkembang menjadi madzhab tersendiri yang umumnya tak mengakui kekhalifahan Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Muawiyyah. Selanjutnya Ali bin Abi Thalib dan keturunannya adalah imam-imam mereka. (Mengapa Kita Menolak Syiah, LPPI, Th. 1418 H/1998 M, Cet. I).
 
Inti ajaran Syiah sebenarnya terletak pada masalah imam yang mereka pusatkan pada tokoh-tokoh Ahlul Bait. Karena itu mereka menentukan 12 Imam. Pihak Syiah meyakini imam-imam ini ma'shum (terjaga dari salah dan dosa) dan yang paling berhak melaksanakan imamah. Hanya dalam perkembangan Syiah terjadi perbedaan ketika menentukan siapa imam setelah Ali Zainal Abidin, apakah Zaid bin Ali atau Muhammad al-Baqir. Karena itu, Syiah terbagi dua: Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah. Demikian pula ketika menentukan Imam ketujuh, karena Ja'far ash-Shadiq mempunyai beberapa orang anak pria. Di sini Syiah Imamiyah menentukan Musa al-Kadzim, sedangkan Syiah Ismailiyah mengikuti Ismail bin Ja'far.

Di luar tiga golongan Syiah tersebut, terdapat Syiah Ekstrem yang menyatakan, Ali bin Abi Thalib sebagai tuhan dan tak mati terbunuh. Ini paham sesat dari Syiah Saba'iyah. Paham ini juga menyatakan al-Qur'an seharusnya turun pada Ali bin Abi Thalib. Karena kekeliruan malaikat Jibril, diberikan kepada Muhammad saw atau paham sesat dari Syiah Gusabiyah. (Ensiklopedi Juz 6 hal: 3406).

Ada empat rujukan utama Syiah untuk membangun madzhabnya. Pertama, Al-Kafi, karangan Muhammad bin Ya'qub bin Ishaq al Kulaini, ulama Syiah terbesar di zamannya. Dalam kitab itu terdapat 16199 hadits. Buku ini oleh kalangan Syiah paling terpercaya dari keempat rujukan itu.

Kedua, Man Laa Yahdhuruhul Faqih karangan Muhammad bin Babawaih al-Qumi. Di dalamnya ada 3913 hadits musnad dan 1050 hadits mursal. Ketiga, At- Tahdzib karangan Muhammad at-Tusi yang dijuluki Lautan Ilmu. Keempat, Al-Istibshar pengarang yang sama, mencakup 5001 hadits. (Muhammad Ridha Mudzaffar, al- 'Aqaidul Imamiyyah, Muhammad Shadiq ash-Shadr, asy-Syiah al-Imamiyah, Kairo, Mathba'atun Najah, th. 1402 H/1982 M, Cet II, hal 130-134).

Secara umum, penyimpangan Syiah ada beberapa hal penting, yaitu:
 
I. Syiah hanya memiliki 5 rukun Iman, tanpa menyebut keimanan kepada para malaikat, Rasul, Qadha dan Qadar. Yaitu, 1. Tauhid (keesaan Allah) 2. al-'Adl (Keadilan Allah). 3. Nubuwwah (Kenabian) 4. Imamah (Kepemimpinan Imam) 5. Ma'ad atau Hari kebangkitan dan pembalasan. (Muhammad Ridha Mudzaffar, al-'Aqaidul Imamiyyah).

II. Syiah tak mencantumkan Syahadatain dalam rukun Islam, yaitu: 1. Shalat 2. Zakat 3. Puasa 4. Haji 5. Wilayah atau Perwalian. (al-Kafi, Juz II, hal 18).

III. Syiah meyakini bahwa al-Qur'an sekarangg ini telah diubah, ditambah atau dikurangi dari yang seharusnya.

IV. Syiah meyakini bahwa para sahabat sepeninggal Nabi murtad kecuali beberapa orang saja seperti al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifary dan Salman al-Farisi. (ar Raudhah minal Kafi, Juz VIII, hal 245; dan al Ushul minal Kafi, Juz II, hal 244).

V. Syiah menggunakan senjata taqiyah yaitu berbohong, dengan cara menampakkan sesuatu yang berbeda dengan sebenarnya, untuk mengelabui. (al-Ushul minal Kafi, Juz II, hal 2l7).

VI. Syiah percaya pada ar-Raj'ah yaitu kembalinya ruh-ruh ke jasadnya masing-masing di dunia sebelum Kiamat di kala Imam Ghaib mereka keluar dari persembunyiannya dan menghidupkan Ali dan anak-anaknya untuk balas dendam pada lawan-lawannya.

VII. Syiah percaya kepada al-Bada'yakni tampak bagi Allah dalam hal keimaman Ismail (yang telah dinobatkan ke-Imamannya oleh ayahnya Ja'far ash-Shadiq, tetapi kemudian meninggal di saat ayahnya masih hidup) yang tadinya tak tampak. Jadi bagi mereka, Allah boleh khilaf, tetapi imam mereka tetap ma'shum.

VIII. Syiah membolehkan Nikah Mut'ah (Nikah Kontrak) dengan jangka waktu tertentu. (Tafsir Minhajus Shadiqin, Juz II, hal: 493). Padahal, nikah mut'ah telah diharamkan Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib sendiri.

