Tuesday, January 30, 2007

Salah Kaprah antara Sura dan Muharram

Rating:★★★★★
Category:Other

Oleh: Tiar Anwar Bachtiar*
hidayatullah.com



20 Januari 2007 atau bertepatan dengan tahun baru Hijriyah, 1 Muharran 1428 banyak orang mengadakan peringatan. Sayangnya, banyak yang salah kaprah

Hari sabtu tanggal 20 Januari 2007 kemarin ditetapkan pemerintah sebagai hari libur nasional menyambut tahun baru Hijriyah, 1 Muharran 1428. Hari itu juga bertepatan dengan tanggal 1 Suro 1940 Çaka (baca: Syaka). Di berbagai tempat banyak peringatan-peringatan dilakukan. Sebagian ada yang melakukan peringatan di mesjid-mesjid dengan mengadakan muhasabah dan pengajian, sementara di tempat-tempat tertentu seperti di Keraton Jogja, Surakarta, Banyuwangi, dan beberapa tempat lain di pesisir pantai utara diselenggarakan ritual-ritual yang selalu diselenggarakan sstiap tanggal 1 Suro.


Masalahnya, banyak sekali media, terutama pemberitaan televisi yang menyamakan saja peringatan 1 Muharram yang berasal dari kalender Hijriyah dengan peringatan 1 Suro yang mengikuti perhitungan kalender tahun Çaka. Misalnya, kirab di Keraton Jogja dan Solo serta ritual Jamasan (mencuci benda-benda pusaka) dianggap sebagai rangkaian upacara dalam memperingati Tahun Baru Islam, Hijriyah. Padahal, upacara-upacara adat itu, secara asal-usul budaya, sama sekali bukan dalam memperingati tahun baru Islam, melainkan memperingatai tahunn baru Çaka yang memang selalu jatuh hampir bersamaan dengan kalender Hijriyah.

Kesalahan persepsi itu berakibat cukup fatal. Aroma sinkretisme sengaja dibangun kembali seolah-olah Islam membolehkan praktik-praktik upacara semacam itu. Media membentuk opini bahwa upacara-upacara itu merupakan bagian dari tradisi Islam, padahal sama sekali berbeda. Dalam Islam jangankan melakukan upacara-upacara seperti Jamasan, mempersembahkan sesaji berupa kepala kerbau yang dilarung ke laut, atau kirab dengan rangkaian upacara tertentu, benar-banr memperingati tahun baru Hijriah dengan cara muhasabah dan menyelenggarakan pengajian-pengajian pun masih diperselisihkan.

imageSebagian ada yang membolehkan, tentu dengan catatan bahwa pelaksanaannya hanyalah sebagai aktivitas biasa seperti pengajian-penagjian biasa pada umumnya; hanya waktunya saja memilih tanggal 1 Muharram. Namun, sebagian ulama lain tegas-tegas menolak karena Rasulullah atau para sahabat tidak pernah mencontohkan.

Bahkan, nama Hijriyah sendiri tidak pernah dikenal pada zaman Rasulullah karena baru diuat pada zaman Khlaifah Umar ibn Khaththab, apalagi diperingati. Jelas kalau ini dianggap ritual akan termasuk ke dalam kategori bid'ah; dan bila dibiasakan akan ada sangkaan dari masyarakat awam bahwa ini merupakan bagian dari ritual ibadah yang harus di laksanakan. Kalau itu terjadi, telah terjadi penyesatan pada umat. Oleh sebab itu, untuk mengantisipasi terjadi hal semacam itu, lebih baik tidak dilakukan kegiatan apapun untuk menyambutnya. Ini diasaskan pada kaidah sadd al-dzara'ah (tindakan preventif).

Untuk melihat bahwa antara Sura dan segala tradisinya dengan Muharram adalah sesuatu yang berbeda, kita mesti melihat sejarah penanggalan keduanya. Kalau ini tidak didudukkan, maka selalu akan terjadi penyamarataan yang akhirnya merugikan citra Islam dan Umat Islam. Berikut akan dipaparkan sekilas mengenai masalah ini.


Perbedaan Perhitungaan Astronomis


imageBiasanya, pergantian tahun Hijriyah memang hampir selalu bersamaan dengan pergantian tahun baru Çaka Jawa. Bila bulan baru Hijriyah diawali oleh bulan Muharram, maka tahun Çaka-Jawa diawali oleh bulan Sura (baca: Suro). Hanya saja, awal tanggal setiap bulan kadang bersamaan, kadang berselisih satu hari. Perbedaan ini mudah saja dimaklumi.

Tahun Hijriyah tergolong astronomical calendar (dihitung berdasarkan pengamatan astronomis) sedangkan tahun Jawa termasuk mathematical calendar (dihitung dengan hitungan aritmatis yang pasti). Sekalipun sama-sama berbasis pada perhitungan peredaran bulan, kadang terjadi beda penghitungan.

Perbedaan cara penghitungan ini juga berimplikasi pada penentuan tanggal bulan baru masing-masing kalender. Penetapan bulan baru (hilal) pada kalender Hijriyah seringkali dipersengketakan karena perbedaan dalam penghitungan visibilitas hilal (keterlihatan bulan baru). Sementara penghitungan kalender Çaka-Jawa tidak bergantung pada visibilitas hilal yang sesungguhnya, tapi pada perhitungan yang mereka pastikan sebagai bulan baru. Oleh sebab itu, kalender Çaka-Jawa dapat dihitung secara konsisten seperti penghitungan kalender Masehi hingga jarang diperselisihkan.

