Rating: | ★★★★ |
Category: | Other |
Source From :
republika.co.idDalam salah satu hadis,
Rasulullah SAW pernah menegaskan soal kewajiban menegakkan shalat.
''Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat.'' Begitu sabda Rasulullah SAW. Menurut Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amien, hadis tersebut bermakna bahwa setiap hal yang dikerjakan dalam shalat, harus benar-benar sama dengan shalat Rasulullah SAW.
Rasulullah SAW telah mengajarkan gerakan dan bacaan dalam shalat secara jelas. Sehingga, menurut dia, berbagai gerakan dan bacaan itu harus ditiru tanpa menambah-nambah maupun mengurangi. Inovasi-inovasi dalam pelaksanaan shalat yang 'keluar' dari contoh Rasululllah SAW, kata dia, terlarang. Meski begitu, ada komunitas yang mencoba menegakkan shalat dengan menyisipkan 'inovasi'.
Muhammad Yusman Roy, pengasuh Pondok I'tikaf Jamaah Ngaji Lelaku, Lawang, Malang, Jawa Timur (Jatim), sejak tahun 2000 terus mengembangkan model shalat dengan menyisipkan bacaan berbahasa Indonesia atau bahasa Jawa. Bacaan berbahasa Indonesia dan bahasa Jawa itu diperuntukkan bagi imam shalat.
Pria yang 20 tahun lalu memutuskan memeluk Islam itu beranggapan bahwa makmum akan lebih khusyuk dan paham bacaan Alquran yang dibaca dalam shalat apabila diterjemahkan langsung. Dengan cara begitu, Roy yang sebelumnya beragama Kristen itu mengaku yakin bahwa shalat akan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Ajaran soal shalat dengan menyisipkan bahasa Indonesia itu kemudian ditulisnya dalam selebaran enam lembar dan disebarkan secara luas. Roy juga menyebar VCD yang merekam aktivitas shalat berbahasa Indonesia itu. Dalam VCD yang beredar di lingkungan tertentu, terlihat belasan orang tengah mengikuti shalat berjamaah yang dipimpin imam yang berbahasa Indonesia. Setiap bacaan ayat Alquran terlebih dulu dibaca, kemudian diiringi dengan terjemahannya dalam bahasa Indonesia.
Misalnya, Bismillahirrahmaanirrahim diteruskan dengan terjemahnya 'dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang'. Cuma, untuk bacaan di antara gerakan shalat semisal takbir tidak diterjemahkan. Dalam keping VCD tersebut juga diperlihatkan shalat berjamaah yang imamnya menerjemahkan bacaannya dalam bahasa Jawa. Roy beranggapan bahwa umat Islam lebih suka menerima petunjuk (Alquran) dengan bahasa Arab. Padahal, kata dia, tidak semua umat Islam tahu arti dari bahasa Arab itu sendiri. Itulah sebabnya, banyak orang yang shalat tapi juga masih melanggar perintah Allah. ''Kita ini seperti beo atau robot. Bisa mengucapkan tapi tidak tahu artinya. Makanya, banyak orang yang shalat tapi masih berbuat maksiat,'' ujar mantan petinju Sasana Sawunggaling ini.
Untuk mendukung pendapatnya, dalam selebaran
Roy mengutip Surat Albaqarah ayat 2 yang dia terjemahkan sendiri. Terjemahan terhadap ayat tersebut versi Roy berbunyi, ''Ketahuilah apabila dengan sengaja Anda memberi petunjuk hanya dengan membacakan firman-firman yang masih berbahasa Arab itu, dengan tidak disertai dengan terjemahannya yang akibatnya membuat orang tidak mengerti maksudnya hal itu adalah termasuk perbuatan menyesatkan orang dan pelakunya terlaknat.''
Padahal, terjemahan aslinya berbunyi,
''Itulah Kitab (Alquran) yang tidak ada keraguan di dalamnya.''Roy mengklaim bahwa jamaah yang telah mengikuti ajaran shalat berbahasa Indonesia itu sudah tersebar di Surabaya, Malang, Blitar, Tulungagung, Pekalongan, dan Samarinda. Menurut dia, umat Islam saat ini lebih mendewakan bahasa Arab sekalipun ada sebagian besar umat yang tidak begitu paham dan menguasai bahasa Arab. Orang yang seperti ini, disebutnya sebagai penganut Islam fanatik yang tidak ingin adanya kemajuan dalam beriman dan bertakwa kepada Allah. Tema soal shalat berbahasa Indonesia itu pernah didebatkan dalam forum diskusi di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Jatim, akhir pekan lalu. Sayang, sebelum sesi tanya jawab berlangsung, moderator diskusi menyebutkan bahwa dirinya menerima surat keberatan dari MUI Jatim dan Kejaksaan Tinggi Jatim terhadap adanya debat itu. Karena itu, acara dihentikan di tengah jalan.
Menurut Ma'ruf, shalat gaya Roy itu tidak berlangsung sesuai contoh Rasulullah SAW. Menurut dia, makmum shalat harus mengerti sendiri makna bacaannya tanpa harus diterjemahkan lebih dulu oleh imam. Karena itu, pihaknya pun berjanji akan menerjunkan tim untuk mengecek ke lapangan.
''Paham-paham seperti itu dulu bermunculan. Kemudian 'masuk tong sampah', kemudian sekarang bermunculan lagi,'' tuturnya. Dekan Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Drs Abd Salam, juga mengecam keras ajaran tersebut. Kata Salam, shalat adalah wahana dzikrullah (dzikir kepada Allah). Jika memahami posisi shalat sebagai aktualisasi dzikrullah, kata Salam, orang yang mengerjakan shalat sudah barang tentu mampu mencegah diri dari perbuatan keji dan munkar. Dalam shalat jamaah, lanjutnya, makmum tidak boleh masuk dalam arus kesadaran sebagai objek imam, namun harus bersama imam berada dalam satu kesatuan subjek untuk secara bersama-sama mengaktualisasikan dzikrullah.
Untuk itu, tambah dia, imam dan makmum harus mempersiapkan diri menuju kemampuan mengaktualisasikan dzikrullah dengan sebaik-baiknya termasuk di antaranya berusaha menghayati bacaannya.
''Persiapan itu harus dilakukan di luar shalat. Kalau dilakukan di dalam shalat maka itu bukanlah shalat, melainkan belajar shalat,'' ujar dia. Salam pun mengaku prihatin dengan makin berkembangnya ajaran tersebut.
Dari saya :
"...yang berada didalam selimut ternyata bisa lebih berbahaya dari yang di luar"