Menurut Ensiklopedi Islam, "Paham Syiah dianut oleh sekitar dua puluh persen dari umat Islam dewasa ini. Penganut paham Syiah tersebut di negara-negara Iran, Irak, Afghanistan, Pakistan, India, Libanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, bekas negara Uni Soviet, serta beberapa negara Amerika dan Eropa (Juz If, hal 5), dan termasuk Indonesia.


Sabili, No.5 Th. XIII 22 September 2005/18 Sya'ban 1426

Makalah Dirasatul Firaq - KH Drs. Siddiq Amien, MBA




Makalah dari Diskusi PERSIS: "Cara Mudah Mengenali Kesesatan Suatu Aliran dan Menghadang Perkembangannya", 24 Mei 2007. Bertempat di PW PERSIS, Jl. Johar Baru 1/22 RT. 03 RW. 09 Jakarta Pusat. Dengan pembicara ketua umum PW PERSIS KH Drs. Siddiq Amien, MBA.

Kalau ada teman-teman yang mau menerjemahkan kembali, Alhamdulillah, mudah-mudahan menjadi amal baik di sisi Allah :)

Thursday, May 24, 2007

Membangun Jiwa Wirausaha

Rating:★★★★★
Category:Other
Perempuan itu datang menemui Abu Hanifah. la ingin menjual kainnya. Sebagaimana dicatat sejarah, Abu Hanifah merupakan seorang ulama generasi tabiin yang susah dibedakan apakah dia ulama yang saudagar atau saudagar yang ulama.

"Berapa kamu jual kain ini?" tanya Abu Hanifah.

"Seratus dirham!" jawab perempuan itu. Temyata kain yang dibawa perempuan itu sangaf bagus, bermutu, dan mahal. Namun perempuan tersebut tidak tahu harga kain itu sebenarnya. Entah dari mana dulunya ia memeroleh kain itu. la lupa. Adapun Abu Hanifah, seorang saudagar yang begitu menguasai dunia pasar, langsung mengetahui kualitas kain tersebut. Namun hal itu tak menjadikan sang Imam punya niat buruk untuk memanfaatkan kesempatan apalagi berlaku curang. Maka, dialog pun berlanjut.

"Harga kainmu ini jauh lebih mahal daripada seratus dirham. Coba kamu tawarkan dengan harga yang lebih tinggi," ujar Abu Hanifah.

"Bagaimana kalau dua ratus dirham?" tanya perempuan itu.
"Kainmu masih lebih bagus daripada dua ratus dirham!" sahut Abu Hanifah.

"Tiga ratus dirham!"

"Kainmu masih lebih mahal dari harga itu!" "Kalau begitu, belilah dengan harga empat ratus dirham."

"Kainmu sebenarnya masih lebih mahal dari empat ratus dirham, tapi aku akan membelinya dengan harga itu!" kata Abu Hanifah. Transaksi pun berlangsung. Keduanya pun sepakat dengan harga itu.

Kini dialog tersebut sepertinya tak mungkin terjadi dalam dunia nyata. Mungkin hanya akan kita dapatkan pada dunia cerita, drama atau hikayat. Kini, sepertinya mustahil ada seorang pedagang yang menawar harga barang melebihi harga yang diinginkan penjual. Kini, tak mungkin kita temukan pedagang minta agar harga belinya dinaikkan. Namun tidak demikian dengan kisah perempuan dan Abu Hanifah di atas. Kisah yang diriwayatkan oleh al-Maqdisi itu benar-benar ada, betul-betul terjadi.

Selain jiwa suci dan kejujuran, banyak petikan hikmah yang bisa kita tuai dari sosok Abu Hanifah. Tokoh tabiin yang hanya sempat bertemu dengan tujuh sahabat Nabi ini merupakan ulama peletakdasar mazhab Hanafi. Selain dikenal sebagai ulama, ia juga adalah seorang saudagar sukses.

Bagi kaum Muslimin, jiwa entrepreneur atau wirausaha ini menarik untuk dilirik. Apalagi ketika tingkat kebutuhan tenaga kerja semakin tidak bisa mengimbangi kecepatan jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang tersedia. Tenaga kerja yang ada jauh lebih ban yak daripada kebutuhan. Angka kebutuhan penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) tak mampu menampung jebolan Sekolah Menengah Atas atau Perguruan Tinggi. Instansi swasta pun demikian. Yang terjadi justru sebaliknya.

Di tengah lilitan kebutuhan ekonomi sekarang, ribuan pabrik dan perusahaan swasta justru banyak yang mem-PHK karyawannya. Akibatnya, angka pengangguran membengkak. Ratusan ribu lulusan perguruan tinggi menganggur. Bangsa ini kelebihan tenaga kerja. Ujungnya, kita dipaksa "menjual" para tenaga kerja itu ke luar negeri dengan segala penderitaannya.

Di sisi lain, seharusnya fenomena ini membuat anak negeri ini merenung. Selain terbatasnya lahan penerimaan PNS atau karyawan swasta, bangsa ini juga membutuhkan sosok-sosok entrepreneur. Kekayaan alam yang berlimpah, SDM yang membludak dan kebutuhan ekonomi yang kian membengkak, menghajatkan kita untuk belajar bekerja mandiri. Masyarakat bangsa ini mulai harus mengubah paradigma berpikirnya dari harus menjadi PNS menjadi-mengutip judul buku karangan Valentino Densi-Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian.

Saatnya para karyawan merenung. Fakta menyebutkan, tingkat kenaikan gaji para karyawan, baik PNS maupun swasta, tak mampu mengejar tingkat pertambahan kebutuhan sehari-hari. Belum lagi. kalau ia harus mengubah nasib dengan memunyai kendaraan atau rumah besar, misalnya.