Kedua kalender tersebut jelas berbeda. Selain berbeda cara penghitungan, juga berasal dari tradisi yang berlainan. Yang satu berasal dari tradisi Arab sedangkan yang lain dari tradisi Jawa. Akan tetapi, sekali-kali perhatikan nama-nama hari, bulan, dan tahun pada kalender Çaka-Jawa. Nama-nama itu memperlihatkan pengaruh Arab-Islam yang sangat kuat.

Nama hari pada kalender Çaka-Jawa (Ahad, Senen, Seloso, Rebo, Kemis, Jemuah, dan Setu) sangat mirip dengan nama hari dalam kalender Hijriyah (Ahad, Itsnain, Tsulatsa', Arbi'a', Khamis, Jum'ah, dan Sabt).

Nama-nama bulan yang digunakan (Sura, Sapar, Mulud, Bakda Mulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Poso, Sawal, Hapit, Besar) pun diambil dari peristiwa-peristiwa penting dalam tradisi Islam. Sura diambil dari kata 'Asyura (10 Muharram), tanggal terbunuhnya Husein ibn Ali di Padang Karbala yang sangat penting dalam tradisi Islam (Syi'ah) dan tanggal yang oleh Nabi dianjurkan puasa padanya. Nama “Mulud” diambil dari kata “Maulid” (dilahirkan), maksudnya bulan dilahirkannya Nabi Muhammad Saw. Poso, nama Jawa untuk bulan Ramadhan, diambil dari aktivitas yang wajib dilaksanakan pada bulan itu, yaitu “puasa” (jawa: poso). Nama bulan-bulan yang lain pun demikian.

Mungkin kita bertanya-tanya, kenapa ini bisa terjadi? Padahal, nama Çaka sendiri berasal dari mitologi Hindu-Jawa, Aji Çaka. Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa kedatangan orang-orang Hindu di Jawa menandai dimulainya zaman baru, yaitu zaman Aji Çaka yang menurut perhitungan mereka zaman itu bersamaan dengan tahun 78 Masehi. Oleh sebab itu, tahun Çaka dan tahun Masehi berselisih 78 tahun. Siklus delapan tahunan yang disebut Windu juga berasal dari tradisi Hindu bukan Islam. Akan tetapi nama-nama tahunnya diadaptasi dari nama-nama huruf Arab yang tentu saja dibawa oleh orang-orang Islam. Lihat saja nama-nama berikut: Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Itu adalah nama-nama tahun dalam siklus delapan tahunan kalender Çaka-Jawa. Sisi ini menarik untuk digali.

Kalender Çaka yang digunakan orang-orang Jawa-Hindu dahulu pada mulanya dihitung berdasarkan pergerakan matahari (sistem matahari) seperti kalender Masehi. Nama-nama yang dipakai untuk manandai hari dan bulan pun masih sangat Hindu-sentris. Siklus tujuh harian mereka namai dengan nama-nama Hindu seperti: Adite (Ahad), Soma (Senin), Hanggara (Selasa), Budha (Rabu), Respati (Kamis), Sukra (Jum'at), Tumpak (Sabtu). Nama untuk siklus dua belas bulanan pun mereka namai dengan nama-nama Hindu antara lain (diurut mulai dari bulan pertama): Srawana, Badrapada, Aswina, Kartika, Margasira, Pusya, Mukha, Phalguna, Caitra, Waishaka, Jyestha, Asadha.

Runtuhnya Majapahit di tangan penguasa Demak pada tahun 1478 M menandai runtuhnya benteng terakhir supremasi kekuasaan Hindu di Indonesia. Para sejarawan menyebut tahun itu sebagai permulaan "Zaman Baru" dalam sejarah Indonesia. Supremasi Islam mulai berkibar di seantero Nusantara. Seiring dengan itu, simbol-simbol kebudayaan Hindu sedikit demi sedikit diganti dengan simbol-simbol kebudayaan Islam. Proses perubahan itu biasanya tidak secara drastis. Simbol-simbol lama tetap dipakai, namun esensinya diislamkan. Contohnya pertunjukan wayang. Wayang tetap digunakan sebagai media, namun ceritanya diubah dan dimodifikasi agar sesuai dengan pesan-pesan Islam. Ajaran-ajaran Islam pun banyak yang dikemas dalam tembang-tembang khas Jawa. Begitulah cara yang dipakai oleh para pendakwah Islam waktu itu. Konon, Sunan Kalijaga adalah salah satu yang paling sering menggunakan cara-cara seperti itu.

Proses Islamisasi itu sampai juga pada sistem penanggalan. Sistem pananggalan Çaka-Hindu sudah sangat mendarah daging di kalangan masyarakat Jawa, karena sudah mereka gunakan berabad-abad. Tentu saja, untuk menggantikannya secara drastis akan menimbulkan gejolak di tengah masyarakat. Sunan Giri, semasa pemerintahan Demak (akhir abad ke-15 M), berhasil menemukan formula pengislaman kalender Çaka-Hindu.