Kita renungkan, berapa lama waktu yang diperlukan seorang karyawan yang menerima gaji dua juta rupiah per bulan, misalnya, agar bisa memiliki rumah seharga 200 juta rupiah? la harus menabung selama 100 bulan atau delapan tahun lebih. Itu pun kalau ia menyimpan seluruh penghasilannya sebanyak dua juta per bulan tanpa dipotong untuk kebutuhan makan, tempat tinggal, sekolah anak dan lainnya.

Dengan kondisi demikian, mungkinkah ia berharap bisa memiliki kendaraan roda empat. Kalau saja ia berharap mendapatkan kendaraan atau rumah seharga dua miliar, misalnya, maka orang yang berpenghasilan dua juta per bulan tadi harus menabung-tanpa makan dan minum-selama 1000 bulan.

Pertanyaannya, bagaimana mungkin mereka yang selama ini duduk sebagai PNS tapi bisa memiliki semua kemewahan itu?

Dalam analisanya yang ia tulis di bukunya Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian, Valentino Dinsi menyebutkan, PNS atau mereka yang bekerja sebagai karyawan swasta level menengah ke bawah, hanya bisa kaya dengan lima cara. Yaitu, menikah dengan orang kaya, mendapatkan warisan, menang undian, bekerja sampingan, dan korupsi. Tanpa pertu menuduh, kita bisa buktikan mana di antara lima hal itu yang paling banyak dilakukan.

Merenungkan hal tersebut, selayaknya penghuni negeri ini mengubah paradigma berpikirnya. Paradigma sebagian masyarakat kita masih banyakyang ngotot memaksakan anaknya harus diterima di PNS dengan berbagai cara termasuk suapmenyuap dan nepotisme. Paradigma ini harus diubah dengan paradigma baru. Yaitu, mendidik generasi muda dengan jiwa wirausaha.
Dengan demikian, begitu lulus dari SMA atau perguruan tinggi, generasi kita tak lagi belajar bagaimana menulis lamaran pekerjaan, tapi belajar cara membuat proposal bisnis. Mereka tak lagi berbondong-bondong menenteng map me lamar jadi pegawai, tapi beramai-ramai membuka usaha baru.

Jika jiwa wirausaha ini bisa kita tumbuhkan sejak dini, kita berharap negeri ini akan bangkit dari keterpurukan. Kekayaan alam yang melimpah ruah ini bisa kita kelolah sendiri tanpa harus mengundang orang asing. Syaratnya satu, kita mau berubah. "Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri," (QS ar-Ra'd: 11).
 

Hepi Andi Bastoni
Sabili, No. 23 Th. XIV 31 Mei 2007/14 Jumadil Awal 1428

Diskusi PERSIS: "Cara Mudah Mengenali Kesesatan Suatu Aliran dan Menghadang Perkembangannya"

Start:     May 24, '07
Assalamu'alaikum,

Malam ini (24 Mei 2007) di akan ada kajian di PW PERSIS (Persatuan Islam) Jakarta pukul 19.00, di Jl. Johar Baru 1/22 RT. 03 RW. 09 Jakarta Pusat. Dengan pembicara ketua umum PW PERSIS KH Drs. Siddiq Amien, MBA. Tema yang akan dibahas adalah, "Cara Mudah Mengenali Kesesatan Suatu Aliran dan Menghadang Perkembangannya".

Mudah-mudahan info ini bisa bermanfaat.

Wassalamu'alaikum

Wednesday, May 23, 2007

Kejahatan Snouck Hurgronje terhadap Islam dan Aceh

Rating:★★★★★
Category:Other
Assalamu'alaikum,

Berikut ada tulisan yang mungkin menarik yang saya sadur dari bukunya Ust. Daud Rasyid. Saya hanya menambahkan foto-foto yang berkaitan yang saya scan dari bukunya Van Koningsveld. Mudah-mudahan berguna.


Kejahatan Snouck Hurgronje terhadap Islam dan Aceh


Snouck Hurgronje , ia lahir di Osterhoot, Belanda pada 8 Pebruari 1857 dan meninggal di Leiden pada 26 Juni 1936. Menyelesaikan pendidikan tinggi dalam bidang bahasa-bahasa Semith pada tahun 1880 dengan desertasi yang berjudul 'Perayaan Makkah'. Ia berasal dari keluarga Pendeta Protestan Tradisonal, mirip Orthodox, namun lingkungan belajarnya sampai tingkat tertentu adalah liberal. Snouck berpendapat bahwa al-Qur'an bukanlah wahyu dari Allah, melainkan adalah karya Muhammad yang mengandung ajaran agama.

Seorang peneliti Belanda kontemporer Koningsveld, menjelaskan bahwa realitas budaya di negerinya membawa pengaruh besar terhadap kejiwaan dan sikap Snouck selanjutnya. Pada saat itu, para ahli perbandingan agama dan ahli perbandingan sejarah sangat dipengaruhi oleh teori "Evolusi" Darwin. Hal ini membawa konsekuensi khusus dalam teori peradaban di kalangan cendikiawan Barat, bahwa peradaban Eropa dan Kristen adalah puncak peradaban dunia. Sementara, Islam yang datang belakangan, menurut mereka, adalah upaya untuk memutus perkembangan peradaban ini. Bagi kalangan Nasrani, kenyataan ini dianggap hukuman atas dosa-dosa mereka.

Ringkasnya, agama dan peradaban Eropa adalah lebih tinggi dan lebih baik dibanding agama dan peradaban Timur. Teori peradaban ini berpengaruh besar terhadap sikap dan pemikiran Snouck selanjutnya.

Pada tahun 1876, saat menjadi mahasiswa di Leiden, Snouck pernah berkata: "Adalah kewajiban kita untuk membantu penduduk negeri jajahan -maksudnya warga muslim Indonesia- agar terbebas dari Islam". Sejak itu, sikap dan pandangan Snouck terhadap Islam tidak pernah berubah.

Snouck pernah mengajar di Institut Leiden dan Delf, yaitu lembaga yang memberikan pelatihan bagi warga Belanda sebelum ditugaskan di Indonesia. Saat itu, Snouck belum pernah datang ke Indonesia, namun ia mulai aktif dalam masalah-masalah penjajahan Belanda. Pada saat yang sama perang Aceh mulai bergolak.

Saat tinggal di Jedah, ia berkenalan dengan dua orang Indonesia yaitu Raden Abu Bakar Jayadiningrat dan Haji Hasan Musthafa. Dari keduanya Snouck belajar bahasa Melayu dan mulai bergaul dengan para haji jemaah Dari Indonesia untuk mendapatkan informasi yang ia butuhkan.

Pada saat itu pula, ia menyatakan ke-Islam-annya dan mengucapkan Syahadat di depan khalayak dengan memakai nama "Abdul Ghaffar." Seorang Indonesia berkirim surat kepada Snouck yang isinya menyebutkan "Karena Anda telah menyatakan masuk Islam di hadapan orang banyak, dan ulama- ulama Mekah telah mengakui keIslaman Anda". "Seluruh aktivitas Snouck selama di Saudi tercatat dalam dokumen-dokumen di Universitas Leiden, Belanda.

Snouck menetap di Mekah selama enam bulan dan disambut hangat oleh seorang 'Ulama besar Mekah, yaitu Waliyul Hijaz. Ia lalu kembali ke negaranya pada tahun 1885. Selama di Saudi Snouck memperoleh data-data penting dan strategis bagi kepentingan pemerintah penjajah. Informasi itu ia dapatkan dengan mudah karena tokoh-tokoh Indonesia yang ada di sana sudah menganggapnya sebagai saudara seagama. Kesempatan ini digunakan oleh Snouck untuk memperkuat hubungan dengan tokoh-tokoh yang berasal dari Aceh yang menetap di negeri Hijaz saat itu.

Snouck kemudian menawarkan diri pada pemerintah penjajah Belanda untuk ditugaskan di Aceh. Saat itu perang Aceh dan Belanda mulai berkecamuk. Snouck masih terus melakukan surat menyurat dengan 'Ulama asal Aceh di Mekah.

Snouck tiba di Jakarta pada tahun 1889. Jendral Benaker Hourdec menyiapkan asisten-asisten untuk menjadi pembantunya. Seorang di antaranya adalah warga keturunan Arab, yaitu Sayyid Utsman Yahya Ibn Aqil al Alawi (klik untuk lihat foto). Ia adalah penasehat pemerintah Belanda dalam urusan Islam dan kaum Muslim.

Selain itu, ia juga dibantu sahabat lamanya ketika di Makkah, Haji Hasan Musthafa (klik untuk lihat foto) yang diberi posisi sebagai penasehat untuk wilayah Jawa Barat. Snouck sendiri memegang jabatan sebagai penasehat resmi pemerintah penjajah Belanda dalam bidang bahasa Timur dan Fiqh Islam. Jabatan ini masih dipegangnya hingga setelah kembali ke Belanda pada tahun 1906.

Pembersihan Aceh

Misi utama Snouck adalah "membersihkan" Aceh. Setelah melakukan studi mendalam tentang semua yang terkait dengan masyarakat ini, Snouck menulis laporan panjang yang berjudul kejahatan-kejahatan Aceh. Laporan ini kemudian jadi acuan dan dasar kebijakan politik dan militer Belanda dalam menghadapai masalah Aceh.

Pada bagian pertama, Snouck menjelaskan tentang kultur masyarakat Aceh, peran Islam, 'Ulama, dan peran tokoh pimpinannya. Ia menegaskan pada bagian ini, bahwa yang berada di belakang perang dahsyat Aceh dengan Belanda adalah para 'Ulama. Sedangkan tokoh-tokoh formalnya bisa diajak damai dan dijadikan sekutu, karena mereka hanya memikirkan bisnisnya.

Snouck menegaskan bahwa Islam harus dianggap sebagai faktor negatif, karena dialah yang menimbulkan semangat fanatisme agama di kalangan muslimin. Pada saat yang sarna, Islam membangkitkan rasa kebencian dan permusuhan rakyat Aceh terhadap Belanda. Jika dimungkinkan "pembersihan" 'Ulama dari tengah masyarakat, maka Islam takkan lagi punya kekuatan di Aceh. Setelah itu, para tokoh-tokoh adat bisa menguasai dengan mudah.

Bagian kedua laporan ini adalah usulan strategis soal militer. Snouck mengusulkan dilakukannya operasi militer di desa-desa di Aceh untuk melumpuhkan perlawanan rakyat yang menjadi sumber kekuatan 'Ulama. Bila ini berhasil, terbuka peluang untuk membangun kerjasama dengan pemimpin lokal. Perlu disebut di sini, bahwa Snouck didukung oleh jaringan intelijen mata-mata dari kalangan pribumi.