Caranya dengan mengubah nama hari dalam siklus tujuh harian kalender Çaka-Hindu dengan nama hari dalam kalender Hijriyah--tentu dengan penyesuaian aksen Jawa seperti itsnain menjedi senen. Selain siklus tujuh harian kalender Çaka-Hindu juga memiliki siklus lima harian dengan nama sendiri. Siklus lima harian ini dibiarkan tidak diubah, kemudian digabungkan dengan nama-nama hari dalam siklus tujuh harian yang telah diubah. Nama-nama hari dalam siklus lima harian ini adalah legi, paing, pon, wage, dan kliwon yang biasa disebut pancawara atau pasaran. Jadilah hari dalam kalender Jawa yang baru disebut bersama nama pasaran-nya seperti Jemuah Kliwon, Rebo Pahing, dan sebagainya.

Puluhan tahun berikutnya setelah formula ini cukup tersosialisasikan, Sultan Ageng Hanyokrokusumo, penguasa Mataram berinisiatif untuk menggunakannya secara resmi. Maka kemudian tanggal 1 Muharram 1043 H (8 Juli 1633 M) ditetapkan sebagai tanggal 1 Suro tahun Alip (1555 Çaka baru atau Çaka-Jawa).

Sistem penanggalan yang dipakai pun diubah dari sistem matahari menjadi sistem bulan mengikuti penanggalan Hijriyah. Seiring dengan perubahan sistem yang dipakai, nama-nama bulan pun diubah, namun tidak semuanya mengadaptasi nama bulan dalam kalender Hijriyah. Pengubahan nama disesuaikan dengan peristiwa keagamaan yang terjadi pada bulan bersangkutan. Selain hari dan bulan yang diubah, hitungan tahun Çaka tidak diubah mengikuti hitungan tahun Hijriyah. Hitungan tahun tetap menggunakan hitungan lama. Sejak saat itulah pergantian tahun Çaka selalu hampir bersamaan dengan pergantian tahun Hijriyah. Tapi tentu, keduanya tetap tidak sama. (Hidayatullah)

*) Penulis adalah Staf Pengajar Pesantren Persatuan Islam 19 Bentar Garut Ketua Divisi Kajian Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) Jakarta

Sunday, January 28, 2007

Buku : My Jihad, Perjalanan Seorang Mujahid Amerika

Rating:★★★★★
Category:Books
Genre: Biographies & Memoirs
Author:Aukai Collins
Oleh Aukai Collins
Harga Rp 49.500

Perjalanan Seorang Mujahid Amerika

"Aukai Collins adalah pemuda Amerika berdarah Irlandia yang baru masuk Islam, dikenal kukuh dan bermata biru. la tampil menjadi pejuang kemerdekaan bagi negeri-negeri muslim sampai jihad itu dipandang berbeda oleh negara Barat..."

Aukai Collins tumbuh besar dalam dunia yang keras: terbuang, bertahan hidup di jalanan, dan bergaul dengan kaum preman. Dalam pergulatan waktu di tahanan, ia masuk Islam, dan pergi berjihad bersama kaum Muslimin yang dijadikan target pembasmian massal (genosida) di Chechnya dan Bosnia-Herzegovina. Jalan itu mengantarkan dia ke kamp pelatihan pimpinan Usamah bin Laden di Afghanistan. Ketika serangan teroris terhadap penduduk sipil merebak di seluruh dunia, Aukai diminta memimpin operasi intelijen, termasuk menangani masalah penyanderaan dan pembunuhan kaum sipil, perkara yang tidak mungkin dilakukannya.

Kecewa dengan oknum yang menggunakan Islam untuk kepentingan dirinya sendiri atau menyerang warga yang tidak berdosa, maka Aukai menawarkan jasanya kepada FBI dan CIA sebagai agen anti-terorisme, hingga ia menjadi sangat dekat dengan salah seorang pembajak pesawat yang menyerang gedung WTC di New York (11 September 2001). Ironisnya, kemampuannya yang besar itu, menyediakan informasi berharga tentang masalah yang mengepung pemerintah AS untuk melawan sesuatu yang tidak mereka pahami, ternyata dinafikan oleh komunitas intelijen AS.

Buku My Jihad adalah kisah nyata tentang ancaman terbesar perdamaian dan stabilitas dunia di zaman modern. Ditulis oleh seorang pejuang sejati yang tak dapat dilupakan. la yang menapaki jalan, mengikuti pertempuran, dan hidup untuk menceritakan kisahnya kepada dunia.


Saturday, January 27, 2007

Calon mujahid


Assalamu'alaikum,


Rasanya
sudah lama juga ya saya ngga nulis-nulis lagi di MP. Memang ada
beberapa kegiatan yang mungkin harus diprioritaskan setelah beristri
:). Tapi saya mengerti bahwa itu bukan alasan untuk ngga nulis. Ada
kabar menggembirakan dari istri saya Nina.

Seperti
yang yang temen-temen liat gambar disamping ini, insya Allah ini adalah
calon mujahid/mujahidah nya Indra dan Nina :D. Umurnya baru dua bulan
tapi udah banyak tingkah, salah satunya suka bikin Nina mual-mual alias
morning sick hehehe. Tapi ngga papa, itu artinya kata dokter
normal-normal aja. Sebenernya kehamilan Nina ini sudah saya duga
semenjak sebulan yang lalu. Soalnya saat itu Nina sudah mulai mengeluh
mual tapi ngga sesering sekarang.