Cara yang ditempuh sama dengan yang dilakukannya di Saudi dulu, yaitu membangun hubungan dan melakukan kontak dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Orang-orang yang membantunya berasumsi bahwa Snouck adalah seorang saudara semuslim. Dalam suatu korespondensinya dengan 'Ulama Jawa, Snouck menerima surat yang bertuliskan "Wahai Fadhilah Syekh AIlamah Maulana Abdul Ghaffar, sang mufti negeri Jawa. "

Lebih aneh lagi, Snouck menikah dengan putri seorang kepala daerah Ciamis, Jawa Barat pada tahun 1890. dari pernikahan ini ia peroleh empat anak: Salamah, 'Umar, Aminah dan Ibrahim (klik untuk lihat foto). Akhir abad 19 ia menikah lagi dengan Siti Sadijah (klik untuk lihat foto), putri khalifah Apo, seorang 'Ulama besar di Bandung. Anak dari pernikahan ini bernama Raden Yusuf.

Snouck juga melakukan surat menyurat dengan gurunya Theodor Noldekhe, seorang orientalis Jerman terkenal. Dalam suratnya, Snouck menegaskan bahwa keIslaman dan semua tindakannya adalah permainan untuk menipu orang Indonesia demi mendapatkan informasi.

Ia menulis "Saya masuk Islam hanya pura-pura. Inilah satu-satulnya jalan agar saya bisa diterima masyarakat Indonesia yang fanatik. "

Temuan lain Koningsveld dalam surat Snouck mengungkap bahwa ia meragukan adanya Tuhan. Ini terungkap dari surat yang ia tulis pada pendeta Protestan terkenal Herman Parfink yang berisi, 'Anda termasuk orang yang percaya pada Tuhan. Saya sendiri ragu pada segala sesuatu. "

Komentar Dr. Van Koningsveld

Dr. Veld berkomentar tentang aktivitas Snouck: "Ia berlindung di balik nama "penelitian Ilmiah" dalam melakukan aktifitas spionase, demi kepentingan penjajah". Veld yang merupakan peneliti Belanda yang secara khusus mengkaji biografi Snouck menegaskan, bahwa dalam studinya terhadap masyarakat Aceh, Snouck menulis laporan ganda. Ia menuliskan dua buku tentang Aceh dengan satu judul, namun dengan isi yang bertolak belakang. Dari laporan ini, Snouck hidup di tengah masyarakat Aceh selama tiga puluh tiga bulan dan ia pura-pura masuk Islam.

Dalam rentang waktu itu, ia menyaksikan budaya dan watak masyarakat Aceh sekaligus memantau perisriwa yang terjadi. Semua aktivitasnya tak lebih dari pekerjaan spionase dengan mengamati dan mencatat. Sebagai hasilnya ia menulis dua buku. Pertama berjudul "Aceh," memuat laporan ilmiah tentang karakteristik masyarakat Aceh dan buku ini diterbitkan. Tapi pada saat yang sama, ia juga menulis laporan untuk pemerintah Belanda berjudul "Kejahatan Aceh." Buku ini memuat alasan-alasan memerangi rakyat Aceh.

Dua buku ini bertolak belakang dari sisi materi dan prinsipnya. Buku ini menggambarkan sikap Snouck yang sebenarnya. Di dalamnya Snouck mencela dan merendahkan masyarakat dan agama rakyat Aceh. Laporan ini bisa disebut hanya berisi cacian dan celaan sebagai provokasi penjajah untuk memerangi rakyat Aceh.


Disadur dari :

- Tulisan : Dr. Daud Rasyid, MA, Fenomena Sunnah di Indonesia, Potret Pergulatan Melawan Konspirasi Hal. 196-199 (Usamah Press, Jakarta Cet I Agustus 2003)

- Foto-foto : P.SJ. Van Koningsveld, Snouck Hurgronje en Islam; Acht artkelen over leven en werk van een orientalist uit het koloniale tijdperk (Terj. Snouck Hurgronje dan Islam, PT. Girimukti Pasaka Cet. I : 1989)

Diskusi INSISTS: Pemikiran Khilafah Sayyid Qutb

Start:     May 26, '07
Sayyid Qutb, tokoh yang dijuluki oleh Prof Leonard Binder sebagai penggagas radikalisme Islam, menarik dikaji pemikirannya. Binder mencoba memisahkan pemikiran Qutb dengan pemikiran-pemikiran tokoh Ikhwan lainnya. Beberapa orientalis Barat malah menjulukinya sebagai “the founder of terrorism”. Pemikiran Qutb tentang jihad atau radikalisme telah banyak dikaji.

Kini kita mencoba mengkaji pemikirannya tentang Khilafah atau Negara Islam. Bagaimana pemikiran Qutb tentang Khilafah Islamiyah? Mengapa ia bersama Gamal Abdul Nasser menggulingkan Raja Fuad? Mengapa Sayyid Qutb menginginkan Islam sebagai dasar Negara Mesir? Kajian dan Diskusi INSISTS Sabtu ini akan mencoba menjawabnya.

Diskusi ini insya Allah akan diadakan pada:

Hari/tgl: Sabtu/26 Mei 2007
Pemateri: Nuim Hidayat, MSi
Jam: 10.00-12.00 WIB
Tempat: Sekretariat Insists, Jl Kalibata Utara II/84, Jaksel Tlp. 021-7940381

Note: Peserta terbatas maksimal 40 orang. Free of charges.

Biografi singkat Pemateri:

Nuim Hidayat, lahir Bojonegoro 20 Juli 1969. Pendidikan S1 diselesaikan di IPB Bogor dan S2 di UI, Program Kajian Timur Tengah dan Islam. Sejak kecil telah bergelut dengan dunia pesantren hingga mahasiswa. Mantan wartawan dan Dosen di Univ Ibn Khaldun serta STID M Natsir ini telah menulis beberapa buku diantaranya: Sayyid Qutb: Biografi dan Kejernihan Pemikirannya, Islam Liberal, Theo Syafei dan Bara di Kupang dan lain-lain. Ia juga sering menulis di media massa, diantaranya: Media Dakwah, Sabili, Hidayatullah, Adz Zikra, Republika, Gatra dan lain-lain. Kini selain mengajar mahasiswa, ia juga menjadi Sekjen Dewan Dakwah Islamiyah Depok dan Kepala Bagian Penerbitan Gema Insani.


Thursday, May 10, 2007

Sebuah ikhtiar (The Sequel)

Assalamu'alaikum,


Masih ingat dengan tulisan yang saya buat beberapa waktu yang lalu dengan judul "Sebuah ikhtiar" ?. Nah tulisan saya kali ini mungkin bisa menjadi bagian keduanya atau sequelnya yang masih bercerita seputar wirausaha kecil-kecilan. Alhamdulillah Allah memberikan amanah kepada saya dan istri untuk kembali membuka tempat berikhtiar. Dan saya pun patut menyukuri lebih karena Allah telah menganugerahkan seorang istri yang bisa memasak. Sehingga jadilah tempat ikhtiar kami kali ini adalah sebuah tempat makan.

Kedai Sotosop 99, begitu kami memberi nama tempat usaha kecil-kecilan kami ini yang bertempat di kantin gedung perkantoran Graha Surya Internusa (GSI), Kuningan sebelah hotel Grand Melia. Angka 99 diambil dari tanggal pernikahan kita yaitu tanggal 9 bulan 9 (September). Sesuai namanya, apa yang disediakan disini adalah jenis makanan-makanan yang berkuah. Rencananya sih menu yang berkuahnya akan menjadi bervariasi, tapi untuk sementara ini Nina, istri saya baru menyediakan Soto Betawi, Sop Iga Sapi, Sop Buntut dan Soto Ayam (menyusul). Insya Allah Nina akan meng-eksplor lebih jauh tentang menu-menu berkuah ini, dan yang saya tunggu-tunggu salah satunya adalah Soto Padang dan Soto Jakarta :).

Rencana membuka Kedai Sotosop 99 di kantin perkantoran GSI sangat mendadak. Saat itu saya, Nina dan ibu sedang menghadiri pengajian kantoran yang diadakan di gedung GSI di lantai 7, tepatnya di musholla kantor bank Danamon Syariah. Kebetulan yang mengisi ceramah saat itu adalah ibu Lisa Mulia teman ibu sewaktu kenal di INSISTS. Ya, ibu saya dan bu Lisa menjadi dekat setelah sering menghadiri kajian di INSISTS. Nah selesai pengajian di musholla itu kami turun ke kantin untuk makan siang bersama disana. Setelah makan siang, saya mencari-cari Nina. Kok dia ngilang tiba-tiba ya ?. Setelah saya melihat ke sekeliling kantin, saya melihat Nina sedang asik ngobrol dengan seorang wanita berseragam yang belakangan saya ketahui adalah daily manager di kantin itu.

Singkat cerita, jadilah saat itu terbersit dalam benak Nina dan saya untuk membuka usaha baru dan mulai berkelana dari warung soto satu ke warung soto lainnya. Istilahnya sejak saat itu kita jadi rajin wisata kuliner untuk mencari rasa yang pas :D. Ngga jarang juga lho ketika kita berkunjung ke satu warung soto yang enak dan Nina langsung menanyakan resep-resepnya tanpa basa-basi hehe. Contohnya ketika kita mampir di warung soto Jakarta bang Madun di daerah Barito Jakarta Selatan. Selesai makan, Nina asyik bercengkerama dengan penjualnya, bang Iwan. Sampai-sampai saya yang kenal dengan penjualnya jadi ngga enak sendiri hehe.

Setelah sekitar seminggu kita wisata kuliner, Nina mulai mencoba buat makanan-makanan tersebut dan keluarga dirumah menjadi jurinya. Kalau untuk urusan yang ini saya paling sering dimintai pendapat oleh Nina. Setiap kali Nina tanya enak atau ngga, tentu saja saya selalu jawab enak, namanya juga cinta istri . Maka dari itu saya selalu bilang ke Nina jangan tanya ke saya deh supaya jawabannya bisa lebih objektif hehe. Akhirnya setiap ada yang datang ke rumah pas Nina lagi masak pasti selalu diberondong pertanyaan-pertanyaan "Enak ngga ?", "Kurang apa ?" dan pertanyaan semacam itu.

Setelah proses uji coba di dapur femina eh maksud saya dapur Nina selesai, maka tugas selanjutnya adalah mulai mengumpulkan peralatan memasak mulai dari piring, mangkok, sendok garpu, panci dan sebagainya. Tak lupa bumbu-bumbu masak pun mulai kita buru. Untuk urusan ke pasar setiap hari pun ngga jadi masalah buat kita karena memang sebelumnya sudah terbiasa. Hanya saja kali ini setiap kali belanja di pasar, barang bawaannya menjadi dua kali lipat bahkan bisa tiga kali lipat tergantung mau bikin stok untuk berapa hari.