Alhamdulillah setelah saya
check pakai testpack hasilnya bergaris dua alias positif hamil. Saat
itu adalah setelah kita sholat subuh, lalu Nina memberikan kabar
gembira bahwa dirinya positif hamil. Perasaan saya saat itu campur aduk
antara kaget, gembira dan khawatir. Saat itu perasaan yang paling
dominan adalah perasaan khawatir, khawatir dari segi finansial dan juga
kekhawatiran apakah saya bisa menjadi ayah yang baik dan contoh yang
baik bagi anak saya nanti. Dulu diawal pernikahan kita memang sempat
membuat semacam perjanjian untuk menunda kehamilan atau ber-KB sampai
kita mempunyai rizki yang cukup. Tapi kita teringat bahwa hal itu tidak
dibenarkan oleh Allah. Inilah yang Allah katakan dalam al Qur'an :

"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar" [QS al-Israa:31]

Lalu Allah juga berfirman, "Dan
tidak ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allah-lah yang
memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan
tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh
Mahfuzh)"
[QS Hud: 6]

Kalau binatang saja yang derajatnya
lebih rendah dibanding manusia saja oleh Allah diberikan rizki, apalagi
kita manusia yang diciptakan sebagai khalifah dimuka bumi ini. Setelah
kami mentafakuri dua ayat tersebut maka tidak ada alasan untuk sengaja
menunda kehamilan tanpa uzur tertentu dan bukan Allah namanya kalau Dia
menciptakan hamba-Nya tanpa memberi jalan keluar bagi setiap
permasalahan yang dialami hamba-hamba-Nya. Alhamdulillah penjualan
kebab saya sedikit demi sedikit meningkat, apalagi setelah saya coba
buka di kantin sebuah sma dekat rumah. Peningkatan ini cukup signifikan
yaitu hampir tiga kali lipat dari penjualan di tempat awal saya buka
warung kebab. Subhanallah, Allah memang Maha pemberi rizki. Akhirnya
kekhawatiran itu pun perlahan memudar dan yang kami lakukan sekarang
adalah mempersiapkan mental dan tingkah laku kami agar bisa menjadi
teladan bagi anak kami nanti.

Kita
pun sekarang punya kebiasaan baru, yaitu memperdengarkan murattal
ayat-ayat al Quran yang ada di handphone di perut Nina. Memang saya
belum menemukan penelitian ilmiah tentang ini. Tapi kalau
peneliti-peneliti di barat sana bilang bahwa lagu-lagu klasik semacam
Mozart bisa membuat anak cerdas, lalu kenapa hal itu tidak digantikan
dengan yang lebih sarat nuansa Islamnya ? Justru sebagai muslim,
menurut saya program pendidikan agar sang anak menjadi anak yang shalih
itu bukan dimulai ketika anak sudah bisa berjalan atau bicara tetapi
dimulai semenjak Allah meniupkan ruh kepada janin di hari ke 120.
Inilah yang membuat saya dan Nina tertarik untuk membuat program
kecil-kecilan kepada sang janin. Duh aku makin cinta kamu istriku ! :)

Kalau
saya sih memang ada cita-cita untuk supaya si anak nanti bisa menjadi
seorang hufaz atau penghafal al Qur'an dan dan menjadi seorang ulama.
Tapi Nina punya keinginan lain yaitu supaya si anak bisa menjadi orang
sukses dan kuliah di perguruan tinggi negri yang bonafid. Kami ambil
jalan tengah yaitu nanti rencananya sang anak S1 nya di perguruan
tinggi umum lalu S2nya melanjutkan ke jurusan agama, dan program inilah
yang sudah dijalankan di IIUM - ISTAC (International Islamic University of Malaysia - International Institute of Islamic Thought and Civilization). Sebuah program Islamisasi Ilmu Pengetahuan yang digagas oleh Syed M. Naquib Al-Attas.
Wah belum apa-apa udah jauh banget nih ya ngayalnya hehehehe :D. Saya
dan Nina mohon doanya saja ya semoga semuanya berjalan dengan lancar :).

Akhirnya tiada doa yang sering saya panjatkan dalam sholat melainkan, Rabbi habli minas shalihiin...Ya Rabb-ku anugerahkanlah kepadaku seorang anak yang termasuk orang yang shalih [QS Ash-Shaaffaat: 100]

Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrata a'yuniw waj'alnaa lil muttaqiina imaamaa...Ya
Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri kami dan keturunan kami
sebagai penyejuk mata dan jadikanlah kami imam bagi orang yang bertakwa.


Wassalamu'alaikum





Monday, January 22, 2007

Seminar "Evaluasi 37 tahun Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia"

Start:     Feb 3, '07

Pada hari Sabtu, 3 Februari 2007, pukul 09.00 - 15.30 WIB , Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir, bertempat di Jalan Kramat Raya 45 Jakarta, akan menggelar satu acara seminar nasional bertema "Evaluasi 37 tahun Gerakan Pembaruan Islam di Indonesia". Tampil sebagai pembicara adalah Dr. Daud Rasyid, Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, Dr. Mukhlis Hanafi, dan Adnin Armas MA. Seminar ini memiliki makna yang penting bagi umat Islam Indonesia, mengingat, setelah 37 tahun berlalu, gerakan pembaruan Islam bukannya telah berhenti, tetapi semakin menjadi-jadi dan melebar ke mana-mana.


Masa 37 tahun Gerakan Pembaruan Islam dimulai ketika Nurcholish Madjid memulai pidatonya pada 3 Januari 1970 di Jakarta dengan judul "Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat". Dalam disertasinya di Monash University Australia yang diterbitkan oleh Paramadina dengan judul "Gagasan Islam Liberal di Indonesia", Dr. Greg Barton menyebutkan, bahwa melalui makalahnya tersebut, Nurcholish dihadapkan pada satu dilema dalam tubuh umat. Di satu sisi, masyarakat Muslim harus menempuh arah baru, namun di sisi lain, arah baru tersebut berarti mengorbankan keutuhan umat. Baca lebih lanjut disini.