Proses keseluruhan dari ide awal, pengumpulan barang keperluan, belanja di pasar sambil mengangkut barang bawaan yang berat adalah proses yang cukup melelahkan. Apalagi ketika di awal buka kita berdua masih newbie alias pemula dalam hal ini, jadi maklum saja ketika itu banyak mendapat complaint dari pembeli karena pesanan mereka lama datengnya. Display dagangan kita pun di hari pertama bener-bener seadanya tanpa hiasan sedikit pun .

Tapi alhamdulillah sekarang Kedai Sotosop 99 sudah berjalan seminggu di kantin itu. Sehingga makin banyak pelajaran yang kita dapat. Dayat, pegawai kita yang dulu di kebab dan sekarang ganti posisi menjadi pegawai Kedai Sotosop 99 pun sudah cukup terlatih untuk menghadapi situasi yang ramai dan sudah bisa ditinggal disana. Untuk pegawai counter kebab pun sudah ada penggantinya walau masih harus terus dipantau.

Akhir kata (walaupun bukan akhir cerita), saya dan Nina mengundang temen-temen di MP ini yang kantornya kebetulan deket sama gedung GSI samping hotel Grand Melia untuk sudilah kiranya mampir ke kedai kecil kita untuk mencicipi masakan buatan Nina dan memberi masukan apabila ada yang kurang. Mohon doanya ya ! :D


Wassalamu'alaikum

Wednesday, May 9, 2007

Diskusi INSISTS: Al-Qur'an Dihujat

Start:     May 12, '07
Penghujatan al-Qur'an terbaru dilakukan dalam kolom Opini Koran Tempo 4/5/07, Pewahyuan al-Qur'an: Antara Budaya dan Sejarah, yang memaparkan bahwa al-Qur'an adalah karya bersama antara Allah, Roh Kudus dan Muhammad. Sebelumnya, telah berjubel artikel, buku, suasana perkuliahan (baca: pelatihan) dan seminar yang cenderung menghujat al-Qur'an. Ternyata ujung-ujungnya yang dijadikan rujukan para penghujat al-Qur'an itu adalah Nasr Hamid Abu Zayd, tokoh liberal asal Mesir. Bahkan, di antara aktivis liberal ada yang memujanya, gara-gara mengamati selera makan Abu Zayd dan cara memilih toilet. (al-Qur'an Dihujat, hal 96). Sebuah alasan yang tidak seharusnya dilakukan oleh kalangan yang mengidentitaskan dirinya dengan sikap rasional dan keterbukaan.

Al-Qur'an dihujat tidak secara fisik, tapi melalui penyelewengan konsep wahyu dan metodologi tafsir. Ini jauh lebih berbahaya dibandingkan penghujatan al-Qur'an yang dilakukan tentara Amerika dengan membuang mushaf ke toilet, atau cara-cara para penghujat mushaf al-Qur'an secara fisik. Sebab penghujatan al-Qur'an non-fisik, dilakukan dengan metode ilmiah dan tidak langsung disadari oleh kaum Muslimin. Bahkan, bila pelakunya adalah seorang professor, doktor maupun rektor, umat Islam mudah tertipu dan menyangkanya suatu kebenaran ilmiah.

Bahaya terbesar dari penghujatan al-Qur'an non-fisik adalah menyesatkan akal pikiran umat Islam yang hendak kembali pada ajaran al-Qur'an dan Hadits secara benar. Sebab konsep wahyu al-Qur'an yang bersifat final dan universal untuk segala tempat dan zaman akan digeser dengan konsep evolusi Darwin. Sehingga kebenaran al-Qur'an hanya bersifat temporal dan lokal, khusus untuk suatu masa, bangsa dan tempat tertentu. Metodologi tafsir al-Qur'an yang telah dikembangkan oleh para ulama berwibawa yang memperhatikan segala aspek dalam memahami al-Qur'an jauh lebih ilmiah, dibanding teori interpretasi hermeneutika yang tengah dikembangkan neo-orientalis di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Inilah sesungguhnya yang menjadi tantangan kontemporer bagi umat saat memperingati Nuzulul Qur'an setiap tahunnya.Umat Islam saat ini memerlukan puluhan ribu hujjatul Islam, syeikul Islam dan generasi al-Qur'an yang memperjuangkan ajaran Islam secara kafah dalam menghadapi perongrongan global akidah dan syariat Islam. Kejayaan Islam harus dibina kembali dari budaya ilmu. Sebab agama Islam dan peradabannya tumbuh dan berkembang pesat dengan ilmu pengetahuan. Kemudian peradaban Islam surut dan merosot saat umatnya melalaikan budaya ilmu yang telah dikembangkan oleh para ulama pendahulu. Padahal Allah SWT telah mengingatkan:

Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka generasi yang lemah. (QS. Al-Nisa’: 9)

Rasulullah SAW pun bersabda: “Janganlah engkau menanyakan sesuatu urusan agama kepada Ahlul Kitab, karena mereka tidak akan memberimu petunjuk dan telah tersesat. Bisa jadi engkau akan membenarkan yang batil atau mendustakan yang benar (haq). Dan sungguh bila saja Nabi Musa masih hidup di antara kalian, pastilah beliau akan mengikutiku” (Musnad Ahmad, Baqi Musnad al-Muktsirin, 14.104).