Contact person:


Imam, 0813-17599291, Dwi 021-70206503.
Infaq : Umum Rp 25.000, mahasiswa Rp 10.000 (untuk makalah, sertifikat, snack 2X).


Biodata Pembicara :


Dr. Muchlis Muhammad Hanafi, MA


TTL : Jakarta, 18 Agustus 1971


Status : Nikah tahun 2000 dengan dua anak Fayyadh dan Wafa Ahdella


Tiba di Mesir : Oktober 1992
Alamat di Indonesia : Jl. Radjiman Widyodiningrat P. Jahe Kel. Jatinegara
Cakung Jakarta Timur
Alamat di Mesir : Swissry Project 87/1 10th Nasr City Cairo 2711533
Kekeluargaan : KPJ
Fakultas : Ushuluddin
Jurusan : Tafsir dan Ilmu-Ilmu Alquran
Universitas : Al-Azhar
Judul Disertasi :
كتاب لوامع البرهان وقواطع البيان فى معاني القرآن للمعيني (المتوفى سنة 537 ه)
من أوله الى آخر سورة القصص (دراسة وتحقيق)
Studi filologi yang mengikuti editing naskah, analisa, komentar dan kritik atas tafsir imam Al-Mai'niy (W537 H)
Tanggal Munaqasyah : 6 Maret 2006

Dengan predikat :
مرتبة الشرف الأولى مع التوصية بطبع الرسالة على نفقة الجامعة وتداولها بين الجامعات
Summa Cumlaude (Penghargaan Tingkat Pertama) disertai rekomendasi agar disertasi tersebut dicetak atas biaya universitas dan didistribusikan ke universitas-universitas lain
Lama Pendidikan : 3 tahun 6 bulan, dari tahun 2002 – 2006

Riwayat Pendidikan :

SD dan MI Jakarta Timur (1997 – 1983)
KMI Gontor Ponorogo (1983 – 1989)
PP. Tahfidz Alquran Sunan Pandanaran (1990 -1992)
S1 Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Alquran Tahun 1992-1996
S2 Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Alquran Tahun 1996-2000
S3 Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Ilmu-Ilmu Alquran Tahun 2002-2006

Kesan selama menempuh pendidikan di Mesir :
Mesir pernah menjadi salah satu pusat peradaban islam, karena itu disini kita temukan banyak khazanah intelektual islam (turats) saya sangat menikmati dan menghayati hidup di tengah khazanah turats tersebut.

Pesan bagi mahasiswa lain:
Pergunakanlah waktu sebaik mungkin! Waktu / masa dalam alquran diungkapkan dengan kata "al-ashr", yang mengesankan bahwa waktu adalah sesuatu yang harus "diperas" agar menghasilkan sari pati kehidupan yang berharga. "Man lam takun lahu bidayatun muhriqah lam takun lahu nihayatun musyriqah" (Masa depan gemilang hanya dapat diperoleh dengan usaha keras menempa diri di awal perjalanan), demikian pesan seorang tokoh sufi besar Ibnu Athaillah.
_____________________________________


Dr. Daud Rasyid, MA lahir di Tanjung Balai, sebuah kota kecil di pesisir pantai Sumatera Utara pada hari Senin tanggal 3 Desember 1962 Masehi bertepatan dengan tanggal 5 Rajab 1382 Hijriyah. Daud Rasyid adalah putera tunggal alm. Bapak Harun al-Rasyid dan alm. Ibunda Hajjah Nurul Huda, seorang pendidik dan ustazah di kota itu.


Masa kecilnya dihabiskan belajar pagi-sore di sekolah formal. Pagi, belajar di sekolah umum dan sore belajar di Madrasah. Malam hari dan hari libur diisi dengan belajar non-formal kepada para syaikh dan Ustaz di daerahnya. Tahun 1980, setelah tamat SMA dan Aliyah, ia meninggalkan kota kelahirannya, merantau ke Medan untuk mengecap pendidikan tinggi di IAIN Medan dan di USU. Namun itu hanya tiga tahun dilaluinya. Baru saja menyelesaikan B.A dari IAIN, dibukalah kesempatan untuk belajar ke Al-Azhar melalui beasiswa Al-Azhar yang disalurkan melalui IAIN.


Riwayat Pendidikan




  • 1980-1983 belajar di Fak. Syari'ah IAIN Sumatera Utara, Medan, selesai Sarjana Muda (B.A) dengan yudicium : "Memuaskan".


  • 1981-1983 belajar di Fak. Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.


  • 1984-1987 belajar di Fak. Syari'ah wal-Qanun (Syari'ah dan Hukum) Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.


  • 1987-1990 belajar di program Pascasarjana (S2) Fakultas Darul 'Ulum (Studi Islam dan Arab) Universitas Kairo, jurusan "Syari'ah" dan lulus Master (M.A.) dalam bidang "syari`ah" dengan judicium : "Cum Laude" (mumtaz). Judul tesis : "Marwiyyat al-Hakam ibn 'Utaibah wa fiqhuhu" (Hadits-hadits riwayat Imam Al-Hakam ibn �Utaibah dan Metodologi Fiqhnya).


  • 1994-1996 menempuh program Doktor (S3) di Fak. Darul 'Ulum, Universitas Kairo dan meraih "Doktor" (PhD) dalam bidang "Syari`ah" dengan yudicium "Summa Cumlaude" (mumtaz bi martabat syaraf `ula) dengan judul disertasi : "Juhud 'Ulama` Indonesia fi as-Sunnah" (Jasa-jasa Ulama Indonesia di bidang Sunnah").

_____________________________________


Adnin Armas M.A, menyelesaikan pendidikannya di Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor Ponorogo tahun 1992 dan melanjutkan ke Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM), dalam bidang Filsafat. Memperoleh Sarjana dari International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC) bidang Pemikiran Islam (Islamic Thought) dengan tesis berjudul Fakhruddin arRazi on Time pada tahun 2003.


Saat ini beliau adalah kandidat doktor di ISTAC UIAM aktif sebagai peneliti INSIST (Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization). Karya beliau antara lain adalah: Metodologi Bibel dalam Studi al-Qur’an; Pengaruh Orientalis terhadap Islam Liberal. Di samping itu beliau sangat aktif menulis artikel-artikel ilmiah di beberapa majalah dan surat kabar di Indonesia.


Currently a Ph.D candidate at ISTAC-IIUM, Adnin obtained B.A. from International Islamic University Malaysia in 1997 and M.A in Islamic Thought from ISTAC in 2003. He is a prolific writer on Liberal Islam and Secularisation and some of his published articles are:


- Menjernihkan Ide Kesatuan Agama (Republika, February 2003)


- Menelusuri Originalitas Gagasan Sekularisasi Nurcholish Madjid (Jurnal Dirosah Islamiyah, Vol. 1, No. 2 (2003).


- Simbol Kegagalan Kristen Melawan Barat (Majalah Hidayatullah, December, 2003)


- Sekularisasi Menghempaskan Agama (Majalah Hidayatullah, February 2004)


- Pembela dan Penghadang Sekularisasi (Majalah Hidayatullah, March 2004)


- Tafsir al-Qur'an atau Hermeneutika al-Qur'an (Majalah Islamia, March 2004)


- Orientalisme dan Teori Pengaruh Terhadap Islam (Republika 6 May, 2004)


- Pengaruh Metodologi Bibel Terhadap Studi Al-Qur'an (Republika, 29 November 2004).


- Orientalis dan Studi Al-Qur'an: Tanggapan Atas Tanggapan (Republika, April 2005).



Books Published


- Christian and Orientalist Influences on Liberal Islam. An interactive dialogue with activists of the Liberal Islam Network, Jakarta: Gema Insani Press (GIP) 2003.


- Biblical Methodology in Qur'anic Studies: A Critical Analysis, Jakarta; Gema Insani Press (GIP) 2005.


_____________________________________


Hamid Fahmy Zarkasyi, M.A. Ed, M. Phil, lahir di Gontor, 13 September 1958, adalah putra ke-9 dari KH Imam Zarkasyi, pendiri Pesantren Modern Gontor Ponorogo. Beliau juga Pemimpin Redaksi Majalah ISLAMIA dan direktur Institute for the Study of Islamic Thought and Civilization (INSISTS), lulus program Ph.D. dari International Institute of Islamic Thought and Civilization - International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM) Malaysia pada 6 Ramadhan 1427 H/29 September 2006, setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul ‘Al-Ghazali’s Concept of Causality’, di hadapan para penguji yang terdiri atas Prof. Dr. Osman Bakar, Prof. Dr. Ibrahim Zein, dan Prof. Dr. Torlah. Prof. Dr. Alparslan Acikgence, penguji eksternal dari Turki, memuji kajian Hamid terhadap teori kausalitas al-Ghazali pada kajian sejarah pemikiran Islam. Sebab, pendekatan Hamid terhadap konsep kausalitas al-Ghazali telah menjelaskan sesuatu yang selama ini telah dilewatkan oleh kebanyakan pengkaji al-Ghazali.


Riwayat Pendidikan


- Kulliyatul Muallimin al-Islamiyah (KMI) Pondok Modern Gontor, 1977.
- Fakultas Tarbiyah, Institut Pendidikan Darussalam (IPD), Pondok Modern Gontor, 1982. (BA)
- Institute of Education and Research (IER), University of the Punjab, Lahore Pakistan, 1986. (MA.Ed)
- Faculty of Art, Dept. Theology Unversity of Birmingham, United Kingdom, 1996-1998. (M.Phil)
- Islamic Thought, International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC-IIUM) Kuala Lumpur, Malaysia, 2006 (Ph.D).


Sejak kecil sampai sarjana S-1, Hamid dibesarkan dan dididik ayahnya sendiri di lingkungan Pesantren Gontor. Barulah kemudian dia melanjutkan program masternya di Pakistan. Setelah mengabdi beberapa tahun di Gontor, Hamid kembali melanjutkan kuliah S-2 nya di Birmingham Inggris. Dari Inggris, dia langsung melanjutkan studi S-3 nya ke ISTAC. Barulah, pada tahun 2006, pada usia 48 tahun, Hamid baru menyelesaikan studi doktornya.


Bagi pembaca majalah ISLAMIA, sebenarnya sejak empat tahun ini, sosok Hamid sudah dikenal luas melalui berbagai artikelnya. Pemikirannya sudah tersebar luas dan memberikan dampak signifikan pada berbagai kalangan peminat studi Islam.