Apa sajakah teori penghujatan al-Qur'an non-fisik yang tengah dikembangkan golongan anti-ilmu yang menganut paham relativisme ini? Siapakah yang tergolong dalam barisannya? Bagaimanakah profil penghujat al-Qur'an yang dijadikan rujukan kalangan liberal cabang Indonesia ini? Dan dimanakah titik kelemahan argumentasi mereka? Silahkan menyimak lebih lanjut dalam diskusi sabtuan INSISTS.

Tempat: Kantor INSISTS Jl. Kalibata Utara II/84 Jakarta
Pembicara: Henri Shalahuddin, MA*
Waktu : Sabtu 12 Mei 2007, 10.00 – 12.00
Tempat : Kantor INSISTS
Jl. Kalibata utara II/84 Jakarta,
021-7940381


HENRI SHALAHUDDIN, S.Ag, MIRKH
Bojonegoro, 5 September 1975


Pondok Modern Darusalam Gontor East Java. 1989 - 1995.

Institute for Islamic Studies Darussalam (ISID), Gontor, Majoring in Usul al-Din and Comparative Religion. 1995-1999 (Bachelor)

Master of Islamic Revealed Knowledge and Human Sciences, majoring in Usul al-Din and Comparative Religion, International Islamic University Malaysia (IIUM). June 2001-August 2004

Teacher at Pondok Modern Darusalam Gontor East Java. April 1995 - November 2000.

Lecturer in Institute of Islamic Studies Darussalam (ISID) Gontor Indonesia (i.e. Islamic Theology, Comparative Religion). November 1999 - November 2000

Arabic teacher at al-Rashid (Senior High School), Bojonegoro East Java Indonesia for five months (December 2000-June 2002).

Arabic Teacher (Volunteer) at al-Amin (Primary School) Gombak Selangor, for three months, January - April 2002

A research assistant for Assoc. Prof. Dr. Abd. El Salam Beshr Mohamed, (lecturer at International Islamic University Malaysia, IIUM), from September - December 2003

Editor in Kachi Trading. Sdn. Bhd for publishing and printing IIUM for four months. March - July 2003.

Moderator for Indonesian Inter-parties Dialogue, between politicians, workers and students, Indonesia Embassy (KBRI) Kuala Lumpur, November 2003

Chief of KPPS-LN (The Coordinator Group for Indonesia General Election), Kuala Lumpur. April-September, 2004.

Mission of Indonesian Hajj, Desember 2004 - February 2005.

Secretary for Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization. 2005 - present

Free lance translator at Gema Insani Press (GIP) for publishing and printing. 2005 - present
______________________________

“Mawqif Ahli l-Sunnah wa l-Jama’ah min al-Usul al-Khamsah li l-Mu’tazilah” (Ahlussunah’s Attitude toward Five Principles of Mu’tazilah). A research to fulfill the requirement of first degree (Sarjana S1), october 5, 1999, ISID Gontor Indonesia, 120 pages. Its abstract was published by ‘Kalimah’ (Journal for Religion Studies and Islamic Thought), vol. 1, no. 1, September 2002, Faculty of Usul al-Din ISID Gontor. 2 pages

• Interview on “Pluralisme Agama dan Civil Religion”, with Dr. Anis Malik Thaha (lecturer in IIUM, Department of Comparative Religion). This interview was published by ‘Kalimah’ (vol.2 May 2003, 7 pages) and ‘Republika’ (National Dayli Newspaper) on Friday, April 4, 2003.

“Dawr al-Ghazali fi Tatwir Manhaj ‘Ilmi l-Kalam min khilali Kitabihi al-Iqtisad fi l-I’tiqad” (=al-Ghazali’s Role in Developing of Islamic Theology based on his Book al-Iqtisad fi l-I’tiqad). Master thesis, IIUM Gombak Kuala Lumpur, 110 pages, November 2003. Its Abstract was published by TAJDID, IIUM journal, 8th year, February 2004, issue no. 15, as the best master thesis in Faculty of Usul al-Din.

• Konsep Ahl al-Kitab dalam Tradisi Islam, Islamia Magazine, year 1, no. 4, January – March 2005, pp.71 – 80. Translated article: “The concept of The People of the Book (Ahl al-Kitab) in Islamic Religious Tradition”, written by Dr. M. Azizan Sabjan & Dr. Noor Shakirah Mat Akhir, School of Humanities Universiti Sains Malaysia, Penang.

• Islam Demokratis-Sipil: Partner, Sumber Daya dan Strategi, al-Insan, Journal for Islamic studies, no. 3, vol. 2, 2006. pp. 114-119. translated article: “Civil Democratic Islam: Partners, Resources, and Strategies (Review)”, written by Kareem M. Kamel

• Memaknai Liberalisme, kolom opini Republika, 5 April 2007
• Poligami dan Gerakan Feminisme Global, Hidayatullah.com 4 Januari 2007.
• Relativisme Kebenaran: Tren Baru Beragama Masyarakat Modern, makalah disampaikan pada diskusi sabtuan INSISTS, 17 Februari 2007.
• Kebebasan dan Kebenaran, Catatan untuk Azyumardi Azra, Kolom Opini Republika, 11 September 2006.
• Fanatisme Presiden Bush, kolom opini Republika, 20 Nov 2006.