_____________________________________

Tuesday, January 9, 2007

Syaikh Yusuf Al Qaradhawy

Rating:★★★★★
Category:Other
Syaikh Yusuf Al Qardhawi lahir di sebuah desa kecil di Mesir bernama Shafth Turaab di tengah Delta pada 9 September 1926. Usia 10 tahun, ia sudah hafal al-Qur'an. Menamatkan pendidikan di Ma'had Thantha dan Ma'had Tsanawi, Qardhawi terus melanjutkan ke Universitas al-Azhar, Fakultas Ushuluddin. Dan lulus tahun 1952. Tapi gelar doktornya baru dia peroleh pada tahun 1972 dengan disertasi "Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan", yang kemudian di sempurnakan menjadi Fiqh Zakat. Sebuah buku yang sangat konprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Sebab keterlambatannya meraih gelar doktor, karena dia sempat meninggalkan Mesir akibat kejamnya rezim yang berkuasa saat itu. Ia terpaksa menuju Qatar pada tahun 1961 dan di sana sempat mendirikan Fakultas Syariah di Universitas Qatar. Pada saat yang sama, ia juga mendirikan Pusat Kajian Sejarah dan Sunnah Nabi. Ia mendapat kewarganegaraan Qatar dan menjadikan Doha sebagai tempat tinggalnya.

Dalam perjalanan hidupnya, Qardhawi pernah mengenyam "pendidikan" penjara sejak dari mudanya. Saat Mesir dipegang Raja Faruk, dia masuk bui tahun 1949, saat umurnya masih 23 tahun, karena keterlibatannya dalam pergerakan Ikhwanul Muslimin. Pada April tahun 1956, ia ditangkap lagi saat terjadi Revolusi Juni di Mesir. Bulan Oktober kembali ia mendekam di penjara militer selama dua tahun.

Qardhawi terkenal dengan khutbah-khutbahnya yang berani sehingga sempat dilarang sebagai khatib di sebuah masjid di daerah Zamalik. Alasannya, khutbah-khutbahnya dinilai menciptakan opini umum tentang ketidak adilan rejim saat itu.

Qardhawi memiliki tujuh anak. Empat putri dan tiga putra. Sebagai seorang ulama yang sangat terbuka, dia membebaskan anak-anaknya untuk menuntut ilmu apa saja sesuai dengan minat dan bakat serta kecenderungan masing-masing. Dan hebatnya lagi, dia tidak membedakan pendidikan yang harus ditempuh anak-anak perempuannya dan anak laki-lakinya.

Salah seorang putrinya memperoleh gelar doktor fisika dalam bidang nuklir dari Inggris. Putri keduanya memperoleh gelar doktor dalam bidang kimia juga dari Inggris, sedangkan yang ketiga masih menempuh S3. Adapun yang keempat telah menyelesaikan pendidikan S1-nya di Universitas Texas Amerika.

Anak laki-laki yang pertama menempuh S3 dalam bidang teknik elektro di Amerika, yang kedua belajar di Universitas Darul Ulum Mesir. Sedangkan yang bungsu telah menyelesaikan kuliahnya pada fakultas teknik jurusan listrik.

Dilihat dari beragamnya pendidikan anak-anaknya, kita bisa membaca sikap dan pandangan Qardhawi terhadap pendidikan modern. Dari tujuh anaknya, hanya satu yang belajar di Universitas Darul Ulum Mesir dan menempuh pendidikan agama. Sedangkan yang lainnya, mengambil pendidikan umum dan semuanya ditempuh di luar negeri. Sebabnya ialah, karena Qardhawi merupakan seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Semua ilmu bisa islami dan tidak islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis itu, menurut Qardhawi, telah menghambat kemajuan umat Islam.(Source)


Mereka berkata tentang Dr. Yusuf Al Qaradawi sebagai berikut :

Hasan al Banna : "Sesungguhnya ia adalah seorang penyair yang jempolan dan berbakat"

Imam Kabir Samahatus Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz - Mantan mufti kerajaan Saudi dan ketua Hai'ah Kibarul Ulama berkata: "Buku-bukunya memiliki bobot ilmiah dan sangat berpengaruh di dunia Islam."

Imam al Muhaddits Muhammad Nashiruddin al Albani - Ahli hadis terkemuka abad 20 berkata, "Saya diminta (al Qaradhawy) untuk meneliti riwayat hadis serta menjelaskan kesahihan dan ke dha'ifan hadis yang terdapat dalam bukunya (Halal wal Haram). Hal itu menunjukkan ia memiliki akhlak yang mulia dan pribadi yang baik. Saya mengetahui semua secara langsung. Setiap dia bertemu saya dalam satu kesempatan, ia akan selalu menanyakan kepada saya tentang hadis atau masalah fiqh. Dia melakukan itu agar ia mengetahui pendapat saya mengenai masalah itu dan ia dapat mengambil manfaat dari pendapat saya tersebut. Itu semua menunjukkan kerendahan hatinya yang sangat tinggi serta kesopanan dan adab yang tiada tara. Semoga Allah SWT mendatangkan manfaat dengan keberadaannya." Mengapapa pengikut ke-2 syaikh itu tidak mengambil manfaat dari kesaksian mereka?

Imam Abul Hasan an Nadwi - Ulama terkenal asal India berkata: "al Qaradhawy adalah seorang 'alim yang sangat dalam ilmunya sekaligus sebagai pendidik kelas dunia."

Al 'Allamah Musthafa az Zarqa' - Ahli fiqh asal Suriah berkata: "al Qaradhawy adalah Hujjah zaman ini dan ia merupakan nikmat Allah atas kaum muslimin."

Al Muhaddits Abdul Fattah Abu Ghuddah, Ahli hadis asal Suriah dan tokoh Ikhwanul Muslimin berkata: "al Qaradhawy adalah mursyid kita. Ia adalah seorang 'Allamah."

Syaikh Qadhi Husein Ahmad, Amir Jamiat Islami Pakistan berkata: "Al Qaradhawy adalah madrasah ilmiah fiqhiyah dan da'awiyah. Wajib bagi umat untuk mereguk ilmunya yang sejuk."

Syaikh Thaha Jabir al Ulwani, Direktur International Institute of Islamic Thought di AS - berkata: "Al Qaradhawy adalah faqihnya para dai dan dainya para faqih."

Syaikh Muhammad alGhazaly - Dai dan ulama besar asal Mesir yang pernah menjadi guru al Qaradhawy sekaligus tokoh Ikhwanul Muslimin berkata: "Al Qaradhawy adalah salah seorang Imam kaum muslimin zaman ini yang mampu menggabungkan fiqh antara akal dengan atsar." Ketika ditanya lagi tentang al Qaradhawy, ia menjawab, "Saya gurunya, tetapi ia ustadku. Syaikh dulu pernah menjadi muridku, tetapi kini ia telah menjadi guruku."

Syaikh Abdullah bin Baih - Dosen Univ. malik Abdul Aziz di Saudi - berkata: "Sesungguhnya Allamah Dr. Yusuf al Qaradhawy adalah sosok yang tidak perlu lagi pujian karena ia adalah seorang 'alim yang memiliki keluasan ilmu bagaikan samudera. Ia adalah seorang dai yang sangat berpengaruh. Seorang murabbi generasi Islam yang sangat jempolan dan seorang reformis yang berbakti dengan amal dan perkataan. Ia sebarkan ilmu dan hikmah karena ia adalah sosok pendidik yang profesional." [Al Ikhwan Al Muslimun, Anugerah Allah yang Terzalimi hal. 182-185]


Selamat datang
Syaikh Yusuf Al Qaradhawy !


Sunday, January 7, 2007

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII)-3




Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) Part-3

Narasumber : Ust. Hartono Ahmad Jaiz

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan wajah lama yang berganti nama, dari semula Islam Jamaah, Lemkari dan akhirnya menjadi LDII. Pola pergerakan mereka sistematis karena di dukung oleh sistem politik yang ada di Indonesia. Bahkan tidak sedikit PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang melibatkan diri dalam gerakan tersebut. Gerakan ini semula di prakarsai oleh Nur Hasan Ubaidi, yang memproklamirkan diri sebagai amir pertama dalam jamaah ini.

Tokoh sentral ini mempunyai kekuasaan mutlak untuk mengontrol para anggotanya dan sekaligus mendapat baiat. Mereka menganggap muslim yang ada di luar LDII adalah kafir, dan hartanya dianggap halal untuk diambil. Semua aktivitas ibadah, seperti memahami Al-Qur'an harus mankul, yaitu taat sesuai pemahaman amir.

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) Part-1

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) Part-2

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII)-2




Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) Part-2

Narasumber : Ust. Hartono Ahmad Jaiz

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan wajah lama yang berganti nama, dari semula Islam Jamaah, Lemkari dan akhirnya menjadi LDII. Pola pergerakan mereka sistematis karena di dukung oleh sistem politik yang ada di Indonesia. Bahkan tidak sedikit PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang melibatkan diri dalam gerakan tersebut. Gerakan ini semula di prakarsai oleh Nur Hasan Ubaidi, yang memproklamirkan diri sebagai amir pertama dalam jamaah ini.

Tokoh sentral ini mempunyai kekuasaan mutlak untuk mengontrol para anggotanya dan sekaligus mendapat baiat. Mereka menganggap muslim yang ada di luar LDII adalah kafir, dan hartanya dianggap halal untuk diambil. Semua aktivitas ibadah, seperti memahami Al-Qur'an harus mankul, yaitu taat sesuai pemahaman amir.

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) Part-1

Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII) - 1




Meluruskan Penyimpangan Islam Jamaah (LDII)

Narasumber : KH. Bambang Irawan Hafiluddin (mantan tokoh LDII)

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia) merupakan wajah lama yang berganti nama, dari semula Islam Jamaah, Lemkari dan akhirnya menjadi LDII. Pola pergerakan mereka sistematis karena di dukung oleh sistem politik yang ada di Indonesia. Bahkan tidak sedikit PNS (Pegawai Negeri Sipil) yang melibatkan diri dalam gerakan tersebut. Gerakan ini semula di prakarsai oleh Nur Hasan Ubaidi, yang memproklamirkan diri sebagai amir pertama dalam jamaah ini.

Tokoh sentral ini mempunyai kekuasaan mutlak untuk mengontrol para anggotanya dan sekaligus mendapat baiat. Mereka menganggap muslim yang ada di luar LDII adalah kafir, dan hartanya dianggap halal untuk diambil. Semua aktivitas ibadah, seperti memahami Al-Qur'an harus mankul, yaitu taat sesuai pemahaman amir.

Filesize : 25 mb
Duration : 35 mnt

Tuesday, January 2, 2007

Peringatan untuk yang suka lupa diri




Sesuatu yang kita cintai atau sukai kadang memang membuat kita terlupa akan hal lain yang lebih penting. Semoga kita semua cepat menyadarinya sebelum terlambat. Selamat menonton, semoga bermanfaat...